INIPASTI.COM, JAKARTA – Tewasnya mahasiswa yang melakukan demonstrasi terkait RUU KPK dan RKUHP menuai kejaman dari berbagai pihak. Begitu pula dengan pengamat politik, Rocky Gerung.
“Ada mahasiswa meninggal dalam peristiwa politik genting itu, dan tidak ada breaking news dari istana. Namanya Rendi 21 tahun, yang mestinya ada di kepala presiden, diucapkan, dia bisa stop pertemuan soal Perppu tadi dengan 41 tokoh, kita heningkan cipta misalnya, (tapi) tidak itu,” jelas Rocky dalam Kupas Tuntas yang disiarkan langsung CNN Indonesia, 27 September 2019 kemarin.
Dengan sikap seperti itu, Filsuf asal Manado ini menganggap bahwa kematian itu hanya dipandang sebagai resiko demonstrasi. Padahal menurutnya, demokrasi semestinya menjamin tak ada satu tetes darah pun tumpah. Demokrasi harus mendukung dengan argumentasi
“Mahasiswa datang dengan argumentasi, kenapa mesti dihalau dengan watercanon, gas air mata? Padahal di istana itu, berlimpah mereka yang mengerti soal hak asasi manusia,” tegasnya.
Semestinya, kata Rocky, mereka lah yang menemui para demonstran. Tapi dia melihat tak ada satu pun yang berani untuk mengucapkan dalil-dalil tentang hak asasi manusia. Dia memandang tokoh-tokoh tersebut hanya mencari suaka dalam kekuasaan.
“Tak ada satupun yang wajahnya bisa gagah berani untuk mengucapkan dalil-dalil hak asasi manusia. Karena kuyu semua di depan tatapan mata jendral di Istana. Jadi kelihatannya, mereka justru cari suaka di dalam kekuasaan,” ujar RG.
Hal itu dinilainya sebagai kontras moral yang sulit dijembatani. Di mana sebelumnya pada tempat yang sama, Rocky mengatakan bahwa demonstrasi terjadi berakar pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap presiden.
“Seluruh paket demonstrasi hari ini berakar pada ketidakpercayaan orang pada presiden yang tidak bisa diucapkan, yang hanya bisa diucapkan oleh cover Majalah Tempo. Jadi di belakang kita ada psikologi yang sudah terbentuk secara umum bahwa ini pemimpinnya pembohong, mestinya itu yang diselesaikan,” kata Rocky.
Saat ditanya oleh Pembawa Acara Kupas Tuntas, Budi Adiputro soal siapa yang berbohong, dengan lantang Rocky mengatakan bahwa Presiden berbohong berdasarkan gambar di cover majalah Tempo itu.
“Semuanya dihandle secara tehnis. Padahal berbohong itu adalah problem etis. Presiden berbohong, karena disebut Pinokio kan? Kenapa kita tidak bisa ucapkan itu? Supaya ada kejelasan gitu. Yang dimaksud oleh Majalah Tempo adalah benar-benar pembohong. Jadi biarin aja kita diskusi itu sebagai fakta, fakta jurnalisme,” ucapnya. (Sule)