INIPASTI.COM – MUNA. Berbekal tas ransel dan topi biru miliknya, Hajar Hasan (27) beserta 8 orang tim enumerator menyisir lokasi demi lokasi di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.
Mahasiswi Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan masyarakat Unhas ini, telah dua tahun menggeluti penelitian terkait vektor nyamuk di bawah naungan Fakultas Kedokteran.
Di bulan Agustus ini melalui program Rikhus Vectora 2016, mahasiswi asal Pinrang ini bersama timnya rela masuk dalam kawasan hutan demi menemukan spesies nyamuk yang membawa virus maupun plasmodium penyebab penyakit.
Perburuan nyamuk hingga ke Muna merupakan rangkaian riset nasional di 15 Provinsi yang diadakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan dengan tanggung jawab pelaksana oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Litbangkes di Salatiga, yaitu Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP).
Program ini dikenal dengan Rikhus Vektora. Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui gambaran vektor dan reservoir penyakit di Indonesia.
Menjadi pemburu nyamuk memiliki tantangan tersendiri. Agar menemukan nyamuk yang sesuai kriteria mengharuskan Hajar dan timnya melewati berbagai medan. Lokasi seperti hutan maupun daerah pelosok tak memiliki listrik menjadi daerah incaran mereka.
“Setelah menyisir rumah warga, selanjutnya masuk ke dalam hutan,” ungkap Hajar disela-sela pencariannya.
Para pemburu seperti Hajar sejatinya sedang mencari data nyamuk, tikus dan kelelawar dengan menggunakan hasil observasi bionomik, uji identifikasi dan pemeriksaan laboratorium. Data nyamuk dan data terkait kemungkinan vektor penyebab penyakit malaria, DBD, dan penyakit virus lain menjadi fokus perburuan para enumerator dalam penelitian ini.
Hajar menegaskan, data terkait nyamuk ini sangat penting karena hasilnya akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan kebijakan nasional terkait pencegahan dan pengendalian peyakit menular oleh nyamuk.
Riset ini menjadi garda terdepan dalam memutakhirkan data vektor dan reservoir pembawa penyakit seperti DBD, Malaria, Filariasis, dan Japanese Enchepalitis. Prosesnya terbilang panjang. Mahasiswi yang pernah bergabung dalam Korps Sukarela Palang Merah Indonesia menjelaskan, spesies nyamuk yang ditangkap akan dibedakan lalu dikelompokkan dalam kategori vektor yang bisa membawa penyakit.
Kemudian, nyamuk akan dibedah untuk diambil kepala thoraxnya dan dimasukkan ke dalam tube untuk pemberian RNA later supaya sampel tidak mengalami kerusakan. 20% nyamuk yang diperoleh akan dibuatkan spesimen atau koleksi. Setelah pengumpulan sampel untuk satu titik ekosistem sampel langsung dikirim ke Litbang Salatiga untuk pemeriksaan molekuler.
Walau riset yang dilaluinya tergolong panjang dan lama serta medannya berat, bagi perempuan yang bekerja di laboratorium Fakultas Kedokteran Unhas ini, berburu nyamuk adalah kegiatan yang menyenangkan sekaligus menantang. “beratnya medan bukan halangan untuk berburu nyamuk,” tandasnya.