INIPASTI.COM, MAKASSAR – Jumat, 4 Oktober 2019, semua pejabat di lingkungan prodi (minus FST) telah dilantik oleh Dekan masing-masing Fakultas atas nama Rektor UIN Alauddin Makassar. Pelantikan ini merupakan tahapan rangkaian pelantikan para pejabat sebelumnya yang teklah diambil sumpahnya oleh Rektor. Tentu banyak harapan yang ditujukan kepada para pejabat tersebut untuk membawa UIN Alauddin ke arah yang lebih baik. Di bawah koordinasi dan kerja mereka, UIN dipertaruhkan eksistensinya ke depan.
Perubahan IAIN menjadi UIN yang telah digagas dan direalisasikan pada masa periode Prof. Azhar Arsyad, hingga saat ini, sampai mampu meraih peringkat akreditasi institusi A, bukanlah sebuah langkah pragmatis yang didasarkan hanya atas selera dan euphoria sesaat, tetapi dilandasi oleh sebuah semangat perubahan dan visi-misi mulia untuk menjadikan UIN Alauddin sebagai pusat kepeloporan pengembangan nilai dan akhlak serta keunggulan akademik dan intelektual yang dipadukan dengan pengembangan teknologi menuju sebuah masyarakat yang berperadaban.
Untuk itu, diperlukan jihad akbar (meminjam istilah prof. Azhar) untuk menjadikan lembaga ini sebagai lembaga terdepan di bidang akademik dan inner capacity. Kurang lebih delapan tahun (dua periode) Prof. Azhar Arsyad dan kabinetnya berjuang melakukan perubahan dengan segala suka-dukanya, dilanjukan oleh Era Prof.Qadir Gassing dan Prof. Musafir. Hasilnya, sebuah perubahan yang sungguh spektakuler. Di sebuah lokasi yang bernama Samata (kurang lebih 10 tahun lalu masih hutan), hadir kampus baru UIN Alauddin dengan sejumlah gedung yang modern dilengkapi dengan sarana dan prasarana serta perangkat teknologi. Hari ini kita bisa menyaksikan, kampus II UIN Alauddin Samata, tampak bukan sekadar kampus modern yang menjanjikan pengembangan akademik dan skill, tetapi juga dapat menjadi magnet bagi mereka yang ingin melakukan wisata akademik.
Eksistensi UIN Alauddin dengan sejumlah keunggulannya sekarang ini harus terus membawa sejumlah perubahan, baik secara internal maupun eksternal. Misi berubah untuk mengubah ini menjadi tugas besar rektor baru yang menjadi nakhoda di institusi ini dengan program KERETA KEILMUANNYA yang tentu harus mendapat dukungan dari sivitas akademiknya. Ibarat sebuah pohon, rektor lama (para pendahulu) sudah menyemai bibit, lalu pohon itu tumbuh dan berkembang, maka tugas rektor baru adalah memelihara, merawat, melakukan intensifikasi, dan mengembangkan yang kemudian menghasilkan buah sehingga setiap hasil (buah) itu dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat
UIN Alauddin harus terus mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam perspektif filsafat perenial, perubahan merupakan sebuah sunnatullah. Tiada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. Demikian juga di lembaga perguruan tinggi agama ini terjadi dinamika dan perubahan, tetapi perubahan yang terjadi tidak boleh berjalan tanpa desain yang pasti. Perubahan yang baik adalah perubahan yang terukur dan terstruktur sehingga hasilnya dapat dibaca dan dilihat. Apa yang sudah dilakukan oleh rektor-rektor terdahulu merupakan sebuah perubahan yang terukur sehingga dapat dibaca, dilihat dan dinikmati.
Urgensi perubahan sebagai sebuah keniscayaan biasanya menghasilkan perbedaan dari setiap perspektif. Oleh karena itu, untuk membuktikan bahwa memang terjadi perubahan ke arah yang lebih baik, tidak stagnan apalagi mundur ke belakang diperlukan parameter dan indikator sebagai panduan. Oleh karena itu bagi Rektor baru, visi-misi dan program kerja yang pernah disampaikan di serah terima jabatan, atau program yang pernah ditawarkan dan dipublikasikan di media harus direalisasikan semaksimal mungkin.
Sejumlah capaian para rektor terdahulu yang telah membuka ruang dan jalan pengembangan akademik perlu dijaga, dipertahankan bahkan dikembangkan. Sejumlah agenda akademik seperti program akreditasi institusi, akreditasi prodi, akreditasi jurnal, dan jumlah global recognition lainnya untuk menaikkan citra akademik UIN Alauddin di tengah kompetisi global global (4.0) harus MENJADI PERHATIAN SERIUS. Prestasi UIN Alauddin diukur bukan pada internal recognition, tetapi external recoginition (pengakuan global) baik melalui lembaha BAN PT, atau lembaga-lembaga lainnya.
Dalam kaitan ini, para pejabat di semua lini harus bersinerji. AKREDITASI PRODI bukan semata tugas pejabat di Prodi, tetapi tanggung jawab kolektif dan menjadi ikhtiar bersama untuk menciptakan kesadaran tentang pentingnya status akreditasi tersebut. Apalah artinya taman yang bagus, kolam yang bersih, lapangan bola yang cantik, tetapi akreditasi prodi tidak mampu mencapai 50% (target APS) atau target 75% (APS) seperti yang dicita-cita Rekor. Agenda akreditasi prodi dengan 9 standar berbasis outcome menjadi tantangan bagi para pengelola prodi dan pejabat UIN Alaudin pada umumnya.
Karena itu diperlukan program kerja dan progam pengembangan berbasis AIPT-IAPS 4.0. Karena itu, diperlukan adanya pengembangan kultur dan mindset akademik yang lebih relevan dengan suasana dan wadah yang bernama universitas Islam ini.
Di samping pengembangan kultur dan perubahan mindset, tugas lainnya yang harus dipikirkan adalah proses pengintegrasian ilmu ”sekuler” dengan ilmu agama beserta pengembangannya. Ini merupakan konsekuensi dari perubahan IAIN ke UIN. Pertanyaan besar yang harus dijawab adalah apakah selama ini lembaga pendidikan tinggi agama Islam sudah betul-betul mengembangkan ilmu atau hanya mengulang-ulang ilmu yang sudah ada? Dari sudut pandangan Islam, kampus sesunguhnya adalah wadah untuk mengembangkan ilmu dan membentuk karakter (character building). Stakeholder dari universitas Islam adalah komunitas ilmuan dan masyarakat muslim. Komunitas ilmuan berharap agar ilmu itu berkembang, sedangkan masyarakat muslim menginginkan kampus ini memperjuangkan keilmuan dan memajukan umat. Ilmu selalu berkaitan dengan amal. Artinya, integrasi ilmu yang telah digagas di UIN tidak cukup jika hanya sebatas teori dan memperbaiki struktur keilmuan, tetapi harus diiringi dengan agenda aksi dan agenda transformasi.
Di antara agenda aksi dan transformasi untuk perubahan itu adalah bidang riset dan pengabdian kepada masyarakat. UIN hendaknya mulai merubah paradigma riset dari positivistik ke riset sosial, terutama untuk riset unggulan. Hasil riset unggulan yang dilakukan tidak boleh lagi hanya sebatas pada seminar hasil, lalu disimpan di dalam lemari, tetapi hasil riset harus mampu memberikan kontribusi positif di dalam masyarakat. Oleh karena itu, model ACCED, ABCD, PAR, RD dan sejenisnya harus dikembangkan di UIN Alauddin sebagai riset unggulan.
Di samping itu, agenda aksi yang perlu dilakukan adalah transformasi nilai-nilai Islam yang diperoleh mahasiswa di bangku kuliah ke dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan proses character building bagi mahasiswa dengan pendekatan humanis dan irfani aga mereka menjadi seorang ilmuan yang budiman. Dengan demikian, konsep inner capacity yang dulu selalu didengungkan oleh prof. Azhar Arsyad akan menjadi parameter dan indikator keberhasilan UIN menjadi universitas terkemuka di masa depan.
Akhirnya, selamat kepada seluruh pejabat lama UIN Alauddin yang telah mendedikasikan amal baktinya, dan selamat berjuang dan ber jihad akbar kepada pejabat baru, semoga Allah selalu melindungi dan merahmati kita semua, dan memudahkan langkah-langkah UIN Alauddin meraih cita-citanya.