Inipasti
Advertisement
  • Home
  • News
    • All
    • Bencana Alam
    • Berita
    • Citizen Reporter
    • Fenomena
    • Kebakaran
    • Politics
    • Science
    • World
    LLI Sulawesi Selatan Aktif Berpartisipasi di Kegiatan Senam dan Pemeriksaan Kesehatan Lansia

    LLI Sulawesi Selatan Aktif Berpartisipasi di Kegiatan Senam dan Pemeriksaan Kesehatan Lansia

    Delapan Rumah Terbakar di Jl. Andi Tonro 6, 62 Jiwa Terdampak

    Delapan Rumah Terbakar di Jl. Andi Tonro 6, 62 Jiwa Terdampak

    PPP Buka Peluang Ubah Syarat Caketum Jelang Muktamar 2025, Nama Eksternal Menguat

    PPP Buka Peluang Ubah Syarat Caketum Jelang Muktamar 2025, Nama Eksternal Menguat

    Kontroversi Pengamanan Kejaksaan oleh TNI: Antara Supremasi Sipil dan Sinergi Antar-Lembaga

    Kontroversi Pengamanan Kejaksaan oleh TNI: Antara Supremasi Sipil dan Sinergi Antar-Lembaga

    Tragedi Ledakan Pemusnahan Amunisi di Garut: 13 Korban Meninggal Dunia, Termasuk 4 Prajurit TNI

    Tragedi Ledakan Pemusnahan Amunisi di Garut: 13 Korban Meninggal Dunia, Termasuk 4 Prajurit TNI

    Tragedi Ledakan di Garut: 11 Orang Tewas dalam Pemusnahan Amunisi TNI

    Tragedi Ledakan di Garut: 11 Orang Tewas dalam Pemusnahan Amunisi TNI

    Rektor UGM dan Sejumlah Pejabat Kampus Digugat Terkait Ijazah Presiden Jokowi

    Rektor UGM dan Sejumlah Pejabat Kampus Digugat Terkait Ijazah Presiden Jokowi

    Skandal “Qatar-gate”: Jejak Dana dari Qatar ke Lingkaran Dalam Netanyahu Terbongkar

    Skandal “Qatar-gate”: Jejak Dana dari Qatar ke Lingkaran Dalam Netanyahu Terbongkar

    Kesaksian Penyidik KPK dalam Sidang Hasto Kristiyanto: Rp400 Juta untuk Talangi Suap PAW Harun Masiku

    Kesaksian Penyidik KPK dalam Sidang Hasto Kristiyanto: Rp400 Juta untuk Talangi Suap PAW Harun Masiku

    Dapur Tadco Siapkan 4 Ton Beras Premium untuk Jamaah Haji Indonesia di Makkah

    Dapur Tadco Siapkan 4 Ton Beras Premium untuk Jamaah Haji Indonesia di Makkah

    Trending Tags

    • Donald Trump
    • Future of News
    • Climate Change
    • Market Stories
    • Election Results
    • Flat Earth
  • Politik
  • Pendidikan
  • Hukum & Kriminal
  • Sains & Teknologi
  • Gaya Hidup
No Result
View All Result
  • Home
  • News
    • All
    • Bencana Alam
    • Berita
    • Citizen Reporter
    • Fenomena
    • Kebakaran
    • Politics
    • Science
    • World
    LLI Sulawesi Selatan Aktif Berpartisipasi di Kegiatan Senam dan Pemeriksaan Kesehatan Lansia

    LLI Sulawesi Selatan Aktif Berpartisipasi di Kegiatan Senam dan Pemeriksaan Kesehatan Lansia

    Delapan Rumah Terbakar di Jl. Andi Tonro 6, 62 Jiwa Terdampak

    Delapan Rumah Terbakar di Jl. Andi Tonro 6, 62 Jiwa Terdampak

    PPP Buka Peluang Ubah Syarat Caketum Jelang Muktamar 2025, Nama Eksternal Menguat

    PPP Buka Peluang Ubah Syarat Caketum Jelang Muktamar 2025, Nama Eksternal Menguat

    Kontroversi Pengamanan Kejaksaan oleh TNI: Antara Supremasi Sipil dan Sinergi Antar-Lembaga

    Kontroversi Pengamanan Kejaksaan oleh TNI: Antara Supremasi Sipil dan Sinergi Antar-Lembaga

    Tragedi Ledakan Pemusnahan Amunisi di Garut: 13 Korban Meninggal Dunia, Termasuk 4 Prajurit TNI

    Tragedi Ledakan Pemusnahan Amunisi di Garut: 13 Korban Meninggal Dunia, Termasuk 4 Prajurit TNI

    Tragedi Ledakan di Garut: 11 Orang Tewas dalam Pemusnahan Amunisi TNI

    Tragedi Ledakan di Garut: 11 Orang Tewas dalam Pemusnahan Amunisi TNI

    Rektor UGM dan Sejumlah Pejabat Kampus Digugat Terkait Ijazah Presiden Jokowi

    Rektor UGM dan Sejumlah Pejabat Kampus Digugat Terkait Ijazah Presiden Jokowi

    Skandal “Qatar-gate”: Jejak Dana dari Qatar ke Lingkaran Dalam Netanyahu Terbongkar

    Skandal “Qatar-gate”: Jejak Dana dari Qatar ke Lingkaran Dalam Netanyahu Terbongkar

    Kesaksian Penyidik KPK dalam Sidang Hasto Kristiyanto: Rp400 Juta untuk Talangi Suap PAW Harun Masiku

    Kesaksian Penyidik KPK dalam Sidang Hasto Kristiyanto: Rp400 Juta untuk Talangi Suap PAW Harun Masiku

    Dapur Tadco Siapkan 4 Ton Beras Premium untuk Jamaah Haji Indonesia di Makkah

    Dapur Tadco Siapkan 4 Ton Beras Premium untuk Jamaah Haji Indonesia di Makkah

    Trending Tags

    • Donald Trump
    • Future of News
    • Climate Change
    • Market Stories
    • Election Results
    • Flat Earth
  • Politik
  • Pendidikan
  • Hukum & Kriminal
  • Sains & Teknologi
  • Gaya Hidup
No Result
View All Result
Inipasti
No Result
View All Result
Home Opini

Penyakit Yang “Layak Dipelihara” (Guru Menuju Budaya Baca !)

Nugrahayu Ayu by Nugrahayu Ayu
June 28, 2024
in Opini
0
Menggugat Dan Menggugah Guru Menulis

Oleh : Ahmad Usman
Dosen Universitas Mbojo Bima

Inipasti.com, “Bacalah buku, maka Anda akan menuai GAGASAN. Taburlah GAGASAN, maka Anda akan menuai PEMIKIRAN. Taburlah PEMIKIRAN, maka Anda akan menuai TINDAKAN. Taburlah TINDAKAN, maka Anda akan menuai KEBIASAAN. Taburlah KEBIASAAN, maka Anda akan menuai KARAKTER. Taburlah KARAKTER dan Anda akan menuai MASA DEPAN” (Anonyomous, 2014).
Menarik sebuah ungkapan bijak nan arif: “Menulislah agar dipahami, berbicaralah agar didengar, dan membacalah agar menjadi besar.”
“Guru malas membaca adalah korupsi!”, demikian ungkapan dari seorang pakar pendidikan Winarmo Surachmad. “Guru harus terus belajar kalau guru berhenti belajar, harus berhenti mengajar.” Ilmu bersifat dinamis, yang terus-menerus harus diakses. Orang yang ketinggalan informasi akan terlepas kontekstualitasnya.
Jorge Luis Borges (1899-1986), seorang Sastrawan Argentina, pernah membayangkan surga sebagai sejenis perpustakaan. Kegilaan Borges membaca buku membuat matanya hampir buta. Ajip Rosidi, seorang sastrawan dan budayawan kita, juga terkenal gila buku. Dari kegilaannya membaca buku dan segala karya tulis orang itulah, dikatakannya sebagai pemompa semangatnya menulis puluhan buku sastra dan budaya.
Ada kejahatan yang lebih buruk dari membakar buku, salah satunya adalah tidak membaca buku (Joseph Alexandrovitch Brodsky, 1940-1996). Pengetahuan sebagian besar tidaklah didapatkan dari bangku sekolah, melainkan melalui buku (Ajip Rosyidi). Sekolah tanpa perpustakaan bagiku bukan sekolah. Pelajar tanpa buku bagiku bukan pelajar (Minda Perangin-Angin, 2004).
Walaupun dua kali dua tetap empat bukan berarti guru tidak perlu terus-menerus belajar. Profesi guru bukan hanya mentransfer ilmu. Tanpa disadari yang ditrasfer kadang pengetahuannya kadaluarsa. Sementara perubahan begitu cepat. Komputerisasi membuat lonjakan besar bagi dunia pendidikan yang berimplikasi secara positif maupun negatif.
Orang yang tidak terus-menerus memperbaharui informasi (baca-ilmu) dengan proaktif mengakses melalui berbagai sumber dan media bisa terjebak pada sikap taklid buta. Seperti bahwa Pluto bukan lagi, bagian dari tata surya. Tidak percaya kalau ada pendapat lain yang mengatakan, bahwa Neil Amstrong tidak pernah mendaratkan kakinya di bulan.
Tiga syarat utama dalam dunia pendidikan adalah pengajar, siswa, dan materi ajar. Di tengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) buku tetap sumberi utama materi belajar. Apalagi mayoritas guru di Indonesia belum banyak yang menguasai TIK, di samping faktor biaya pengadaan sarana TIK masih menjadi kendala.
Di samping persoalan di atas yang memprihatinkan budaya membaca (buku) di kalangan guru sangat rendah. Boro-boro untuk mengoleksi buku. Satu-satunya buku yang dibaca guru adalah buku ajar yang belum tentu diperbaharui tiap tahunnya. Kalau ganti hanya fisiknya saja, segi isi masih mengulang dari tahun ke tahun. 
Kemudian timbul pertanyaan kenapa budaya membaca di kalangan guru begitu rendah dibandingkan dengan intelektual lainnya. Kalau seseorang mengaku guru tapi jarang membaca merupakan salah satu bentuk tindakan korupsi. Mungkin terlalu ekstrim menyebut begitu. Namun itulah fakta penyelewengan profesionalitas guru yang mengurangi hak-hak siswa bahkan dirinya sendiri. Profesionalitas guru dituntut bukan hanya oleh siswa, tapi juga masyarakat, pemerintah, jamannya, bahkan Tuhan. Oleh karena itu guru yang berhenti belajar haruslah berhenti mengajar.
“If you dare to teach, you must dare to learn” (Harry K.Wong). Ungkapan ini benar-benar mengingatkan kita semua guru bahwa apabila kita mengajar, kita harus belajar (membaca). Oleh karena itu marilah kita selalu belajar dan belajar karena apabila kita berani mengajar, kita harus berani belajar.
Gleen Doman (1991) dalam bukunya How to Teach Your Baby to Read menyatakan bahwa membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam hidup, bahwa semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Sebenarnya orang Indonesia bukannya tidak bisa membaca (cannot read), melainkan tidak biasa membaca (do not read). Oleh karena itu perlu meningkatkan budaya baca dalam masyarakat Indonesia, merubah pola pikir dari tidak suka membaca menjadi masyarakat membaca (reading society) untuk menuju pada tataran learning society (masyarakat belajar). United Nations Development Programme (UNDP) menjadikan angka buta huruf dewasa (adult illiteracy rate) sebagai suatu barometer dalam mengukur kualitas suatu bangsa, karena tinggi rendahnya angka buta huruf akan menentukan pula tinggi rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index – HDI) bangsa yang bersangkutan (Yuniwati Yuventia, 2010).
Budaya membaca dan menulis guru di Indonesia masih rendah sehingga menimbulkan dampak rendahnya minat membaca dan menulis di kalangan pelajar. Rendahnya minat baca dan tulis menyebabkan lambatnya peningkatan kapasitas dan kompetensi guru (Bhara Widyastuti, 2012).
Sampai saat ini kegiatan membaca bagi guru sendiri, masih merupakan kegiatan yang belum menjadi budaya. Tanyalah guru di sekeliling kita, berapa banyak buku (selain buku pelajaran yang dia punya), yang telah dibacanya dalam tiga atau enam bulan yang lalu? Tiga buku? Dua buku? Satu Buku? Saya yakin, banyak guru yang sudah lama tidak membaca buku, selain buku pelajaran. Memang, ada banyak hambatan bagi guru atau siswa sehingga membaca susah untuk membudaya. Belum bisa merasakan kenikmatan dan manfaat membaca, pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu menarik minat semua kalangan, serta daya beli buku yang kurang adalah hal-hal yang dapat menghambat tumbuhnya budaya membaca (Suhadi, 2008).
Menjadikan membaca sebagai sebuah budaya bagi guru kita sampai hari ini bukanlah hal yang mudah. Sebenarnya, bila guru mau membiasakan diri untuk membaca, maka lambat laun akan tertanam dalam diri guru suatu keadaan dan perasaan  selalu ingin tahu yang dapat menumbuhkan minat untuk selalu membaca. Mereka akan dapat merasakan kenikmatan membaca, hingga akhirnya kecanduan.
Guru yang rajin membaca akan menjadi inspirator bagi siswa dan akan menggerakkan siswa untuk menirunya (Sumarman, 2006).
Oleh sebab itu, mau tidak mau sekarang setiap guru hendaknya mampu meningkatkan budaya baca. Jangan sampai sekali-kali budaya baca guru malah kalah dengan budaya baca siswa. Tunjukkan kepada siswa-siswi bahwa segenap guru bahkan lengkap sampai dengan seluruh pegawai sekolah, memiliki tradisi atau budaya baca yang patut dicontoh. Setiap saat guru hendaknya mampu mengisi waktu luang dengan membaca, membaca, dan membaca.
Menurut Peoples (Peoples, 1988), informasi/pengetahuan yang diperoleh melalui (a) indera penglihatan adalah sekitar 75%, (b) indera pendengaran adalah sekitar 13%, dan (c) indera peraba/perasa, pembau dan pengecap adalah sekitar 12%. Hal ini berarti bahwa apabila masyarakat Indonesia dapat mengoptimalkan pemanfaatan waktunya untuk membaca teks atau gambar (indera penglihatan), maka masyarakat Indonesia akan mampu memperoleh sekitar 75% informasi/pengetahuan yang dibaca/dipelajarinya. Peranan guru/dosen sangat penting dalam menciptakan iklim kegiatan belajar-mengajar yang kondusif bagi peserta didik untuk senantiasa termotivasi mengoptimalkan indera penglihatannya dalam kegiatan belajarnya sehingga menumbuhkembangkan minat dan kegemaran membaca para peserta didik.

Guru dan Budaya Baca
Hampir boleh dikatakan peradaban manusia dibentuk oleh buku-buku. Newton mengubah pikiran segala bangsa yang beradab ketika ia menulis “Principia”-nya. Darwin, dengan buku “Origin Of Sepecies”-nya. Adam Smith berjasa dalam pemikiran ekonomi ketika ia menulis buku “The Wealth of Nation” sebagai asas-asas perdagangan.
Bahkan Thomas Alva Edison diajar membaca buku tentang suatu soal oleh ibunya, lalu mengadakan percobaan-percobaan dari titik di mana buku-buku tidak memberitahukan lebih jauh. Itulah sebabnya ia mendapat begitu banyak sukses. Tak pernah seseuatu yang sudah ditemukannya, ditemukan oleh orang lain.
Dunia guru adalah dunia baca tulis, dunianya membaca dan dunianya menulis. Guru idealnya rajin membaca, rajin menulis. Membaca dan menulis apa saja, lebih-lebih yang ada kaitannya dengan tugasnya.
Menambah ilmu melalui budaya membaca, ibaratnya menambah napas kehidupaan. Jangan sampai guru kehabisan ‘napas’ karena tak ada lagi pasokan ilmu pada dirinya. Soal ilmu, guru tak baik bersikap statis, tertutup, pasif, egois, apalagi sombong. Menambah ilmu menjadi hal yang mendesak, trend, tuntutan dan kebutuhan untuk maju.
Budaya membaca sudah seharusnya menjadi milik kita terutama guru. Sebagai manusia pembelajar guru memiliki kewajiban yang tinggi untuk selalu mengupdate ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya.
Dibanding siswa, budaya membaca bagi para guru memiliki peranan yang lebih penting lagi. Tanpa memiliki budaya membaca guru akan ketinggalan informasi dan pengetahuan yang akan disampaikan kepada para peserta didiknya. Tanpa membaca guru akan ketinggalan zaman dan tertinggal dari para siswanya.
Realitasnya, masih banyak guru yang “belum” memiliki budaya baca. Di beberapa sekolah, guru hanya mengandalkan pengetahuan masa lalu untuk melengkapi kemampuan mengajarnya. Kalau ini yang terjadi para peserta didik akan menjadi “korbannya” karena kurang maksimalnya pembimbingan pengetahuan yang mereka harapkan.
Agar budaya membaca bagi para guru bisa ditingkatkan salah satu upaya yang bisa ditempuh adalah melalui kegiatan “Sharing in the morning”. Kegiatan ini diisi dengan sharing atau berbagi ilmu, cerita, pengetahuan, dan informasi lainnya yang disarikan dari buku yang habis dibacanya. Dengan bergiliran, guru-guru diwajibkan menyampaikan isi/materi/bahan yang diperolehnya dari buku. Buku itu bisa berupa buku apa saja, entah tentang motivasi, trik and trip, ibadah, sosial, dan lain-lain.
Membaca adalah kunci keberhasilan di sekolah (reading is the key to success in school). Tetapi apakah kita memikirkan lebih dalam tentang makna dari ungkapan tersebut? Tentu tidak. Mungkin hanya sebagian kecil dari kita. Ungkapan ini dibahas secara menarik dalam buku The World Book Student Handbook (1981). Dalam bab Why is reading important (mengapa membaca itu penting), dibahas tentang sekelompok guru di Amerika Serikat yang mengadakan penyelidikan tentang murid sekolah dan problema belajar. Salah satu kesimpulan mereka yang menarik adalah bahwa seorang murid yang tidak berhasil dalam bidang tertentu misalnya matematika, masih bisa berhasil di dalam bidang studi yang lain, tetapi seorang murid yang malas membaca, hampir selalu tidak berhasil dalam semua bidang studinya. Hal ini perlu kita garis bawahi. Mula-mula mereka merasa agak aneh, namun setelah disimak lebih jauh segera mereka menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang ingin diketahui untuk dapat diketahui untuk dapat dimengerti harus dibaca.
Pameo “buku adalah guru yang baik” sering diplesetkan menjadi gurauan yang mungkin tak terlalu lucu buat para guru, misalnya bahwa buku berbeda dari guru karena tidak pernah memberi PR dan menjewer. Anekdot seperti ini seringkali menyembunyikan realita di sekolah, bahwa anak-anak sebenarnya membutuhkan buku yang baik daripada guru yang ngawur. Apa nyana, buku adalah justru sesuatu yang langka di sekolah.
Di antara beragam kecerdasan yang dikenal dalam psikologi, seperti kecerdasan bahasa, logika, visual, auditoris, kinestetis, komunikasi verbal, spiritualitas, dan yang lain, kesemuanya dapat dirangkum, dimunculkan, ditumbuhkan, dikembangkan, sekaligus direkam oleh buku (Gunawan Budi Susilo, 2016).
Apakah buku itu? Jawaban terhadap pertanyaan ini, kata Hellmut Lehmann Haupt pengarang The Life of the Book, bergantung pada apakah kita tertarik pada karakteristik-karakteristik secara fisik atau fungsional. Secara fisik, buku adalah sebuah rakitan atau kumpulan lembaran empat persegi yang direkat menjadi satu dan dilindungi cover dari bahan yang lebih tahan lama. Secara fungsional, buku adalah bentuk yang koheren dari komunikasi tertulis yang dirakit dalam satu atau beberapa unit untuk tujuan presentasi dan preservasi secara sistematis yang akhirnya menjadi material yang dapat dinilai.
Membaca adalah kunci bagi upaya memajukan bangsa. Dengan membaca berarti orang memberikan “nutrisi” bagi otak. Berbagai informasi, termasuk ilmu pengetahuan akan diserap dan diolah melalui proses membaca. Dari membaca itulah kualitas sumber daya manusia akan meningkat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa membaca merupakan kunci bagi kemajuan bangsa.
Abdul Kadir Audah, seorang penulis produktif berkebangsaan Mesir, menulis sebuah buku dengan judul Al-Muslimu Baina Jahli Abnaaihi wa ‘Azzi  ‘Ulamaaihi (kaum muslimin di antara kebodohan umatnya dan kelemahan para ulamanya).
Buku ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan kenapa kaum muslimin mengalami kemunduran dalam berbagai bidang kehidupannya, sementara orang-orang non-muslim mengalami kemajuan yang signifikan (paling tidak secara fisik material).
Pertama, karena kebodohan umat. Secara jujur harus kita akui, pengetahuan mayoritas umat Islam terhadap ajarannya masih sangat minim. Masih banyak kelemahan yang mendasar dan elementer. Masih banyak yang belum bisa membaca Alquran.
Olehnya itu, guru harus mau belajar lagi. Ada beberapa alasan mengapa guru harus mau belajar lagi (Syarifuddin, 2019). Pertama, soal kurikulum. Kurikulum yang sering berubah. Kurikulum dibuat untuk memberikan batasan materi yang akan disampaikan di KBM suatu sekolah. Kurikulum biasanya mengacu kondisi dan situasi sekarang ini dan memang sebisa mungkin sifatnya harus bisa menyesuaikan keadaan jaman sehingga nantinya bisa diterapkan di kehidupan nyata kelak oleh siswanya. Seorang guru kalau tidak bisa menyesuaikan cara mengajarnya sesuai kurikulum yang dibuat oleh sekolah, maka tidak menutup kemungkinan siswanya juga tidak bisa menyesuaikan keadaan jaman sekarang ini.
Kedua, soal strategi pembelajaran. Seorang guru dituntut kreatif untuk bisa menyampaikan materi dalam berbagai penyampaian. Maka dari itu harus dibutuhkan strategi yang jitu supaya materi itu bisa sampai ke siswa. Karena kondisi kelas yang satu dengan yang lainnya pastilah berbeda karakteristiknya. Jadi jika seorang guru tidak peka akan hal itu, maka tidaklah mustahil mendapatkan hasil yang tidak maksimal dalam penyampaian materinya di kelas. Ketiga soal penguasaan kelas. Materi akan lebih cepat sampai ke siswa ketika KBM di kelas berjalan sesuai dengan RPP yang dibuat oleh masing-masing guru. RPP akan berjalan normal manakala seorang guru bisa menguasai kelas saat KBM berlangsung. Misal saat guru sedang mengajar kelas ramai tak terkendali atau ada beberapa siswa yang keluar masuk ke belakang tapi tidak ditegur sehingga kondisi kelas tidak kondusif untuk KBM. Padahal penguasaan materinya bagus dan tertata dengan rapi. Terkadang ini juga dilupakan oleh seorang guru pada saat mengajar. Keempat, mudah berbagi (sharring) dengan siswa. Siswa sekarang beda dengan siswa jaman dulu, di mana siswa sekarang lebih peka dan kritis dengan kondisi yang ada di sekitar mereka. Semisal ada seorang guru yang hanya membaca buku dalam menyampaikan di depan kelas mereka akan berkata “wah gurunya saja baru membaca materi, gimana saya bisa…?” Atau gurunya hanya menyuruh sekretaris kelas menulis di papan tulis pastilah para siswa memandang guru tersebut kurang kompeten. Maka dari itu guru dituntut bisa share ilmu, karena tidak menutup kemungkinan siswa lebih tahu informasi materi seiring dengan kemajuan TIK yang bisa diakses oleh siswa sekarang ini. Guru sekarang janganlah merasa paling pintar di hadapan siswanya.
Kelima, soal model pembelajaran. Diakui atau tidak, metode mengajar dengan hanya mengandalkan papan tulis (konvensional) adalah metode kuno yang sudah tidak jamannya lagi. Guru harus mahir membuat presentasi untuk disampaikan dengan menggunakan LCD, harus bisa mengoperasikan aplikasi powerpoint, dan aplikasi lainnya. Intinya seorang guru seharusnya bisa mengoperasikan komputer untuk kebutuhan mengajarnya. Oleh karena itu bukan buku lagi yang ditenteng masuk ke kelas, tetapi laptop yang ditenteng ke kelas yang di dalamnya sudah terisi perangkat pembelajaran untuk siswanya. Keenam, soal teknologi internet. Ketinggalan jaman rasanya jika seorang guru tidak tahu teknologi internet sekarang ini. Begitu banyak ilmu yang dapat diakses oleh setiap orang (tidak menutup kemugkinan siswa), dan banyaknya jejaring sosial yang bisa digunakan untuk share dengan orang lain (tidak menuntut kemungkinan siswa) sehingga siswa dapat tahu dulu sebelum materi disampaiakn gurunya. Oleh karena itu kalau seorang guru tidak bisa mengakses ilmu-ilmu dari luar (internet) bisa saja kalah informasinya dengan siswanya sendiri.

Penyakit yang “Layak Dipelihara”
Guru layaknya pipa air yang mengalirkan ilmu pengetahuan dari mata air di “pegunungan” atau “waduk” ilmu pengetahuan. Pipa air itu berusaha mengisi otak anak-anak dengan air sebanyak-banyaknya bahkan sampai tumpah ruah airnya. Karenanya, guru harus memiliki ilmu yang kompleks, luas dan dalam.
Budaya membaca masyarakat Indonesia masih harus ditingkatkan, perlu merubah pola pikir dari tidak suka membaca menjadi masyarakat membaca (reading society) untuk menuju pada tataran learning society (masyarakat belajar).
Menarik tulisan Munif Chatib (2014) dengan judul “Melejitkan Budaya Baca”. Konon, seseorang bisa terjangkit suatu penyakit disebabkan oleh buku. Penyakit tersebut adalah biblioholisme, suatu penyakit yang membuat penderitanya selalu berhasrat untuk membeli, membaca, menyimpan, dan mengagumi buku.
Ada dua jenis penyakit biblioholisme ini, yaitu pertama, bibliomania (gila buku), dan kedua, bibliofil (cinta buku). Sebenarnya kedua penyakit ini mempunyai persamaan dalam menganggap buku sebagai sesuatu yang berharga, hanya saja jika bibliomania membeli buku sekadar untuk menumpuknya, sedangkan bibliofil berharap dapat menguras isi dan kebijakan dari buku-buku tersebut. Tentunya, kuantitas buku lebih banyak dimiliki oleh bibliomania ketimbang bibliofil, yang membedakan keduanya hanya sebatas motivasi.
Boulard, ahli hukum asal Prancis yang hidup pada abad ke-18, adalah salah seorang tokoh yang terjanggit penyakit bibliomania. Boulard begitu bernafsu memiliki buku, hingga rumahnya tidak cukup menampung buku-bukunya—sampai-sampai ia harus membeli enam rumah lagi. Orang yang hendak bertamu ke rumahnya harus ekstra hati-hati kalau tidak mau tertimbun longsoran buku. Hingga akhir hidupnya, Boulard memiliki 600 ribu-800 ribu jilid buku. Problem kegilaan Boulard: ia tak membaca buku yang ia beli.
Sedangkan bibliofil lebih waras dan bijak: banyak membeli dan banyak membaca. Richard Heber asal Inggris dan hidup pada abad ke-19 adalah contohnya. Sama dengan Boulard, koleksinya yang berjumlah 200 ribu – 300 ribu buku memaksa ia memiliki delapan rumah: dua di London dan enam lainnya tersebar di Inggris dan Eropa. Beda dengan Boulard, Heber selalu membaca bahkan sampai akhir hayatnya.
Dari kedua penyakit ini, tentunya kita mengharapkan sebuah bangsa yang warganya ‘mengidap penyakit’ bibliofil; sebuah komunitas yang bernafsu memiliki segudang buku dan benar-benar memanfaatkannya dengan benar untuk kehidupan masa depan, dan demi keberlangsungan peradaban; suatu bangsa yang nantinya mampu melahirkan intelektual-intelektual ternama dengan sejagat pengetahuan dan wawasan yang dimiliki; sebuah bangsa yang sangat menghargai buku sebagai pedoman hidup (way of life), bahkan menjadikannya sebagai kekayaan negara yang para warganya memilki hak untuk menikmati, mengapresiasi, dan membacanya.
Salah satu wahana dan media pembelajaran yang dimiliki oleh bangsa ini untuk mewujudkan impiannya menjadi bangsa bibliofil adalah perpustakaan. Dengan segala keterbatasan daya beli masyarakat, perpustakaan tentunya merupakan harapan ‘emas’ bangsa yang perlu diberdayakan demi terwujudnya bangsa bibliofil ini. Hadirnya perpustakaan di tengah-tengah masyarakat diharapkan dapat mendongkrak minat dan gairah membaca mereka dalam membaca buku.
Seperti Jorge Luis Borges (1899-1986), Ajip Rosidi, dan lain-lain, Proklamator RI, Soekarno, memiliki hubungan intim dengan membaca dan menulis. Banyak sekali buku yang dibaca dan ditulisnya. Pidato-pidatonya yang hebat itu umumnya ditulisnya sendiri. Beliau mengakui merasa utang budi dengan orang-orang besar di dunia yang didapatnya lewat membaca buku-buku mereka. Di sebuah pameran buku di Jakarta pada 1950, Soekarno membocorkan rahasianya lewat tulisan di buku tamu: “Buku-buku adalah temanku. Di sana aku bertemu orang-orang besar. Pikiran-pikiran mereka menjadi pikiranku. Cita-cita mereka menjadi dasar pendirianku.”
Jorge Luis Borges, penulis kenamaan Argentina, pernah mengungkapkan, di antara semua instrumen manusia yang paling penting, tak diragukan lagi, adalah buku. Menurutnya, seperti juga mikroskop/teleskop bagi penglihatan, lalu telepon bagi pendengaran/suara, maka buku adalah kepanjangan dari ingatan dan imajinasi.
Wurianto (2008) mengutip pernyataan Emerson bahwa, If we encounter a man of rare intellect, we should ask him what books he reads.” Terjemahan bebasnya kira-kira seperti ini, jika kita menjumpai seseorang yang mempunyai kecerdasan luar biasa, kita mestinya bertanya kira-kira buku apa yang dibacanya. Ucapan Emerson itu pastilah bukan omong kosong yang tanpa makna. Di manapun tempat dan waktu, orang-orang yang memiliki intelektual tinggi selalu bergaul rapat dengan buku-buku.
Ibarat Orang Belajar Berenang
Sungguh ironi, ketika era digital dengan segala tawaran potensialnya disanjung-sanjung dapat mempermudah akses informasi dan bacaan malah berbalik arah menjadi darurat minat baca. Padahal minat baca adalah kunci utama dalam keberaksaraan. Seperti pendapat Ratnasari (2011), minat adalah suatu perhatian yang kuat terhadap kegiatan membaca sehingga dapat mengarahkan seorang untuk membaca dengan kemauannya sendiri. Namun, pada kenyataannya minat baca saat ini telah pudar. Tergusur oleh tren gawai budaya instan yang berakibat fatal dapat menurunkan minat baca dalam berliterasi.
Budaya literasi dengan menulis itu ibarat orang belajar berenang, mengerti teori itu penting, namun berani terjun ke air jauh lebih penting. Demikian pula dengan tulis-menulis di media massa atau koran. Guru bukan hanya belajar atau mengajar soal bahasa kepada publik, tetapi juga sekaligus dapat memberikan makna dan mendidik diri sendiri dan publik. Menulis itu gampang (Arswendo Atmowiloto), menulis itu perjuangan (Putu Wijaya), menulis itu seperti piknik (Ratna Indraswari Ibrahim), menulis itu indah (pengalaman para penulis dunia), menulis itu sehat/dapat menghilangkan stress (Tempo), menulis itu berbagi, menulis itu berpikir, menulis itu bukan warisan, menulis itu panggilan (Margantoro, 2015).
Membaca, meneliti kemudian menulis baik untuk media cetak maupun media elektronik belum menjadi budaya di masyarakat Indonesia, khususnya para guru ASN yang berhenti di golongan IVa ke atas, enggan untuk menulis, sehingga terhenti di golongan IVa. Selebihnya hanya tunggu sampai pensiun. Sekarang ini mulai golongan IIIb harus melakukan publikasi ilmiah khususnya dengan menulis. Menulis memiliki banyak tantangan agar dapat dimuat pada media yang sesuai (Kuncoro, 2010). Dunia tulis-menulis khususnya buku ajar bagi sekolah dan perguruan tinggi masih merupakan belantara. Banyak ilmuwan yang terpesona dengan keindahannya, tetapi mereka enggan merambahnya karena tantangannya (Sutanto, (2010).
Kesulitan pertama menuliskan apa yang layak diterbitkan, kesulitan kedua, ihwal individu atau lembaga yang memiliki komitmen dalam penerbitan, kesulitan ketiga prasarana, kebakuan dan etika dalam penulisan. Dari banyaknya permasalahan dalam budaya literasi di Indonesia, maka dapat didentifikasi masalahnya: guru ASN masih banyak yang terhenti digolongan IVa. Keadaan disebabkan oleh kemampuan membaca, menulis dan mempublikasikan karya ilmiah yang rendah (Eko Mulyadi, 2022).

Ibarat Mesin Pencari Google
Kulminasi dari upaya pemacuan masyarakat gemar membaca terutama guru merupakan upaya peningkatan “human investment” atau lahirnya sumber daya manusia (SDM) Plus—berkualitas yang dapat mengantisipasi berbagai peluang dan tantangan millenium ketiga. Buku merupakan medium menuju masyarakat gemar membaca. Mari kita bersemboyan “Tiada Hari Tanpa Membaca.”
Absennya budaya membaca dan menulis di kalangan kaum pendidik (guru dan juga dosen) telah membuat mereka demam dengan budaya rekayasa, dan budaya yang hanya gemar mengejar manfaat sesaat.
Pendorong bagi bangkitnya minat baca ialah kemampuan membaca, dan pendorong bagi berseminya budaya baca adalah kebiasaan membaca, sedangkan kebiasaan membaca terpelihara dengan tersedianya bahan bacaan yang baik, menarik, memadai, baik jenis, jumlah, maupun mutunya. Inilah formula secara ringkas untuk pengembangan minat baca dan budaya baca.
Guru yang rajin membaca, otaknya ibarat mesin pencari google di internet. Bila ada siswa yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para siswanya dengan cepat dan benar.
Semoga !!!

Bagikan:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on Telegram (Opens in new window)
  • More
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to share on Tumblr (Opens in new window)
  • Click to share on Pinterest (Opens in new window)
  • Click to share on Pocket (Opens in new window)
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window)
  • Click to share on Reddit (Opens in new window)
  • Click to print (Opens in new window)

Like this:

Like Loading...

Related

Inipasti

© 2024 inipasti.com - Hanya yang pasti-pasti aja inipasti.

Navigate Site

  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • News
    • Politics
    • Business
    • World
    • Science
  • Entertainment
    • Gaming
    • Music
    • Movie
    • Sports
  • Tech
    • Apps
    • Gear
    • Mobile
    • Startup
  • Lifestyle
    • Food
    • Fashion
    • Health
    • Travel

© 2024 inipasti.com - Hanya yang pasti-pasti aja inipasti.

%d