Oleh : Ahmad Usman
Dosen Universitas Mbojo
Inipasti.com, Menarik kata-kata bijak Werner Von Brhoun seorang ilmuwan roket dari Jerman-Amerika Serikat (1912-1977). “Basic research is what I am doing when I don’t know what I am doing” (Riset dasar adalah apa yang saya lakukan ketika saya tidak tahu apa yang saya lakukan).
Kata-kata bijak lainnya. “Ide tidak akan berhasil kecuali kamu melakukannya (riset !). “Ide bagus menjadi ide bagus ketika kamu mengeluarkannya.”
Kalau kita mau jujur, harus diakui bahwa mayoritas guru kita, dengan berbagai sebab dan alasan, sepertinya masih sangat jauh dari dunia penelitian. Selama ini, dunia penelitian itu seakan berada pada satu lembah, sementara para guru berada pada lembah yang lain. Seperti ada jurang yang amat dalam memisahkan keduanya.
Menempatkan diri sebagai guru efektif disyaratkan agar guru tiada henti mengkaji proses pembelajaran yang diberikannya sehingga terjadi peningkatan kualitas hasil belajar pada peserta didik atau guru menjadi peneliti (teacher researcher). Guru peneliti adalah guru dengan usaha tanpa henti terus-menerus melakukan peningkatan kualitas dirinya dan tidak pula berhenti belajar untuk memahami dunia pengajaran sehingga dirinya dapat membawa perubahan (improving and understandingtheir worlds in order to change them). Guru peneliti menggunakan metode, teknik, strategi dan pendekatan yang beragam untuk memberikan pengalaman belajar.
Budaya meneliti harus selalu dikembangkan dan diaplikasikan, dengan budaya tersebut, maka kita tahu dan paham dengan berbagai persoalan dan menemukan solusinya, demikian pula akan mampu memberikan suatu kesimpulan dari suatu permasalahan.
Agar meneliti menjadi kegiatan menarik yang bukan sekadar tuntutan kenaikan golongan, menurut Ismilah Ardianingrum (2013) ada beberapa tips yang perlu diperhatikan.
Pertama, jadikan penelitian sebagai cara cerdas memperbaiki pembelajaran di kelas. Hasil belajar peserta didik yang rendah antara lain bisa disebabkan oleh metode yang kurang relevan. Lewat penelitian, para guru bisa menemukan metode yang tepat guna untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. Sekaligus dapat memetik hasil penelitian tersebut. Kedua, jangan menganggap meneliti sebagai beban. Lakukan penelitian dengan mengalir saja saat pembelajaran berlangsung, namun tetap sistematis. Jadi peneliti tak merasa terbebani antara harus mengajar atau meneliti.
Ketiga, gunakan pendekatan penelitian yang dianggap paling mudah dan dikuasai. Entah melalui pendekatan kualitatif atau kuantitatif. Keempat, membuat laporan penelitian yang sederhana. Cara itu juga untuk melatih guru menyusun laporan penelitian, yakni berupa karya ilmiah. Laporan penelitian tersebut dapat digunakan sebagai rujukan bagi guru lain ketika mengalami masalah yang sama dalam pembelajaran. Jadi manfaatnya pun dapat dirasakan bersama dalam menambah khazanah keilmuan di dunia pendidikan.
Manfaat Riset bagi Guru
Menjadi guru peneliti tidak lain adalah menjadi pembelajar (learner). Ketika orang memutuskan untuk belajar, mereka sedang melakukan penelitian. Jika guru secara sadar ingin belajar tentang cara mereka mengajar, mereka harus mengadakan penelitian. Ketika siswa ingin belajar tentang elektronika, mereka harus mengadakan penelitian.
Penelitian yang dilakukan oleh guru mempunyai manfaat yang sangat besar bagi guru, siswa, institusi pendidikan dan kualitas pendidikan secara umum. Ketika mengajar, guru dituntut untuk terus memperbaiki pembelajaran, berkembang secara profesional dan berperan aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sendiri. Dengan perbaikan yang dilakukan oleh guru melalui penelitian yang dilakukannya, kualitas pengajaran juga akan membaik.
Keuntungan adanya penelitian oleh guru adalah dapat menjadi alat ampuh untuk (1) meningkatkan kerja sama antar guru, terutama guru antar mata pelajaran, (2) saling bertukar pikiran dan berdiskusi mengenai masalah-masalah pembelajaran yang mereka hadapi bersama, (3) menjadi sarana komunikasi dan kolaborasi (kemitraan) antara guru dengan dosen sebidang studi (Susilo, 2001).
Terdapat beberapa tujuan suatu proses riset, di antara yaitu: mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui oleh manusia; meningkatkan pengetahuan manusia agar lebih yakin dan sesuai dengan kenyataan; menemukan sesuatu (discovery); (d) menyelidiki situasi atau persoalan yang ada; mencari solusi atas suatu persoalan; (f) membangun atau menyusun prosedur/sistem baru; dan menjelaskan fenomena baru, membuat pengetahuan baru.
Alasan mengapa seorang guru perlu meneliti di kelas pembelajarannya. Misal karena alasan: profesionalisme; inovasi pendidikan; dan filsafat pendidikan. Asumsi agar seorang guru mampu menyelenggarakan penelitian di kelasnya, antara lain adalah: (a) guru yang bersifat terbuka cenderung lebih mudah menerima pembaharuan; (b) guru yang bersifat terbuka lebih mudah menerima saran/kritik; (c) guru yang bersifat terbuka lebih mudah melakukan penelitian; (d) guru yang bersifat terbuka lebih mampu merefleksikan gaya mengajarnya; (e) guru yang bersifat terbuka lebih toleran terhadap siswa dan koleganya; dan (f) kegiatan penelitian melatih guru bersifat terbuka (Marsigit, 2008).
Membangun Budaya Riset
Suasana, iklim dan minat untuk meneliti atau melakukan riset terbilang masih rendah di kalangan guru. Banyak hal menjadi faktor penyebab. Selain tugas guru begitu kompleks, budaya baca dan tulis di kalangan mereka memang rendah.
Guru selalu identik dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Untuk itu guru membutuhkan peningkatan profesional secara terus-menerus apalagi di era kurikulum yang senantiasa mengalami pergeseran atau perubahan.
Sudah saatnya penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran membutuhkan guru yang sekaligus berfungsi sebagai peneliti yang jeli dan tangguh, yakni guru yang mampu melaksanakan tugas dan mengadopsi strategi baru dalam pengajarannya bukan yang statis namun dinamis sesuai dengan tuntutan jaman/kurikulum.
Menumbuhkan budaya meneliti bagi guru, dilatari karena: perasaan tidak puas terhadap praktek pembelajaran yang selama ini dilakukan; dan keberanian untuk jujur kepada dirinya mengenai sisi-sisi kelemahan yang dimiliki dalam proses pembelajaran di kelas.
Budaya riset perlu diciptakan oleh para pemimpin di suatu perguruan tinggi. Untuk itu para pemimpin harus berkomitmen untuk itu dan menciptakan suasana yang memungkinkan terciptanya budaya riset.
Menurut Urip Santoso (2012), ada 4 (empat) hal yang harus dilakukan dalam membangun budaya riset, antara lain: 1) Pemimpin/institusi harus dapat menghargai kreativitas. Kreativitas memungkinkan ide-ide inovasi untuk mengalir dengan baik. 2) Pemimpin/institusi menerapkan open communication, di mana sivitas akademika dapat mengemukakan ide dan pendapatnya secara terbuka. Birokrasi harus minimum, sehingga komunikasi dapat tercipta tanpa hambatan. 3) Pemimpin/institusi harus punya kolaborasi yang baik antar stakeholders. Dengan gabungan perspektif yang bermacam-macam dari stakeholders, maka ide inovasi akan tercipta lebih baik. 4) Budaya riset hanya dapat tercipta jika ada komitmen dari pemimpinnya. Pemimpin harus mengembangkan kemampuan (skill) yang diperlukan untuk riset, baik untuk dirinya maupun sivitas akademika.
Untuk menciptakan budaya riset ada beberapa kemampuan (skill) yang harus dimiliki oleh suatu institusi/peneliti (Urip Santoso, 2012). Pertama, associating. Seorang peneliti harus dapat menggabungkan titik-titik yang merupakan informasi terpisah kemudian menjadi suatu ide yang inovatif. Kedua, observing. Seorang peneliti harus punya kebiasaan mengobservasi sesuatu secara intensif. Mereka melakukan observasi yang ketat terhadap sekelilingnya, sehingga mereka kemudian dapat mengembangkan riset yang memberikan solusi yang tepat. Ketiga, experimenting. Peneliti harus selalu melakukan eksperimen. Bagi mereka, eksperimen adalah sebuah tantangan yang harus ditaklukkan. Mereka tidak akan berhenti sebelum eksperimennya memberikan hasil yang berarti. Keempat, questioning. Semua orang bisa melakukan observasi, namun tanpa ada pertanyaan, maka observasi tersebut jadi kurang powerful, karena informasi yang diperoleh tentunya terbatas. Para peneliti adalah orang yang selalu memiliki rasa ingin tahu dan kritis. Kelima, networking. Peneliti cenderung untuk bersosialisasi dengan berbagai macam orang, sehingga dengan mengenal dan menjalin hubungan mereka kemudian dapat mendiskusikan ide-ide yang sebelumnya mungkin tidak terpikirkan.
Ini semua tentu saja memerlukan konsentrasi yang terus-menerus dengan mencurahkan segala tenaga, waktu, pikiran dan pendanaan yang memadai. Segala sarana dan prasarana yang mendukung harus disediakan agar para sivitas akademika mempunyai kemampuan-kemampuan seperti yang diuraikan di atas. Tentu saja untuk menciptakan budaya riset tidak hanya pemimpin perguruan tinggi yang berkewajiban untuk itu. Setiap sivitas akademika sebatas kemampuan masing-masing harus terus-menerus memotivasi diri untuk menciptakan budaya riset. Sinergitas antara pemimpin dan yang dipimpin sangat diperlukan.
Strategi Menjadi Guru Peneliti
Beberapa strategi sederhana yang bisa dilakukan agar dapat menjadi guru peneliti (Slamet Rohmadi, 2023). Pertama, membuat dokumentasi proses pembelajaran di dalam kelas. Dokumentasi ini bisa berupa catatan penting tentang peristiwa belajar mengajar di kelas, memotret suasana kelas, cara berkomunikasi satu sama lain, mencatat berbagai macam pertanyaan yang muncul dalam proses belajar mengajar, serta mendokumentasikan hasil belajar siswa (hasil karya, tugas-tugas, karangan, dan lain-lain). Kedua, dari dokumentasi data-data itu, kita mencoba membuat peta persoalan dan permasalahan yang dihadapi oleh siswa selama perjumpaan di dalam kelas. Pokok persoalan yang muncul itu dipetakan berdasarkan pengelompokan dan relevansinya dalam proses mengajar, seperti sistem pengaturan kelas (fisik dan sosial). Yang fisik berupa penataan kelas, kursi, meja, dan lain-lain. Apakah pengaturan seperti itu mendukung proses belajar? Sedangkan pengaturan sosial berupa kesepakatan-kesepakatan bersama dalam kelas-kelas (norma sosial yang berlaku selama proses pembelajaran), corak relasional satu sama lain. Apakah aturan sosial ini membantu memperlancar proses belajar mengajar? Selain itu, kita juga dapat mendokumentasikan persoalan-persoalan yang muncul dalam proses pengajaran, seperti pemahaman konseptual yang dipahami oleh siswa, keterampilan praktis yang mesti mereka miliki, cara menanggapi sebuah persoalan, dan lain-lain.
Ketiga, setelah langkah pengumpulan data ini, kita bisa mencoba membuat hipotesis dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar di kelas, serta mencari alternatif bagi pemecahan masalah yang dihadapi selama proses belajar mengajar di kelas. Solusi itu bisa berupa, pembentukan tatanan komunitas baru dalam kelas, pergantian norma sosial, latihan-latihan dasar yang dibutuhkan agar anak mampu menguasai konsep-konsep tertentu yang selama ini masih menjadi permasalahan bagi siswa. Keempat, mencoba menguji alternatif pemecahan itu dalam kelas dan mencoba melihat tanggapan, reaksi dan hasil dari berbagai macam alternatif pemecahan yang telah kita ajukan. Jika solusi alternatif yang kita berikan gagal, kita mesti mencoba melihat kembali mengapa solusi itu gagal dengan mengajukan pertanyaan baru yang lebih relevan.
Strategi pengembangan guru sebagai peneliti memiliki tujuan utama berupa perubahan dalam proses pembelajaran di dalam kelas, bukan mencetak guru menjadi peneliti akademis tingkat perguruan tinggi. Publikasi bukan tujuan utama penelitian guru, melainkan perbaikan bagi proses pembelajaran guru di dalam kelas. Namun tentu saja, jika rutin mengadakan penelitian guru bisa menghasilkan kualitas penelitian yang bisa diakui di kalangan perguruan tinggi. Mengembangkan diri sebagai guru peneliti lebih merupakan tindakan evaluatif yang bersifat kritis atas proses pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas, sehingga guru tersebut dapat semakin meningkatkan kemampuan pedagogisnya dalam mengajar siswa di era kurikulum merdeka.
Guru Mestinya Sebagai Cermin
Seorang guru bukan hanya pengajar, pelatih, dan pembimbing, tetapi juga sebagai cermin bagi siswa dalam berbagai hal, dan guru mestinya sebagai cermin bagi siswa dalam melakukan kegiatan riset. Bagaimana guru bisa mendorong siswa untuk melakukan riset, sementara guru sendiri jarang bahkan tidak pernah melakukan riset.
Ke depan, budaya riset akan menjadi suatu kewajiban bagi seorang guru, apalagi berkaitan dengan kenaikan pangkat. Naif rasanya apabila anak didik kita rangsang untuk meneliti karya ilmiah dalam rangka Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR), guru pembimbing sendiri tidak pernah melakukan suatu penulisan atau penelitian.
Bagaimana kita bisa memberikan nilai suatu karya ilmiah, kita sendiri belum pernah mencobanya, oleh sebab itu layak kiranya kita para guru sedini mungkin mencoba untuk meluangkan waktu untuk mengembangkan budaya menulis dan meneliti ini, cobalah dengan metode “trial and eror”, biarlah pada awalnya penilaian orang belum baik, karena kita selalu bertanya dan belajar terus.
Pasca pemberlakuan UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, ada optimisme dan harapan kita bahwa dunia penelitian di kalangan pendidik kita pelan tapi pasti akan mengalami perbaikan. Fasli Jalal (2006) dalam makalahnya berjudul “Peningkatan Mutu Pendidikan” menjelaskan komitmen pemerintah untuk menciptakan iklim kondusif agar para guru termotivasi melakukan penelitian. Pemerintah berkomitmen mengalokasi dana yang tak sedikit untuk kegiatan seperti ini.
Kendala riset secara umum, baik yang dialami oleh guru maupun pihak-pihak lain, di antaranya: budaya penelitian masih rendah; tidak ada sinergi antar peneliti/institusi; lemahnya arahan pemerintah tentang fokus penelitian; dana relatif kecil; kurang penghargaan bagi peneliti; anggapan bahwa ilmuwan dari negara-negara maju jauh lebih baik; suasana riset tidak kondusif; tidak ada dukungan industri; terbatasnya peralatan pendukung; mental peneliti; peneliti diabaikan; senioritas; dan distorsi media/politisasi hasil penelitian.
Pembaruan pembelajaran selain dilandasi oleh prinsip yang filosofis, haruslah juga dilandasi oleh temuan-temuan empiris yaitu riset yang memusatkan kajiannya pada sekolah. Scheerens (Townsend dan Otero dalam Syarifudin, 2019) mengidentifikasi empat kategori besar riset persekolahan: (1) mengkaji outcomes pendidikan; (2) mengkaji fungsi produksi pendidikan; (3) mengkaji sekolah yang efektif; dan (4) mengkaji intruksional yang efektif.
Seuntaian Harapan
Minat meneliti di kalangan guru perlu ditumbuh-kembangkan. Kemauan untuk belajar merupakan daya dorong yang kuat dan dalam diri guru. Penelitian merupakan kegiatan yang memiliki makna penting bagi seorang guru. Minat meneliti akan bertumbuh apabila ada dukungan dari luar diri guru, yaitu perhatian dari berbagai pihak terkait untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas meneliti guru, misalnya mengadakan pelatihan penelitian dan memberikan kesempatan (khususnya pendanaan) kepada guru untuk melakukan penelitian.
Dari pengalaman melakukan penelitian, guru menyadar i kekurangannya dan berusaha melakukan perbaikan dan perubahan serta meningkatkan kemampuannya. Guru sadar akan perlunya upaya-upaya pembaruan, inovasi-inovasi dalam pembelajaran untuk mendukung perbaikan. Melalui pengalaman melakukan penelitian, guru memahami hubungan antara gagasan atau teori dengan praktik mengajar guru dan belajar siswa dalam kesehariannya, dan kesadaran ini akan menumbuhkan rasa percaya diri pada guru, kemudian meningkat menjadi rasa harga diri dan kualitas keprofesionalan guru.
Semoga !!!