INIPASTI.COM – Ada ungkapan, “Di balik laki-laki yang hebat ada wanita yang hebat”. Dalam beberapa kasus, ungkapan ini benar adanya. Sudah menjadi fitrah bahwa tugas istri adalah mendukung suaminya dalam kehidupannya. Lebih-lebih dalam memperjuangkan agama Islam, mendukung suaminya dalam menuntut ilmu agama, mengamalkan ilmunya, dan mendukung dalam dakwah.
Dr Raehanul Bahraen yang juga seorang penulis menjabarkan hal ini sesuai dengan fitrah wanita dan didukung juga oleh syariat, karena wanita tidak dibebankan amal sebanyak amalan laki-laki. Seperti ; jihad, bakti kepada orang tua, dan dakwah. Inipun sesuai dengan kodrat wanita yang lebih lemah baik fisik dan mentalnya dibanding laki-laki.
Dalam hadits, dijelaskan bahwa wanita cukup melakukan 4 hal saja untuk masuk surga dari pintu mana saja. Padahal untuk masuk surga dari pintu mana saja, memerlukan kesungguhan yang sangat tinggi. Salah satu dari empat hal tersebut adalah menaati suaminya; mendukungnya dalam dakwah adalah salah satu bentuk ‘mencari ridho suami’ sehingga ia bisa masuk surga.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan,” (H.R. Ibnu Hibban dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Kami’ Ash-Shaghir nomor 660).
Bahkan begitu harus taatnya istri terhadap suami dalam hal kebaikan, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, niscaya aku memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya,” (H.R. At-Tirmidzi No 1159, berkata Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, ‘Hasan Shahih’).
Bentuk dukungan istri itu bisa berupa:
Pertama, jika suami sedang belajar di rumah, maka istri berusaha agar tidak mengganggu suami dan menjaga anak-anak agar tidak menyibukkan ayahnya.
Kedua, ridho jika suami sering keluar untuk keperluan ilmu dan dakwah dan meninggalkannya.
Ketiga, tidak terlalu sering protes jika suami sering meninggalkannya untuk hal-hal kebaikan, karena akan membuat suami tidak konsentrasi berdakwah di luar. Suami yang bertanggung jawab juga akan memikirkan keinginan dan uneg-uneg istrinya.
Mendapat pahala yang sama dengan suami terkadang terbesit dalam pikiran para wanita, terutama istri. “Jika wanita hanya diam di rumah, maka pahala kebaikannya kurang dan hanya suami yang mendapatkan pahala jihad dan dakwah”. Pertanyaan ini sebenarnya sudah pernah ditanyakan oleh sahabat wanita di zaman Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.
Shahabiyah tersebut adalah Asma Binti Yazid Al-Anshariyah Radhiyallahu Anha,
“Bahwa dia (Asma) mendatangi Rasulullah sementara beliau sedang duduk di antara para sahabatnya. Asma berkata,
‘Aku korbankan bapak dan ibuku demi dirimu wahai Rasulullah. Saya adalah utusan para wanita di belakangku kepadamu. Sesungguhnya Allah mengutusmu kepada seluruh laki-laki dan wanita, maka mereka beriman kepadamu dan kepada Tuhanmu. Kami para wanita selalu dalam keterbatasan sebagai penjaga rumah, tempat menyalurkan hasrat, dan mengandung anak-anak kalian. Sementara kalian -kaum laki-laki- mengungguli kami dengan shalat Jumat, shalat berjamaah, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, berhaji setelah sebelumnya sudah berhaji, dan yang lebih utama dari itu adalah jihad fisabilillah. Jika salah seorang dari kalian pergi haji, umroh, atau jihad, maka kamilah yang menjaga harta kalian, menenun pakaian kalian, dan mendidik anak-anak kalian. Bisakah kami menikmati pahala dan kebaikan ini sama seperti kalian?’
Nabi memandang para sahabat dengan seluruh wajahnya, kemudian Beliau bersabda, ‘Apakah kalian pernah mendengar ucapan seorang wanita yang lebih baik pertanyaannya tentang urusan agama daripada wanita ini?’ Mereka menjawab, ‘Wahai Rasulullah, kami tidak pernah menyangka ada wanita yang bisa bertanya seperti dia’.
Nabi menoleh kepadanya dan bersabda, ‘Pahamilah wahai ibu dan beritahu para wanita di belakangmu bahwa ketaatan istri kepada suaminya, usahanya untuk memperoleh ridhanya dan kepatuhannya terhadap keinginannya, menyamai semua itu’.
Wanita itu pun berlalu dengan wajah berseri-seri,” (Usudul Ghaayah fi Ma’rifatis Shahabah, 7:17, Darul Kutub Al-ilmiyah, cet. 1, 14 15 H, Asy-Syamilah).
Bersambung: Istri Menghebatkan Suami (2)
(Sumber : Majalah Wisatahati Edisi Desember 2018).