INIPASTI.COM, MAKASSAR – Kawasan Hotel Aryaduta, yang terletak di jalan penghibur di seputaran pantai Losari, selayaknya menyimpan sejarah kisah cinta Maipa Deapati dan Datu Museng, sepasang anak manusia yang mempertautkan dua kebangsawanan tinggi, yaitu Gowa dan Kesultanan Sumbawa.
Di atas lahan di mana kini berdiri tegak hotel mewah berlantai delapan ini, dulunya adalah kawasan makam Maipa Deapati, kembang tercantik dari Kesultanan Sumbawa. Namun untuk kepentingan bisnis, sekitar tahun 1980-an, kuburan Maipa Deapati harus dibongkar dan dipindahkan ke tempat lain. Sementara di atas lahan itu, kini berdiri sebuah hotel megah.
Tak perlu waktu yang lama untuk mencari dan memutuskan tempat baru yang layak untuk lokasi pekuburan Maipa Deapati. Tak jauh dari tempatnya semula, ada sebuah makam lain, milik belahan jiwanya yang terbaring abadi. Kuburan itu adalah milik Datu Museng, kekasih hati Maipa Deapati. Akhirnya, pasangan yang terikat cinta abadi di masanya, disatukan dalam liang yang sama.
Kini, pasangan itu dapat dikunjungi di rumah abadinya, yang terselip di antara bangunan rumah toko (ruko) dan rumah penduduk, di Jl Datu Museng, Makassar. Makam itu berupa bangunan kecil seluas 2×2 meter beratap rendah. Satu bagian adalah bangunan utama yang hanya berisi satu makam dengan tiga nisan di dalamnya dan diatapi dengan kelambu berwarna hijau.
Di bagian luar semacam teras, dekat pintu utama bangunan, ada satu kuburan berukuran kecil. Di bawah nisan di kuburan kecil itu, terbaring jazad tanpa nama, milik pengawal setia Datu Museng. Bangunan kecil itu dilengkapi pagar besi, sehingga tidak sembarang orang bisa masuk. Hanya yang mendapatkan ijin dari pemegang kunci makam, L Daeng Kenna, yang bisa masuk.
Kisah cinta Maipa Deapati dan Datu Museng sendiri menjadi kisah monumental yang sangat kuat dikenang oleh masyarakat asal Makassar dan juga Sumbawa. Dikisahkan bahwa kedua anak manusia ini melakoni cinta mereka dalam hidup yang rumit, penuh perjuangan dan intrik. Hal itu disebabkan karena Maipa Deapati adalah kembang kesultanan paling berkuasa di wilayah Nusa Tenggara Barat, di jamannya. Sedangkan Datu Museng adalah pemuda tak dikenal, yang datang dari seberang lautan, Sulawesi.
Hingga saat ini, kisah cinta keduanya tak pernah lekang dan selalu dikenang oleh kedua suku yang punya ikatan sejarah itu.
Bahkan keturunan Maipa Deapati dari Kesultanan Sumbawa masih datang secara berkala untuk menengok makam leluhur mereka yang cantik jelita itu. Sultan Sumbawa ke-17, Sultan M Kaharuddin IV, pada 2011 lalu, juga menyempatkan diri mengunjungi makam leluhurnya itu, seminggu setelah dilantik sebagai Sultan Sumbawa.
Kisah cinta Maipa Deapati dan Datu Museng, sudah tulis dengan baik oleh seorang wartawan senior asal Makassar, Verdi R Baso.
Baca: Penulis Kisah Datu Museng-Maipa Deapati Terinspirasi Sirinlik
Tulisan itu telah mengabadikan perjalanan cinta antara dua anak manusia yang berasal dari lingkungan yang berbeda. Si lelaki adalah pemuda biasa yang berasal dari negeri yang jauh, Sulawesi, dan si wanita adalah bunga Kesultanan yang sedang mekar dan digambarkan memiliki kecantikan luar biasa.
Kisah pasangan ini tak hanya abadi di atas kertas. Bahkan mereka pun sesekali masih muncul di hadapan manusia biasa.
“Mereka pernah muncul di lantai lima hotel Aryaduta, berpakaian pengantin lengkap yang berwarna merah,” tutur Daeng Kenna (68), sang pemegang kunci makam.
Pasangan itu, kata Daeng Kenna, dilihat oleh salah satu pelayan di hotel. Pelayan itu heran karena ada pengantin yang sedang menghadap ke laut, sementara pada saat itu, tidak ada acara pengantin apapun di hotel tersebut.
Saat ini, keduanya berbaring berdampingan di liang yang sama. Ada tiga nisan yang tampak terpasang di kuburan milik pasangan Maipa Deapati-Datu Museng. “Tapi hanya ada dua saja. Yang paling pendek adalah nisan yang lama,” jelas Daeng Kenna.
Dia menambahkan bahwa nisan yang besar (berbahan kayu, red) adalah milik Maipa Deapati, sedangkan nisan batu berwarna hitam adalah milik Datu Museng.
Daeng Kenna sendiri menerima tugas sebagai pemegang kunci makam Datu Museng, karena warisan dari ayahnya. Saat ini, pemegang kunci makam adalah turunan langsung Datu Museng dari generasi ke generasi. “Pernah juga dipegang oleh orang lain, tapi dikembalikan kepada keturunan Datu Museng,” katanya.
Kisah cinta Maipa Deapati dan Datu Museng, tak hanya mengikat kebangsawanan Gowa dan Sumbawa, tetapi juga telah mengikat Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur dalam satu keluarga.
Verdi R Baso, sang penulis novel, pun berpesan untuk tetap selalu mengingat sejarah yang mempertautkan Makassar dan Sumbawa itu. Salah satu caranya adalah dengan sesekali mengunjungi makam pasangan kekasih dengan kisah cinta abadi itu.