INIPASTI.COM – Berdasarkan Pasal 5 Ayat 2 UUD Negara Republik Indonesia 1945, “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya”. Sebagaimana telah diterbitkannya PP Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan delegasi dari UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai peraturan pelaksana dari undang-undang ini.
Hadirnya Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2018 merupakan wujud dari semangat pemerintah untuk memberantas korupsi dengan melibatkan peran serta masyarakat, sehingga diharapkan peraturan ini dapat menjadi motivasi masyarakat untuk ikut andil dalam membantu memberantas korupsi di lingkungan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Sebab Peraturan Pemerintah tersebut memerintahkan untuk memberikan penghargaan berupa premi, sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Dan dalam hal tindak pidana korupsi berupa suap dari nilai uang suap dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan. Besaran premi yang diberikan paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Akan tetapi, di samping pasal yang menjelaskan mengenai pemberian hadiah berupa premi yang besar kepada masyarakat atas jasanya mengungkap kasus Korupsi. Harus pula diperhatikan bahwa Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana undang-undang KPK ini tidak hanya di lihat dari PP itu saja atau langsung terpengaruh dengan besarnya Premi atau Penghargaan yang diberikan, namun harus pula dilihat Peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan PP tersebut, seperti UU No 31 tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana dalam PP No 43 Tahun 2018 menjelaskan mengenai perlindungan hukum bagi pelapor. Bahwa pada Pasal 12 ayat (1) di jelaskan, “Hak untuk memperoleh pelindungan hukum dari Penegak Hukum, dan dalam hal diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sebagai Pelapor, saksi, atau ahli”.
Jika dihubungkan PP No. 43 Tahun 2018 dengan UU No. 31 tahun 2014 keduanya memiliki keterkaitan, sebab pada UU No. 31 Tahun 2014 tertulis juga mengenai seorang saksi dan korban diberikan hak berupa: a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; c. memberikan keterangan tanpa tekanan; d. mendapat penerjemah; e. bebas dari pertanyaan yang menjerat; f. mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus; g. mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan; h. mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan; i. mendapat identitas baru; j. mendapatkan tempat kediaman baru; k. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; l. mendapat nasihat hukum; dan/atau m. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir (lihat Pasal 5 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2014). Artinya, perlindungan hukum itu berlaku kepada orang perseorangan dan kelompok orang yang laporannya mengandung kebenaran dan telah menjadi hak si pelapor untuk mendapatkan perlindungan dan kebutuhannya selama kasus tersebut berlangsung.
Maka dari itu, masyarakat diharapkan perlu menyadari mengenai keselamatannya atas dampak yang ditimbulkan dari laporannya tersebut. Melihat bahwa kejahatan Korupsi itu dilakukan oleh seseorang yang memiliki kuasa atas uang dan jabatannya, sehingga tidak menutup kemungkinan, pelapor akan mendapat diskriminasi atau lebih parahnya biasanya tersangka akan berupaya untuk membalikkan keadaan dengan melaporkan balik atas tuduhan atau pun pencemaran nama baiknya. Sehingga dalam memahami PP No. 43 Tahun 2018 tersebut harus memahami pula UU No 31 tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Dengan demikian, dalam PP Nomor 43 tahun 2018 Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam hal perlindungan hukum terhadap saksi harus juga memahami bahwa sebelum melakukan laporan kepada penegak hukum atas pengungkapannya terhadap suatu tindak pidana korupsi, harus juga mengetahui aturan-aturan lain sebagai bentuk dari upaya agar tindakannya tidak menimbulkan dampak yang bisa mencelakakan dirinya dan keluarganya. Di sisi lain, masyarakat harus cermat dan faham bahwa proses hukum yang panjang yang akan di hadapi di meja hijau tentu harus menjadi pertimbangan dan niat yang kuat untuk mengungkap kejahatan korupsi tersebut sampai pada putusan hakim (**).
Penulis: Nehru Asyikin
Mahasiswa Pascasarjana Program Magister Ilmu Hukum UII Yogyakarta