INIPASTI.COM, “Nak!, perbuatan baik jangan diawali dengan perbuatan yang tidak baik”, demikian azas hukum berbuat baik yang senantiasa diajarkan oleh orangtua penulis kepada anak anaknya. Dengan demikian untuk mendapatkan hasil akhir yang baik, harus diawali dengan perbuatan yang baik pula.
QS. An-Nahl : 98 menjelaskan bahwa Basmalah adalah simbol awal dari perbuatan baik dan merupakan syarat diterimanya amal kebaikan.
Naik Haji adalah salah satu perbuatan baik/ perbuatan suci yang diwajibkan kepada ummat Islam yang mampu, ummat Islam yang tidak mampu, tidak wajib baginya untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima itu.
Pengertian mampu dalam hal ini adalah mampu lahir dan bathin (mampu fisik dan mental), mampu biaya, dan mampu waktu. Ibadah haji adalah ibadah fisik, sehingga fisik yang “kuat” tentu sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan haji. Mampu biaya adalah harus mampu membiayai biaya perjalanan dan biaya hidup selama perjalanan, serta biaya hidup bagi keluarga yang ditinggalkan (yang menjadi tanggungjawabnya).
Lebih luas lagi, adalah ironis jika ummat Islam mampu naik haji, sementara masih ada tetangga di sekitar tempat tinggalnya yang “tidak makan”. Padahal kita semua tahu bahwa seberapa banyak orang yang berhaji tapi hajinya tidak diterima, sementara ada orang yang tidak jadi berhaji tapi ia dinyatakan sebagai haji mabrur karena lebih mendahulukan ibadah sosialnya.
Contoh kisah tukang sepatu di Damsyiq yang bernama Muwaffaq yang tidak jadi berhaji tetapi hajinya diterima, sudah sering kita dengar ceritanya.
Mampu waktu, adalah mempunyai waktu yang cukup dan sudah mendapatkan quota haji secara benar melalui proses yang baik, sehingga menjadi perbuatan awal yang baik.
Fenomena perbuatan baik Naik Haji di Indonesia saat ini luar biasa. Dari tahun ke tahun jumlah pendaftar haji terus meningkat, sementara quota haji cenderung tetap atau bertambah sedikit saja. Akibat dari supply dan demmand jadi tidak seimbang, menyebabkan terjadi perbuatan-perbuatan yang tidak baik mengawali perbuatan suci ini.
Sungguh ironis bukan? Ummat Islam sudah tidak perduli dengan proses mendapatkan quotanya, melainkan fokus pada berangkat naik haji dan secepat cepatnya.
Terjadilah praktek-praktek yang tidak baik seperti : 1) Berangkat dari daerah yang (katanya) kuotanya banyak tapi yang berangkat lebih sedikit; 2) Menggunakan fasilitas pejabat tertentu yang (katanya) selalu ada; 3) Melakukan Umrah menjelang musim haji, dan tinggal disana sampai musim haji tiba; dan kejadian paling konyol yang masih hangat adalah 4) Berangkat dari negara-negara yang (katanya) kuotanya tidak pernah dipenuhi.
Berangkat dari daerah lain (dalam satu negara Indonesia) adalah perbuatan yang tidak baik, karena yang bersangkutan akan dibuatkan dokumen kependudukan (KTP, Kartu Rumah Tangga, Alamat) yang asli tapi palsu.
Sama juga jika berangkat dari negara lain, sudah jelas makin banyak perbuatan tidak baik yang dilakukan oleh peserta haji tersebut. Buktinya, 177 Jemaah Haji Indonesia saat ini ditahan oleh Imigrasi Philipina, karena ingin berangkat dengan menggunakan Paspor Philipina.
Ingat bahwa Paspor adalah sama dengan KTP Internasional. Memalsukan KTP/ Paspor adalah perbuatan yang tidak baik bahkan illegal dan melanggar pasal 263 KUHP.
Berangkat dengan menggunakan quota khusus/ fasilitas pejabat. Koq ada quota khusus/fasilitas untuk pejabat? Dalam melaksakan ibadah, seharusnya semua orang mempunyai kedudukan dan kesempatan yang sama.
Contohnya, dalam Shalat berjamaah, yang mengisi shaft terdepan adalah orang yang pertama kali datang mengisi shaft tersebut. Jika pejabat diberi fasilitas lebih dari rakyatnya dalam hal quota haji, maka ini adalah perbuatan zalim. Men-zalimi rakyat adalah perbuatan tidak baik.
Demikian pula dengan berangkat Umroh lalu tinggal disana sampai musim haji tiba adalah perbuatan tidak baik, karena visa yang digunakan adalah visa umrah, sementara untuk haji harus menggunakan visa haji.
Subhanallah, sungguh Allah Mahakaya dan tak pernah kekurangan pahala untuk dibagikan pada hamba-hamba-Nya.
Bila kita tak mampu pergi haji, karena miskin atau sakit, atau terhalang oleh penguasa yang zalim, tetaplah menumbuhkan semangat dalam hati untuk memohon diberikan kesempatan untuk berhaji, namun tetaplah pada azas hukum, mengawali perbuatan baik dengan hal yang baik pula.
Senantiasalah melakukan amalan-amalan yang baik seperti : 1) Mengerjakan puasa pada hari Arafah di Tanah Air; 2) Membela orang yang teraniaya dan memenuhi kebutuhan seorang muslim.; karena ganjaran bagi kedua perbuatan baik tersebut tiada lain kecuali sama dengan ganjaran haji mabrur.
Wallahu A’lam Bishawab.