Oleh : Ahmad Usman
Dosen Universitas Mbojo Bima
Inipasti.com, Masyarakat majemuk dan masyarakat multikultur adalah dua istilah yang dicanangkan untuk memahami masyarakat yang bersuku-suku, beretnis-etnis, beragam agama, bahasa, dan tradisi dalam tatanan sosial (Suparlan, 2014). Suatu masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat dengan sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya adalah sedemikian rupa sehingga para anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain (Seru, 2020).
Kemajemukan sosial ditentukan indikator-indikator seperti kelas, status, lembaga, ataupun power. Kemajemukan budaya ditentukan oleh indikator-indikator genetik-sosial (ras, etnis, suku), budaya (kultur, nilai, kebiasaan), bahasa, agama, kasta, ataupun wilayah (Saad dalam Usman, 2024).
Kemajemukan masyarakat Indonesia dapat berpotensi membantu bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang bersama. Sebaliknya, jika kemajemukan masyarakat tersebut tidak dikelola dengan baik, maka akan menyuburkan berbagai prasangka negatif (negative stereotyping) antar individu dan kelompok masyarakat yang akhirnya dapat merenggangkan ikatan solidaritas sosial.
Masyarakat majemuk seperti Indonesia memiliki potensi konflik, baik karena faktor-faktor kemajemukan horizontal maupun faktor kemajemukan vertikal. Kondisi ke arah terjadinya konflik, potensial terjadi apabila faktor kemajemukan horizontal bersatu dengan faktor kemajemukan vertikal.
Keberagaman secara nominal maupun gradual merupakan fakta yang tidak mungkin diingkari di negeri ini. Keberagaman memiliki legitimasi ideologis, sosiologis, kultural maupun teologis. Kita memiliki beribu-ribu pulau, beragam agama, etnis, budaya dan bahasa menjadi kekayaan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain.
Indonesia merupakan negara yang multikultural, negara yang kaya akan keberagaman suku bangsa di dalamnya. Setiap suku bangsa mempunyai keunikan sendiri-sendiri, berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut sangatlah luas cakupannya. Mencakup perbedaan agama, ras, suku, adat istiadat, bahasa, dan sebagainya.
Benar adanya bahwa di dunia ini beragam, tidak berisi satu warna, tetapi kompleks, di samping bermacam-macam dan bertingkat-tingkat, warna juga hampir tak terhingga; bisa diolah dan dicampur dengan warna lain, sehingga membentuk warna baru. Walaupun sudah beribu warna jenis, tetapi masih mungkin menambah warna baru. Jika memperhatikan lukisan, dengan kombinasi langit berwarna biru; pepohonan hijau, di sawah tertanam padi yang menguning, gunung membiru, air di danau memantulkan bayangan pemandangan di atasnya, sinar matahari pagi memerah dan oranye, lukisan alam itu indah (Swasono dan Macaryus, 2012).
Keragaman tidak serta-merta menciptakan keunikan, keindahan, kebanggaan, dan hal-hal yang baik lainnya. Keberagaman masyarakat memiliki ciri khas yang suatu saat bisa berpotensi negatif bagi kehidupan bangsa tersebut. Karenanya, perlu ada dan diciptakan suasana harmoni.
Indahnya Harmonisasi Sosial
Mendengar kata harmoni orang sering teringat akan musik. Gamelan, dangdut, pop, kenthongan, atau musik daerah juga mengisyaratkan adanya nilai harmoni di dalamnya. Keserasian antara suling, gendang, gong, dan lainnya terpadu dalam satu alunan lagu dan syair yang merdu dan enak didengar juga menunjukkan sisi harmoni ini. Berbeda dengan lagu yang menghentak-hentak, beringas, dan keras tidak beraturan seringkali dianggap menunjukkan disharmoni di dalamnya yang kemudian dimaknai pemainnya sedang murka dan melampiaskan dendam kesumat hatinya atau sebagai ekspresi protes pada lingkungannya yang disharmoni. Harmoni tidak berarti seragam dan serba monoton. Harmoni berarti adanya pluralitas dan keberbedaan yang saling melengkapi untuk kedamaian dan keindahan (Rofiq, 2007).
Berbeda agama, organisasi, etnis, suku, politik, dan Negara bukan otomatis sebagai penghalang penciptaan harmoni tapi bisa sebagai media atau dasar penciptaan harmoni. Harmoni harus dibangun pertama kali dalam keluarga dengan komuniksi efektif dan kedekatan kemudian dikembangkan ke luar rumah. Kedekatan dan kemesraan yang ditunjukkan oleh sebuah keluarga menunjukkan nilai harmonis tersebut sebagaimana alat musik yang menunjukkan suara merdu dan enak jika didengarkan. Setiap keserasian, keselarasan, kehangatan, keterpaduan, dan kerukunan menunjukkan makna harmoni ini.
Menelusuri makna hakiki harmoni berarti merujuk pada keserasian, kehangatan, keterpaduan, dan kerukunan yang mendalam dan melibatkan hati dan jiwa beserta bukti fisiknya. Integrasi antara fisik-psikis akan termanifestasikan dalam bentuk prilaku dan kenyamanan untuk bersanding dan berdampingan. Keengganan seseorang untuk mendengar, menyapa, dan bersanding menunjukkan bahwa harmoni orang tersebut sedang terganggu. Boleh jadi ia terlihat atau memperlihatkan adanya harmonitas (dhohir) terhadap seseorang tetapi dalam batinnya ada pertentangan dan pertikaian di antara mereka. Hal ini bukan hakikat harmoni. Harmoni sebenarnya merujuk pada keselarasan dhohir-bathin yang ada pada diri seseorang sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat (Rofiq, 2007).
Harmoni juga menunjuk pada adanya kreatifitas yang progresif dan dinamis. Progresifitas dan dinamika hidup merupakan tuntutan kehidupan itu sendiri seperti halnya harmoni. Kehidupan tanpa keharmonisan kurang memiliki makna tetapi keharmonisan tanpa dinamika dan kreatifitas akan menghilangkan nilai harmoni itu sendiri sebab lambat laun akan terjadi konflik. Tidak ada keharmonisan dibangun di atas kestatisan dan kejumudan. Kehidupan ideal bagi siapapun adalah kemampuan menciptakan sebuah budaya dan tradisi hidup yang harmonis secara fisik-psikis dalam diri, bermasyarakat, dan berbangsa. Dinamika hidup yang tinggi untuk menggapai keluhuran peradaban dan kemanusiaan. Cita-cita demikian menjadi dambaan setiap individu dan komunitas sosial. Kerukunan dan keharmonisan akan membuat kehidupan dalam kesantosaan atau kebahagiaan, meskipun antara idealitas-normatif dengan realitas-historis belum tentu sejalan di lingkungannya.
Harmoni sosial adalah suatu keadaan keseimbangan dalam suatu poros kehidupan, harmoni sosial merupakan keadaan yang selalu didambakan oleh masyarakat dalam kehidupan mereka, harmoni sosial adalah dua kata yang saling berkesinambungan dan memiliki arti kata yang tidak dapat dipisahkan.
Harmonitas sosial dicapai jika tidak terjadi konflik-konflik sosial. Bukan berarti dengan adanya perbedaan dan keragaman di masyarakat itu lalu disebut sebagai konflik, karena keragaman dan keberbedaan merupakan bagian dari syarat terwujudnya keharmonisan sosial. Tanpa pluralitas atau kemajemukan tidak bisa ditemukan istilah harmonis, rukun, selaras, serasi, bersatu, dan semacamnya. Keberbedaan dan keragaman tersebut akan membentuk keharmonisan jika dikelola dengan baik dan tidak menjadikan di antaranya bertabrakan atau berbenturan dengan yang lain.
Pada bidang musik, sejak abad pertengahan pengertian harmoni tidak mengikuti pengetian yang pernah ada sebelumnya, harmoni tidak lagi menekankan pada urutan bunyi dan nada yang serasi, namun keserasian nada secara bersamaan. Singkatnya harmoni adalah ketertiban alam dan prinsip/hukum alam semesta.
Wujud Harmoni Sosial
Bentuk-bentuk harmoni sosial menurut Darwis (2015), sebagai berikut. Pertama, harmoni sosial vertikal. Harmoni sosial vertikal merupakan upaya penciptaan kesatuan hidup bersama dalam masyarakat majemuk, yang terkait dengan kemajemukan vertikal. Adapun yang dimaksud dengan kemajemukan vertikal adalah kondisi struktur sosial masyarakat yang terpolarisasi berdasarkan kepemilikan kekuasaan, pengetahuan dan kekayaan. Dengan demikian kemajemukan vertikal berkenaan dengan adanya polarisasi antara kelompok penguasa dan yang dikuasai, kelompok berpendidikan dan kurang berpendidikan, kelompok kaya dan miskin.
Kedua, harmoni sosial horizontal. Harmoni sosial horizontal merupakan upaya penciptaan kesatuan hidup bersama dalam masyarakat majemuk, yang terkait dengan kemajemukan horizontal. Adapun kemajemukan horizontal yang dimaksud adalah kondisi struktur sosial masyarakat yang terpolarisasi berdasarkan keragaman budaya (suku bangsa, daerah, agama, dan ras), keragaman sosial (perbedaan profesi dan pekerjaan), dan keragaman tempat tinggal (desa dan kota). Dengan kata lain, kemajemukan horizontal adalah keragaman identitas dan karakter budaya kelompok masyarakat.
Bentuk-bentuk keharmonisan hubungan antar etnis. Unsur-unsur kerukunan antar etnis antara lain: 1) masyarakat ramah antar tetangga, 2) kehidupan yang terbangun harmonis, 3) gotong royong, 4) saling menutupi kekurangan, 5) cinta damai, 6) toleransi dalam beribadat, 7) menghormati hak orang lain, 8) selaras, 9) dinamika yang tenang, 10) tentram tanpa perselisihan diatas perbedaan, 11) menjunjung tinggi nilai kekeluargaan, 12) menghindari ketegangan dalam pertentangan, 13) pembangunan merata dalam semua aspek, 14) seimbang antara hak dan kewajiban, 15) bersahaja, 16) saling membuka akan hal baru (Setiawati, 2020).
Pendorong dan Penghambat Keharmonisan
Masyarakat multikultural adalah suatu kondisi masyarakat majemuk yang telah tercapai sebuah keteraturan dan keharmonisan dalam masyarakat, dengan banyaknya diferensiasi sosial masyarakat tercipta suatu keharmonisan, saling menghargai, kesederajatan dan mempunyai kesadaran tanggungjawab sebagai satu kesatuan.
Faktor-faktor pendukung keharmonisan hubungan antar etnis. Pertama, faktor intern. Adalah adanya kesadaran dari setiap individu itu sendiri untuk melakukan hal-hal yang dapat membawa kemaslahatan bagi masyarakat dan ini merupakan tanggung jawab dari individu itu sendiri seperti saling mengasihi, menyayangi, toleransi, dan saling bersilaturahim. Kedua, faktor ektern. Adalah adanya kegiatan-kegiatan sosial yang diadakan oleh masyarakat itu sendiri seperti gotong royong, pembuatan parit jalan, Karang Taruna, Remaja Masjid, tolong menolong antar tetangga, dan ataupun aktivitas yang bersifat spontanitas (Setiawati, 2020).
Hambatan-hambatan dalam membangun keharmonisan hubungan antar etnis. Menurut Ioanes Rakhmat (2010), ada beberapa faktor yang menghambat: (1) fundamentalisme. (2) Pandangan dan sikap pro-Barat dan anti-Arab versus pandangan dan sikap pro-Arab dan anti-Barat. (3) Kemiskinan yang masih mencirikan kehidupan bagian terbesar rakyat. (4) Politik oportunis devide et. (5) Keberpihakan pemerintah (pusat maupun daerah). (6) Keberagamaan yang irasional mitologis masih sangat kuat.
Harmonisasi dan Interaksi Sosial
Harmonisasi yang terjadi di masyarakat tidak terlepas dari beberapa pihak terkait yang melakukan sebuah interaksi yang baik, hal ini akan kita lihat dalam Teori Talcott Parsons (Soekanto, 2013) mengindikasikan adanya hubungan timbal balik antara empat sistem aksi yang terdiri dari kebudayaan, struktur sosial, kepribadian dan organisasi. Parsons menyebut keseluruhan empat sistem aksi sebagai sebuah organisme. Organisme merupakan sub sistem yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan dan pengambilan keputusan. Parsons memandang terjadinya integrasi antara sistem aksi dan kebudayaan sehingga dalam sistem sosial, sistem kepribadian berpengaruh kuat dan menjadi prasyarat penting terbentuknya sistem sosial.
Teori fungsionalis Talcott Parsons dalam karyanya The Structure of Social Action yang dipaparkan oleh Soekanto (2013) menekankan sebuah elemen penting dalam sebuah koordinasi mekanisme dari seorang aktor dalam masyarakat. Arah teoritis dari analisa Parsons adalah solusi untuk masalah-masalah keteraturaan tatanan sosial harus dicari dalam eksistensi dan fungsi elemen-elemen normatif manusia. Analisa Parsons bermuara kepada sosialisasi dan institusionalisasi mengenai hubungan-hubungan antara sistem sosial, kultural dan personalitas. Parsons membentuk model regulasi normatif perilaku sosial yang membentuk peran dalam masyarakat. Peran aktor-aktor dalam masyarakat ialah upaya merekonstruksi peran sosial sebagai aspek negoisasi yang terus-menerus dapat dilakukan dimana seorang individu terlibat dalam masyarakatnya untuk menciptakan ketertiban dan stabilitas.
Merawat Keharmonisan
Upaya membingkai masyarakat Indonesia yang berbhinneka tidak bisa taken for granted atau trial and error (Azra, 2006), tetapi sebaliknya harus diupayakan secara sistematis, programatis, integrated dan berkesinambungan. Tilaar (2007) mengemukakan bahwa suatu masyarakat yang pluralistis dan multikultural tidak mungkin dibangun tanpa adanya manusia yang cerdas dan bermoral.
Unsur-unsur kerukunan antar masyarakat antara lain: masyarakat ramah antar tetangga, kehidupan yang terbangun harmonis, pembangunan merata dalam semua aspek, seimbang antara hak dan kewajiban, bersahaja, gotong-royong, saling menutupi kekurangan, cinta damai, toleransi dalam beribadat, menghormati hak orang lain, selaras, dinamika yang tenang, tentram tanpa perselisihan di atas perbedaan, menjunjung tinggi nilai kekeluargaan, menghindari ketegangan dalam pertentangan, saling membuka akan hal baru.
Untuk menjaga keharmonisan dibutuhkan berbagai cara dan metode di antaranya: yang pertama, masyarakat harus benar-benar diberikan pemahaman terhadap kesenjagan sosial dan dampaknya, sehingga masyarakat sadar bahwa menjaga keharmonisan adalah suatu hal yang begitu penting guna tetap menjaga lingkunganya yang kondusif. Yang kedua, orang tua harus menghimbau dan selalu mengawasi anak-anaknya, terutama anak yang sedang mencari jati diri atau anak remaja. Karena tidak sedikit kesenjangan yang muncul adalah akibat dari pola dan tingkah laku remaja. Yang ketiga, selalu berinteraksi dengan sopan dan tidak membuat orang lain benci bahkan menyimpan dendam terhadap kita. Berbicara sopan dapat menarik simpati orang lain terhadap kita, sehingga kehadiran kita akan selalu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi orang lain (Nur Ahmad dalam Usman, 2019).
Agar kerukunan hidup beragama dapat dipelihara dengan baik, terdapat usaha-usaha agar dapat tercipta kerukunan dan keharmonisan yaitu: pertama, tidak memaksakan kehendak atau keyakinan kepada orang lain. Kedua, bekerjasama dan gotong royong untuk mengerjakan sesuatu yang menyangkut masyarakat. Ketiga, kepentingan bersama, tidak membeda-bedakan antar umat dalam hal agama dan keyakinan. Keempat, memberi kesempatan penuh kepada orang lain untuk menjalankan ibadahnya. Kelima, menghormati orang lain yang sedang menjalankan ibadahnya. Keenam, saling menghormati perayaan Hari Besar Agama (Nur Ahmad dalam Usman, 2019).
Dalam merawat keharmonisan, prinsip hidup rukun harus dapat diciptakan dengan cara disiplin pada lima hal, yaitu:
W : maksudnya word, artinya jagalah kata-kata;
A : maksudnya action, artinya jagalah tindakan;
T : maksudnya thought artinya jagalah pikiran;
C : maksudnya character, artinya jagalah watak;
H : maksudnya heart, artinya jagalah hati.
Menjelma sebagai manusia itu adalah sungguh-sungguh utama, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara dan berbahagialah menjelma sebagai manusia (Kajeng, dkk, 2000).
Membingkai Harmonisasi
Proses merealisasikan harmonisasi, keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat dapat tercipta : pertama, dengan adanya kontak sosial yang berimbang dan tidak ada diskriminasi antar masyarakat. Kedua, ada sebuah komunikasi yang baik antar warga masyarakat serta dengan pemerintah. Ketiga, adanya akomodasi ketika ada sebuah masalah di masyarakat. Keempat, asimilasi untuk mengurangi gesekan antar warga tidak gampang terpengaruh dari orang lain yang menjadikan perpecahan. Kelima, akulturasi budaya dan agama. Keenam, terjalin sebuah kerjasama antar warga masyarakat.
Masyarakat dikatakan harmonis jika hubungan antar masyarakat satu dengan yang lainnya baik dan memiliki rasa solidaritas sosial yaitu saling peduli, saling tolong menolong, kerjasama yang tinggi dan gotong royong. Ada beberapa unsur suatu masyarakat dikatakan harmonis yaitu: gotong royong, saling menutupi kekurangan, cinta damai, toleransi dalam beribadat, menghormati hak orang lain, selaras, dinamika yang tenang, tentram tanpa perselisihan di atas perbedaan dan lainnya. Cara yang dilakukan untuk membangun suatu masyarakat yang harmonis yaitu dengan pengenalan tentang masyarakat sekitar, himbauan dari orang tua terhadap anak dan interaksi yang baik antar masyarakatnya.
Harmoni sosial tidak akan pernah tercapai ketika tidak tercipta kehidupan yang damai serta saling menghargai dari setiap anggota masyarakat yang tinggal bersama dan memiliki perbedaaan. Makanya, dalam ragam keberagaman perlu membingkai harmoni–harmonisasi sosial.
Semoga !!!