Kemarin (24/716), Presiden Joko Widodo bersilaturrahmi dengan ribuan relawan yang mendukungnya pada pemilihan presiden 2014 lalu. Spekulasi kemudian berselancar ke sana kemari. Presiden disebut ingin mendengar aspirasi relawan, termasuk aspirasi tentang reshuffle kabinetnya.
Gaya Presiden Jokowi sangat berbeda dengan sytle SBY menjelang reshuffle menteri. Saat SBY hendak melakukan pergantian menterinya, SBY selalu mendahului dengan pertemuan bersama satuan tugas yang dibentuk bersama oleh partai-partai pendukungnya. Jokowi malah mengambil jalan lain, mendengar suara relawan. Tentu saja Jokowi membangun komunikasi politik dengan partai-partai yang memberikan dukungan kepada pemerintahannya.
Apa sesungguhnya pesan politik dari Jokowi yang hendak disampaikan terutama kepada elit-elit politik yang bercokol pada Partai Politik. “Banyak analisa yang berseliweran, bisa jadi Jokowi mau memperlihatkan kekuatan politik riil kepada partai-partai politik. Karena Jokowi tidak memiliki Partai. Jokowi bukan politisi yang lahir dari episentrum elit politik Indonesia. Itu sebabnya, dia harus membangun basis massa untuk melawan tekanan elit-elit politik dari partai.” Demikian pandangan Dr. Imam Mujahidin Fahmid, akademisi yang mendalami Sosiologi Kekuasaan di Indonesia.
“Secara politik, Jokowi harus memiliki kekuatan massa yang riil, untuk disandingkan dengan kekuatan politik partai. Jokowi boleh saja tidak memiliki Partai Politik formal, tetapi dia harus memastikan memiliki Partai “Relawan,” tujuannya agar pemerintahannya bisa berjalan efektif, tidak dibawah tekanan dan bayang-bayang Partai Politik.” Lanjut Imam.
Akan tetapi apakah efektif menjalankan pemerintahan tanpa didukung oleh militansi Partai Politik? Jokowi sesungguhnya memiliki PDIP, Nasdem, Hanura, dan PKB, partai yang mati-matian mengantarnya menuju istana. Namun partai tetap menunjukkan karakter aslinya, memburu tujuan, memanen kepentingan. Manakala mereka tidak memperoleh tujuan dan tidak meraih kepentingannya, maka mereka akan berbalik menjadi musuh politik. Menjaga keseimbangan politik inilah yang harus dilakukan oleh Presiden Jokowi.
“Jokowi tidak boleh hanya bergantung pada Partai Politik, juga jangan sampai hanya mengandalkan relawan. Kedua-keduanya sama pentingnya untuk mengelola pemerintahan yang efektif. Intinya, harus memiliki kemampuan untuk meramu kekuatan elit dengan preferensi massa akar rumput.” Pilihan-pilihan ini harusnya sudah tuntas pada tahun pertama kepemiminan Jokowi-JK harap Imam. “Banyak tugas pemerintahan yang mendesak dan harus diselesaikan dengan cepat oleh pemerintah. Banyak soal seperti; pangan, energy, pajak, solidaritas sosial yang semakin menepis, dan lusinan masalah lain yang menunggu penanganan serius dari pemerintah.” Harap Imam.
Masalah-masalah ini tidak bisa diselesaikan, kalau pemerintah hanya mengurus kepentingan partai politik dan kelompok-kelompok tertentu. Pemerintah diharapkan mampu bekerja dengan perspektif yang kompherensif, tidak dibebani terlalu berat oleh kepentingan kelompok-kelompok tertentu.
“Kuncinya ada pada leadership Presiden Jokowi. Kementerian bisa efektif kalau presiden memiliki manajemen kepemimpinan yang ketat, koordinasi yang jelas. Dan memiliki wibawa yang kuat.” Jelas Imam Mujahidin.