INIPASTI.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sebesar 20 persen (presidential threshold) yang sebelumnya berlaku di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. MK mengabulkan uji materi atas Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Majelis hakim menilai pasal tersebut bertentangan dengan konstitusi.
Pasal 222 UU Pemilu mengatur bahwa pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki minimal 20 persen kursi di DPR atau memperoleh 25 persen suara sah secara nasional pada Pemilu Legislatif (Pileg) sebelumnya.
MK berpendapat bahwa ketentuan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusional seperti persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Respon dari Berbagai Pihak ;
Ketua DPP PDIP, Ganjar Pranowo, meminta semua partai politik mempersiapkan diri setelah putusan MK ini. Menurutnya, putusan MK bersifat final dan mengikat.
“Semua partai harus menyiapkan diri dengan baik. Karena putusan MK mengikat dan final,” ujar Ganjar.
Sekretaris Fraksi PDIP di DPR, Dolfie Othniel Fredric Palit, menyatakan bahwa DPR dan pemerintah harus segera duduk bersama untuk merevisi UU Pemilu. Dolfie menekankan bahwa putusan ini memiliki dampak luas terhadap sistem pemilu sehingga perlu dikaji lebih lanjut.
Bahlil Lahadalia
Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, mengaku belum membaca secara rinci putusan tersebut namun menghargai keputusan MK. Ia menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan sistem demokrasi agar posisi presidensial tetap kuat.
“Kita harus melihat bahwa sistem demokrasi jangan sampai memperlemah posisi presidensial,” katanya.
NasDem
Ketua DPP NasDem, Irma Suryani Chaniago, menganggap keputusan ini berbahaya karena MK bukan pembuat undang-undang. Irma menilai penghapusan presidential threshold oleh MK seharusnya mencerminkan partisipasi publik yang lebih luas.
“Keputusan MK ini berbahaya, karena MK adalah lembaga penguji UU, bukan pembuat UU,” ujarnya.
Yusril Ihza Mahendra
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa pemerintah menghormati keputusan MK yang bersifat final dan mengikat. Ia menegaskan bahwa semua pihak, termasuk pemerintah, terikat oleh putusan ini.
“Setelah adanya tiga putusan MK yang membatalkan ketentuan presidential threshold, pemerintah akan membahas implikasinya terhadap pelaksanaan Pilpres 2029,” jelas Yusril.
Mahfud MD
Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, memuji keputusan MK sebagai langkah penting dalam memperbaiki sistem demokrasi. Menurutnya, ambang batas selama ini sering digunakan untuk membatasi hak masyarakat dan partai politik dalam mencalonkan presiden.
“Vonis MK ini merupakan landmark decision baru yang harus diterima semua pihak,” ungkap Mahfud.
PKB
Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, menilai bahwa aturan ambang batas adalah kebijakan hukum terbuka yang seharusnya menjadi kewenangan DPR dan pemerintah. Ia menambahkan bahwa keputusan ini menjadi “kado tahun baru” meski menuai kontroversi.
“PKB akan melihat dinamika di DPR dan pemerintah untuk menentukan langkah selanjutnya,” ujarnya.
Jokowi
Presiden Joko Widodo meminta semua pihak menghormati keputusan MK yang bersifat final dan mengikat. Ia mengakui bahwa putusan ini berpotensi menambah jumlah kandidat di Pilpres mendatang.
“Harapannya akan ada lebih banyak alternatif calon sehingga masyarakat memiliki lebih banyak pilihan,” kata Jokowi.
Putusan MK yang menghapus ambang batas pencalonan presiden membawa implikasi besar terhadap sistem politik di Indonesia. Beragam tanggapan dari para politisi dan pemerintah menunjukkan pentingnya kajian lebih lanjut mengenai dampak putusan ini.
DPR dan pemerintah diharapkan segera melakukan revisi terhadap UU Pemilu guna menyesuaikan dengan putusan MK, sekaligus menjaga stabilitas sistem demokrasi di masa mendatang (sdn)