INIPASTI.COM – Sejarah Pemilu di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari pemilu pertama yang diadakan pasca kemerdekaan. Pada tahun 1955, Indonesia mengadakan pemilu pertamanya setelah mengalami beberapa penundaan akibat situasi politik dan keamanan yang tidak stabil.
Pemilu 1955 diadakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Konstituante. Dewan Konstituante bertugas menyusun konstitusi baru menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Meskipun mengalami penundaan, pemilu tersebut akhirnya dilaksanakan dengan menggunakan sistem perwakilan proporsional. Hal ini berarti jumlah kursi yang diperoleh oleh setiap partai atau calon bergantung pada jumlah suara yang mereka peroleh.
Proses pemilu 1955 dibagi menjadi dua tahap, yaitu pemilu untuk DPR pada 29 September 1955 dan pemilu untuk Konstituante pada 15 Desember 1955. Partisipasi dalam pemilu ini melibatkan 29 partai politik dan beberapa calon perorangan, dengan jumlah pemilih mencapai sekitar 38 juta orang. Meskipun wilayah Irian Barat tidak dapat mengikuti pemilu karena masih dikuasai oleh Belanda, pemilu ini dianggap sebagai tonggak sejarah demokrasi di Indonesia.
Hasil pemilu 1955 menunjukkan bahwa tidak ada satu partai pun yang meraih mayoritas absolut, baik di DPR maupun Konstituante. Partai Nasional Indonesia (PNI) menjadi partai dengan perolehan suara terbanyak, sekitar 22% untuk DPR dan 23% untuk Konstituante, diikuti oleh Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) sebagai partai besar lainnya.
Penting untuk dicatat bahwa pemilu 1955 dianggap sebagai yang paling demokratis dan bebas dalam sejarah Indonesia. Proses penyelenggaraannya tidak terpengaruh oleh campur tangan pemerintah atau militer. Pemilu ini juga mencerminkan keragaman dan pluralisme masyarakat Indonesia, melibatkan berbagai agama, etnis, budaya, dan ideologi.
Namun, pemilu 1955 tidak berjalan tanpa kendala. Beberapa masalah termasuk kurangnya sarana dan prasarana, kesulitan transportasi, gangguan keamanan, dan manipulasi suara. Meskipun demikian, pemilu ini secara umum dianggap berhasil dalam menampung aspirasi rakyat dan mencerminkan keberagaman Indonesia.
Sayangnya, hasil pemilu 1955 tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Dewan Konstituante yang terbentuk dari pemilu tersebut gagal menyusun konstitusi baru karena perbedaan pendapat antara kelompok yang menginginkan dasar negara berdasarkan Pancasila dan yang menginginkan berdasarkan Islam, seperti yang terjadi pada pemberontakan DI/TII.
Pada akhirnya, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan Dewan Konstituante dan mengembalikan Undang-Undang Dasar 1945. Meskipun demikian, pemilu 1955 tetap menjadi sumber inspirasi dan pelajaran bagi generasi-generasi selanjutnya.
Pemilu 1955 menunjukkan bahwa Indonesia mampu menyelenggarakan pemilu yang demokratis dan bebas, serta menghargai keragaman dan pluralisme. Pemilu ini juga menjadi bukti bahwa rakyat Indonesia memiliki hak dan tanggung jawab untuk menentukan nasib bangsanya sendiri. Sejarah pemilu di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peristiwa pemilu pertama kali yang digelar di Indonesia (sdn)