INIPASTI.COM, JAKARTA – Kolonel kav Hendi Suhendi dicopot dari jabatannya sebagai Komandan Kodim (Dandim) Kendari karena postingan istrinya di sosial media. Selain dicopot, dikatakan Hendi Suhendi juga akan menerima hukuman penahanan ringan selama 14 hari.
Sebelumnya, istri Hendi, Irma Purnama Dewi Nasution menulis di laman faceboknya sesuatu yang diduga menyinggung peristiwa penusukan Wiranto. Olehnya, suaminya pun harus menerima hukuman yang disebutkan di atas.
Terkait masalah tersebut, banyak pihak yang bereaksi dengan memberikan tanggapan. Salah satunya dari Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar. Dia mengatakan bahwa hal itu sejatinya adalah merupakan kewenangan pengadilan.
“Istrinya, keluarganya itu secara emosional memang punya keterikatan juga dengan institusi TNI. Di TNI saya tahu betul, itu penting banget menjaga integritas keluarga dan lain-lain. Tetapi sekali lagi, hukum yang ada di Indonesia ini bisa digunakan hukum acaranya untuk lebih baik, baik di sisi pidananya maupun di sisi administrasi di internal TNI itu sendiri,” sebutnya pada acara Kabar Petang tvOne, Senin, (14/10/2019).
Menurutnya, mekanisme hukum harus ditegakkan jika seorang Anggota TNI melakukan pelanggaran disiplin militer. Bukan langsung diberhentikan dari jabatannya.
“Nah, baiknya kalau memang dituduh atau kalau ada prasangka terhadap si Dandim, atau yang jadi anggota aktif, maupun keluarganya, mekanisme-mekanisme itu ditempuh. Kalau misalnya langsung diberhentikan dari jabatan atau ada tindakan-tindakan tertentu, harus masuk ke dalam ranah upaya penyidikan. Jika itu dianggap sebagai anggota TNI dan harus diperberat, nanti diperberat diputusan,” jelasnya.
“Yang berhak/berwenang untuk mengekang kebebasan seseorang itu pengadilan, teorinya begitu, bukan pimpinannya, bukan KSAD,” tambahnya.
Dia menjelaskan bahwa KSAD tidak boleh langsung memberikan hukuman. Karena dia mempertegas bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dia mengatakan bahwa subjektivitas TNI tidak berlaku absolut. Hal itu harus terukur pada upaya-upaya penyelidikan.
“Bahan-bahan penyelidikan itu jadi masukan ke dalam penyidik di POM (Polisi Militer), nanti dari POM-nya itu melapor ke pak KSAD-nya. Dari situ dia bisa mengambil tindakan/petunjuk untuk dilakukan proses hukum lagi. Jadi bukan si KSAD-nya atau struktur non-hukumnya di dalam satuan TNI yang menentukan hukuman, tidak bisa seperti itu,” ungkapnya.
Haris Azhar berfokus pada masalah penahanan terhadap Hendi Suhendi. Olehnya, dia meminta media agar meminta penjelasan lebih lengkap terkait hukuman tersebut.
“Kalau mencopotnya, itu kewenangan institusi, kewenangan KSAD. Tetapi kalau dikurung, maka asumsinya itu adalah bagian dari upaya penyidikan,” tegasnya.
“Teman-teman media harus perjelas ke Humas TNI-AD, apakah dikurung sebagai bagian dari proses hukum atau sebagai hukuman. Kalau sebagai proses hukum, harusnya dilaporkan perkembangannya, bagaimana penanganannya?,” sambungnya.
“Kalau dicopot, ya itu memang kewenangan subjektivitas pimpinan, dari jabatan. Tapi kalau dikurung/mengekang kebebasan itu harus melalui proses hukum,” tutupnya.
(Manto/Sule)