INIPASTI.COM, MAKASSAR – Masih banyak aduan tentang pelayanan kesehatan. Bahkan kasus yang baru-baru terjadi terhadap bayi yang baru lahir yang diberi nama Januar. Dimana Januar hendak dijual oleh orang tuanya karena tak memiliki biaya dan tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Berangkat dari persoalan itulah sehingga Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Sulsel membentuk Pusat Informasi Pengaduan dan Advokasi Jaminan Kesehatan Nasional (PIPA JKN).
“Kami tak ingin ada kasus seperti Januar, olehnya itu cara yang paling efektif adalah, bayi yang baru lahir harus masih menjadi tanggungan ibunya selama kurang lebih enam bulan,” ujar Sekretaris Wilayah KPI Sulsel, Marselina May saat menggelar diskusi media di Rumah Independen Makassar, Jumat (18/11/2016).
Marselina juga mengungkapkan, dari empat wilayah yang menjadi pilot project PIPA JKN, laporan terbanyak yang diterima tim penyuluhnya selama kurang lebih dua bulan program ini berjalan adalah di Kabupaten Jeneponto, disusul Takalar, Bantaeng dan Makassar. “Kami baru ada di empat wilayah ini, dan Jeneponto hingga hari ini paling banyak menerima aduan, yakni kurang lebih 300-an kasus,” ungkapnya.
Kasus paling banyak yang diterima PIPA JKN, lanjutnya, adalah soal belum adanya akses jaminan sosial yang diterima oleh masyarakat. Menurut KPI, hal ini menjadi bukti bahwa BPJS Kesehatan belum melakukan sosialisasi hingga ke tingkat paling bawah. Kondisi ini menurutnya, bahkan tidak jauh berbeda dengan kenyataan di perkotaan.
Meski dalam program ini, KPI banyak bersinggungan dengan BPJS Kesehatan dan Dinas Sosial, menurut Marselina, sama sekali tidak ada kerja sama keduanya. Bahkan, tambahnya, KPI sudah mendesak BPJS agar mengubah aturan pendaftaran kepesertaan bayi yang masih dalam kandungan. “Kami bukan perpanjangan tangan BPJS Kesehatan, sebaliknya kami mendampingi masyarakat khususnya perempuan yang tidak menerima jaminan kesehatan,” tambahnya.
Olehnya itu, Marselina mengatakan, PIPA JKN ini hadir sebagai dasar advokasi bagi Balai Perempuan (BP) untuk memenuhi kesehatan warga, utamanya perempuan di Susel. Ia juga mengatakan, KPI yang sudah melalui banyak konsultasi telah merumuskan 12 rekomendasi kepada pemerintah dan BPJS Kesehatan agar lebih pro rakyat kedepannya. Salah satunya yang menjadi rekomendasi adalah peningkatan kualitas layanan kesehatan, dari tingkat pertama hingga tingkat lanjutan.
PIPA JKN juga, lanjutnya, menganut prinsip dasar, yakni feminis, partisipatif, transformative dan replikasi. “Kami tidak ingin membuat pelapor menjadi ketergantungan dengan PIPA JKN, kami berharap mereka nantinya akan menjadi agen pemberi informasi kepada kelompok rentan,” tukasnya.
Marselina berharap, program PIPA JKN ini bisa diaplikasikan ke daerah-daerah lain melalui dana desa yang dikucurkan pemerintah. Karena menurutnya, secara tidak langsung, program ini akan mengurangi tingkat kesenjangan sosial, utamanya pada masalah kesehatan kepada perempuan dalam kelompok rentan.
PIPA JKN ini sendiri terbentuk atas kerjasama KPI Sulsel dengan MAMPU (Maju Perempuan Indonesia Untuk Penanggulangan Kemiskinan) dan Australian Government.