INIPASTI.COM, Pada Selasa (16/8/2016) kemarin dilaporkan bahwa seorang diplomat Korea Utara di London, Thae Yong Ho, telah membelot ke negara ketiga. Koresponden BBC untuk Korea, Steve Evans, memiliki kenangan menyenangkan tentang Mr Thae–yang menurutnya, selalu tampak kerasan tinggal di wilayah pedesaan London Barat.
Terakhir kali saya bertemu Thae Yong Ho kami sedang menikmati kari di restoran India favoritnya di Action, London Barat. Dia menyantap kari tanpa nasi, sebenarnya, karena kami tengah mendiskusikan pra-diabetes, suatu kondisi di mana pria paruh baya yang gemar makan mulai harus banyak berpantang, biasanya atas saran dokter mereka.
Dokter pribadinya memberi tahu bahwa dia harus menganggap diabetes sebagai monster yang sedang berlari mengejarnya. Dia dapat memperlambat atau mempercepat Pengejaran itu, namun yang pasti monster itu sedang menuju ke arahnya. Nasi dan karbohidrat lainnya akan mempercepat datangnya monster itu.
Kini, saya tidak tahu di mana Mr Thae berada. Saya mengirim email ke alamat pribadinya namun tidak ada jawaban dari sana.
Dia memberi tahu saya dirinya akan kembali ke Pyongyang musim panas ini pada akhir masa bertugasnya sebagai diplomat bagi Republik Rakyat Demokratik Korea, sebagaimana dia menyebut Korea Utara. Dia sama sekali tidak memperlihatkan sedikitpun tanda bahwa dirinya tidak berniat kembali ke sana bersama keluarganya, istri dan putranya.
Namun, dia terlihat begitu mirip orang Inggris. Dia tampak kerasan. Dia tampak sangat mirip kelas menengah, sangat konservatif, sangat rapi. Dia akan sangat cocok tinggal di wilayah luar kota.
Sebenarnya dia memang terlihat pantas tinggal luar kota.Dia memberi tahu saya bagaimana melewati sebuah klub tenis di Ealing dan melihat pemberitahuan penerimaan anggota baru. Dia pun masuk mendaftar dan bergabung, serta menjadi anggota klub tenis yang setia.
Dia beralih ke tenis ketika istrinya mengeluh dirinya terlalu terobsesi dengan olahraga golf. Terntu sejuta percakapan seperti itu di wilayah-wilayah pinggiran Inggris–di mana sang istri menyuruh suaminya memilih: istri atau golf. Jika dia tidak mau berhenti main golf, sang istri mengancam akan pulang ke Pyongyang.
Bagi orang Korea Utara, seperti halnya orang dari negara lain, cinta (sering) menaklukkan segalanya. Oleh karena itu, dia lalu gantung stick golf dan beralih mengayunkan raket–dan karena lapangan tenisnya tidak jauh dari rumah–dan mengabiskan waktu lebih banyak di rumah.
Kami sering berbicara tentang keluarga–dan kesehatan. Anak-anak diplomat Korea Utara di Inggris bersekolah di sekolah negeri setempat. Mereka sering kali menemukan bahwa kata-kata Inggrias pertama yang digunakan anak-anak mereka adalah “Hentikan itu!” atau “Cukup!”–meniru guru mereka di distrik Action melarang murid melakukan ini itu.
Putra Mr Thae meraih gelaer sarjana ekonomi kesehatan masyarakat dari salah satu universitas Inggis. Putranya menyimpulkan berdasarkan hasil studinya bahwa apa yang Pyongyang betul-betul butuhkan untuk menjadi kota kelas dunia adalah area parkir yang lebih banyak lagi buat para penyandang cacat.
Saya bukan ahli dalam bidang itu tapi saya meragukan kebenaran argumentasi di atas. Dari semua hal yang diperlukan Pyongyang, lebih banyak tempat parkir bagi penyandang cacat bukanlah prioritas utama. Lebih banyak mobil, mungkin. Lebih banyak kebebasan, pasti. Tempat parkir untuk penyandang cacat bisa diadakan belakangan. Itu pendapat saya.
Jika berita bahwa Mr Thae telah melarikan diri itu benar, maka saya senang mendengarnya.
Dia tidak pernah memperlihatkan sedikitpun tanda-tanda ketidaksetiaan kepada pemerintah, tidak terlihat sedikitpun adanya keraguan dalam dirinya. Namun, ketika Anda berbicara dengan diplomat Korut tentu saja Anda tahu di mana batas-batas yang tidak boleh dilampaui.