INIPASTI.COM – Tanpa ragu-ragu bahwa perbuatannya itu mungkin berarti pengkhianatan kepada gurunya karena dorongan rasa sayang, Dewi Suling memondong tubuh Yu Lee dan sekali berkelebat ia telah keluar dari lian bu thia menghilang ke dalam gelap.
Baca juga: Pendekar cengeng 5 (6)
Sementara itu, Tho tee kong Liong Losu bersama dua orang muridnya Lauw Ci Sian serta Tan Li Ceng dengan perahu mereka sudah tiba pula di daerah Istana Air. Melihat perahu kecil Dewi suling di darat serta melihat pula tembok bangunan yang besar mereka lalu mendaratkan perahu dan berlompatan memasuki hutan.
“Kita haru berhati hati dan membagi tugas.” kata Liong Losu. “Dinding itu tebal dan kuat, tentu penjagaannya juga… Awas !!”
Pada waktu itu dari belakang berhamburan senjata rahasia banyak sekali. Dua orang gadis itu sudah sejak tadi memegang pedangnya masing masing lalu cepat mambalikkan tubuh memutar senjata mereka sehingga terdengar bunyi trang trang ketika senjata senjata rahasia itu tersampok berjatuhan. Liong Losu tahu bahwa senjata senjata rahasia itu dilepakkan oleh oang orang berkepandaian biasa saja, ia cuma menggerakkan tangan kirinya menangkap lalu melemparkannya kembali ke arah dari mana datangnya tadi.
“Aduh….! Aug…! Ahhh…!” Terdengar jeritan-jeritan dari dalam gelap sebab termakan senjata rahasia sendiri. Kemudian bermunculan keluar belasan orang tinggi besar, mereka adalah anggota-anggota bajak sungai yang ditugaskan menjaga di situ. Tadi mereka melihat pendaratan tiga orang ini akan tetapi mereka sengaja membiarkan mereka memasuki daerah dekat dinding Istana Air, baru mereka turun tangan dan menghujankan senjata rahasia. Alangkah kaget dan marah hati mereka ketika serangan gelap itu gagal, bahkan sebaliknya tiga orang teman mereka roboh. Obor dinyalakan dan berkilauanlah senjata mereka ketika menyerbu tiga orang tersebut.
Namun, sial nasib para pembajak sungai itu. Mereka ini seperti segerombolan nyamuk menerjang api. Begitu Liong Losu menggerakkan tongkatnya dan kedua orang muridnya menggerakkan pedang dalam waktu beberapa menit saja mereka sudah roboh tak dapat bangun kembali.
“Terang di sini sarang Dewi suling dan kaki tangannya. Kita bagi tugas, kalian berdua menyerbu dari kanan sana, pinceng dari kiri. Dengan demikian kita memotong jalan keluar mencegah dia melarikan diri. Dia sudah terluka, tentu kalian cukup kuat mengatasinya.”
Bagaikan tiga ekor burung malam, guru dan murid ini melayang naik ke atas dinding dan memasuki daerah bangunan Istana Air. Liang Losu melompat ke atas genteng sebelah kiri dan dua orang gadis itu lari ke kanan yang menjadi bagian belakang bangunan itu, kemudian melompat pula ke atas genteng.
Sayang sekali bahwa Liong Losu tidak tahu akan kejadian sebenarnya dari Istana Air, tidak tahu bahwa Dewi Suling adalah murid terkasih Hek siauw Kui bo dan lebih lebih tidak tahu bahwa di dalam Istana Air yang megah itu berdiam nenek iblis yang sakti ini ! Kalau ia tahu, tidak nanti ia membiarkan dua orang muridnya berpisah dari sampingnya di sarang nenek iblis yang amat lihai itu.
Dengan ketabahan yang timbul dari percaya kepada kepandaian sendiri, dua orang pendekar wanita remaja itu berlompatan di atas genteng dan langsung menyelidik di bagian belakang ruangan gedung yang besar dan indah itu. Kemudian melihat sebuah taman di belakang gedang, mereka melayang turun dan menyelinap di dalam bayangan pohon, kemudian berindap indap memasuki ruangan belakang yang diterangi remang remang.
Dengan sigap mereka berlari ke ruangan ini, pedang di tangan dan mata memandang ke sekeliling mencari cari pintu mana yang akan mereka serbu untuk mencari Dewi Suling atau menghadapi kaki tangannya.
Tiba tiba terdengar suara ketawa terbahak dan muncullah empat orang laki laki tinggi besar memegang golok berat dan seorang kakek berjenggot putih panjang.
“Ji te (adik kedua), matamu tajam sekali, dalam gelap begini mengenal gadis cantik jelita. Mereka ini benar benar muda serta jelita, ha ha ha !” Song Kai berkata sambil melihat tubuh kedua orang gadis remaja itu dengan mata melotot. Lalu empat orang Yang ce Su go itu tertawa tawa cengar cengir kurang ajar.
“Su wi (tuan berempat) harap jangan sembrono. Gadis gadis itu bukan orang sambarangan” kata Ngo Cun Sam.
“Benar benar Ji te bermata tajam ! Kalau bukan kau yang berkata dua orang gadis cantik, aku tentu tidak akan mengenal dia ini sebagai seorarrg gadis. Pantas saja tampan bukan main !” kata pula Song Kai tanpa memperdulikan peringatan Ngo Cun Sam terus menuding telunjuk kirinya ke arah Tan Li Ceng.
Bersambung…