INIPASTI.COM, SEKALI setahun, umat Islam yang mampu diperintahkan untuk berkorban dengan bentuk pengorbanan binatang (kambing, sapi, kerbau, unta). Syariat ini berasal dari pengorbanan hewan yang biasa dilakukan oleh Nabi Ibrahim As, yang suka ber-qurban dengan ratusan bahkan ribuan hewan ternak yang dimiliki sebagai bentuk menjalankan perintah Allah. Suatu waktu Nabi Ibrahim As menyembelih qurban fisabilillah 1.000 ekor domba, 300 ekor sapi, dan 100 ekor unta, dan pada kesempatan itu beliau berkata : ”Jangankan harta, anak pun akan kukorbankan kalau itu perintah Allah”. Pada saat itu istri beliau Siti Sarah belum mengandung. Tiada henti-hentinya Nabi Ibrahim As berdoa kepada Allah agar mendapatkan keturunan. “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. as-Shaffat : 100).
Atas doa beliau Allah SWT memberinya seorang anak laki-laki, yang lahir dari rahim Siti Hajar istri kedua nabi Ibrahim As, budaknya yang negro dari Mesir yang dinikahi atas saran Siti Sarah. Anak laki laki ini diberi nama Isma’il, artinya “Allah telah mendengar”, sebagai ungkapan karena doa beliau telah dikabulkan.
Ketika usia Ismail menginjak kira-kira 13 tahun, Allah menguji beliau dengan cobaan yang sangat berat yang disampaikan melalui mimpi (ru’yah shadiqah), yaitu menyembelih Ismail seperti yang diceritakan Allah dalam (QS. As-Shaffat : 102). Dengan persiapan yang begitu matang, Nabi Ibrahim As, Siti Hajar, dan Ismail sudah siap untuk melaksanakan tugas suci dari Allah SWT ini. Namun terjadi mukjizat, proses itu gagal dan dalam kebingungan Nabi Ibrahim As, Allah SWT mengantinya dengan seekor kambing besar dan beliau diperintahkan untuk menyembelih kambing itu sebagai gantinya.Karena keikhlasan serta pengorbanan ini Nabi Ibrahim As berhasil meraih predikat Khaliullah (Kekasih Allah).
Demikian asal muasal pelaksanaan qurban yang dilakukan umaat Islam saat ini. Pelaksanaan qurban oleh ummat Islam di Indonesia, dilakukan atas nama individu. Dalam satu keluarga bisa terjadi bapak, ibu, dan anak-anak melakukan qurban atas namanya sendiri-sendiri. Jika keluarga tersebut belum mampu ber-qurban semua, maka biasanya digilir pertahun untuk masing-masing anggota. Hal yang kedua yang lazim adalah hewan qurban yang disembelih adalah satu ekor kambing jika ber-qurban sendiri dan satu ekor sapi jika ber-qurban tujuh orang.
Jika mengacu kepada uraian berikut ini, maka pemahaman seperti yang terjadi saat ini adalah keliru. Penjelasannya : (1) Ketika gagal menyembelih Ismail, atas keikhlasan Nabi Ibrahim As, Nabi Ismail, dan Siti Hajar, Allah menggantikan dengan seekor qibas yang besar (bukan tiga ekor) untuk selanjutnya disembelih. (2) Diriwayatkan dari Anas, bahwa: Rasulullah menyembelih dua ekor qibas yang berwarna putih dan bertanduk. Beliau menyembelih yang seekor seraya berkata: “Bismillah. Ya, Allah! Ini adalah dariMu dan untukMu, qurban dari Muhammad dan keluarganya.” Lalu Beliau menyembelih yang seekor lagi seraya berkata: “Bismillah. Ya, Allah! Ini adalah dariMu dan untukMu, qurban dari siapa saja yang mentauhidkanMu dari kalangan umatku.”
Dengan demikian, kiranya menyembelih satu ekor kambing adalah cukup seseorang beserta keluarganya, Sebagaimana yang dikatakan oleh Atha’ bin Yasar: Aku bertanya kepada Abu Ayyub Al Anshari: “Bagaimanakah penyembelihan qurban pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya dahulu seorang lelaki menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan untuk keluarganya, mereka memakannya dan memberi makan orang lain.” [At Tirmidzi berkata,”Hadits ini hasan shahih.”]. Namun demikian menurut hemat penulis, qurban senilai satu ekor kambing atau bertujuh untuk satu sapi, adalah qurban yang minimal. Jika seorang ada yang mampu berkorban dua ekor kambing atau lebih, atau tiga orang untuk satu ekor sapi, lima orang untuk dua ekor sapi, …..kenapa tidak. Yang penting, setiap individu ber-qurban atas nama keluarga masing-masing.
Wallahu A’lam Bishawab.