INIPASTI.COM, Ulasan berikut ini adalah kutipan dari Majalah Wisatahati pada Rubrik Konsultasi oleh Ustadz M Yasri, edisi September 2019.
Pertanyaan :
Assalamualaikum Ustadz Yasri, saya Fahri, pemuda yang sudah berumur dan siap menikah, akan tetapi sampai saat ini belum didekatkan dengan jodoh yang terbaik. Bagaimana supaya saya faham tentang apa itu menikah? Dan bagaimana kewajiban antara suami dan istri kelak setelah menikah? Apalagi saya juga didesak ayah dan ibu agar bisa segera punya cucu, apakah memiliki anak tujuan utama menikah?
Ustadz menjawab :
1. Apa itu menikah?
Ihwanifillah yang dirahmati Allah ta’ala, saudaraku yang bernama Fahri, sesungguhnya setiap makhluk yang diciptakan Allah SWT sudah tercipta berpasang-pasangan dalam firman-Nya :
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (QS Adz-Dzariyat :59).
Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Katsir rahimahullah yang artinya,
“Setiap makhluk itu berpasang-pasangan. Ada matahari dan bumi. Ada malam dan ada siang. Ada matahari dan ada rembulan. Ada daratan dan ada lautan. Ada terang dan ada gelap. Ada iman dan ada kafir. Ada kematian dan ada kehidupan. Ada kesengsaraan dan ada kebahagiaan. Ada surga dan ada neraka. Sampai pada hewan pun terdapat demikian. Ada juga jin dan ada manusia. Ada laki-laki dan ada perempuan. Ada pula berpasang-pasangan pada tanaman.”
Apa hikmah di balik semua itu? Termasuk manusia agar hidup berpasang-pasangan antara laki-laki dan wanita, maka diperlukan ketentuan syariat yang benar terhadap diri manusia agar berpasang-pasangan ini menjadi ibadah dan supaya bisa menyalurkan kebutuhan biologis yang itu adalah naluri sebagai makhluk yang memiliki rasa kasih sayang dan cinta kepada lawan jenis, sebagaimana juga kebutuhan yang lain. Contohnya, haus maka butuh minum, lapar membutuhkan makanan.
Perlu kita pahami, Islam mengatur itu semua, di mana seorang pemuda maupun pemudi yang saling mencintai yaitu dengan pernikahan. Sesungguhnya dalam pernikahan ini yang utama adalah menyatukan jiwa mereka agar menundukkan hawa nafsunya untuk mencari ketaatan kepada Allah SWT. Bahkan juga diatur syarat-syaratnya, apabila seorang wanita dari kerabatnya atau mahramnya, tidak boleh dinikahi dan diharamkan oleh Allah SWT.
Pernikahan inilah yang membedakan dengan makhluk lain yang dipasangkan oleh Allah SWT. Sehingga makhluk yang lain, seperti hewan dan tanaman tujuannya hanya untuk berkembang biak saja, tanpa nilai ibadah. Selain itu, juga pernikahan ini tidak boleh ada paksaan dan harus secara ikhlas dan sukarela, kenapa begitu?
Makanya Allah mengatur bahwa dalam syariat pernikahan ada talak atau perceraian dengan syar’i dengan syarat-syarat ketentuan yang sudah dibakukan oleh hukum Islam. Sehingga tidak ada lagi paksaan di antara masing-masing keluarga yang berbeda untuk memilih. Apabila tujuan menikah itu terdapat kebaikan dan keberkahan di dalamnya yang bertujuan agar semakin taat dan tunduk mengikuti syariat Allah SWT, maka harus dilanjutkan dan dijaga.
Sebaliknya, apabila dalam pernikahan itu banyak mudharat dan menjauhkan diri dari ketaatan kepada Allah SWT, maka dari salah satu keluarga yang masih bisa menyampaikan nasihat baik kepada pihak satunya agar kembali kepada syariat-Nya. Dan, apabila sudah disampaikan kebaikan, nasihat dengan baik dan bijak, akan tetapi pihak satunya tetap melakukan kemaksiatan atau melanggar hukum Allah SWT, maka pihak yang menasehati bisa melakukan perceraian sesuai dengan syariat-Nya.
2. Bagaimana yang harus dilakukan setelah menikah, apa hak dan kewajiban suami dan istri?
Yang utama dilakukan oleh suami dalam berumahtangga setelag menikah adalah menanggung kewajiban seorang bapak (mertua) terhadap anak perempuannya. Maka apabila ada kebutuhan makan, sandang bahkan rumah tinggal, itu sudah beralih kepada suaminya terhadap istrinya dan anaknya kelak. Jadi harus mencari nafkah sesuai ketentuan syariat-Nya, yaitu mencari yang halal dan thayyib, agar dalam pernikahan itu dipenuhi keberkahan supaya mencapai tujuan dalam menaati, tunduk, terhadap Allah SWT.
Tidak hanya menafkahi matrial ataupun biologis saja, kewajiban suami yang utama adalah menyirami jiwa keluarga dengan memahamkan ilmu syariat Islam baik terhadap dirinya, istri dan kelak anak-anaknya.
Sebaliknya, kewajiban seorang istri yaitu menaati suami yang taat kepada syariat Allah SWT. Karena pernikahan ini, istri merupakan rezeki yang diberikan kepada suami sebagai separuh penyempurna agama Islam. Sebagaimana dalam haditsnya dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya,
“Siapa yang diberi karunia oleh Allah seorang istri shalihah, berarti Allah telah menolongnya untuk menyempurnakan setengah agamanya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah setengah sisanya. (HR. Baihaqi 1916).
3. Apakah harus memiliki keturunan adalah tujuan?
Keturunan merupakan konsekuensi dan tanggung jawab setiap manusia yang melakukan pernikahan. Akan tetapi, tidak semua yang menikah memiliki dan diberi tanggung jawab keturunan atau anak. Inilah rahmat dan karunia dari Allah SWT terhadap makhluk-Nya, apakah berhak mendapatkan keturunan atau tidak.
Kenapa demikian, sebab sebagian para nabi merasa ketakutan akan karunia seorang anak, karena apabila anaknya tidak melakukan ketaatan dan meneruskan dakwah tentang tauhid (hanya Allah SWT sebagai Pelindung dan Tuhan yang wajib ditaati dengan syariat-Nya). Sebab dari itu, para nabi dan para sahabat rasul selalu berdoa agar anak keturunannya melanjutkan dakwah tauhid agar selalu menaati Allah SWT dengan syariatnya yang terdapat dalam Alquran dan Sunnah. Allahu a’lam. (WH/Sule)