INIPASTI.COM – Perekonomian Indonesia mengalami carut marut. Di era kepemimpinan presiden Joko Widodo, pertumbuhan ekonomi tidak sesuai harapan. Pemerintah yang sedang berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi, justru melakukan manuver yang membahayakan, dengan memperbesar Utang Luar Negeri (ULN).
Hutang Indonesia mengalami peningkatan yang drastis dalam dua tahun terakhir. Catatan Bank Indonesia pada Januari 2016, ULN Indonesia mencapai USD 304,6 miliar atau setara Rp 4.241 triliun (pada kurs Rp 13.925 per dolar AS).
Pertumbuhan ULN sebesar 3,2 persen dari tahun ke tahun. Kenaikan ini didorong peningkatan hutang luar negeri jangka panjang, yang bertumbuh 6,1 persen. Pada 2017, ekonomi Indonesia diperkirakan mengalami defisit yang cukup tajam, memaksa pemerintah mengkaji rencana pencarian utang lebih awal (pre-funding) di akhir 2016 ini.
Direktur Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan RI, Robert Pakpahan mengatakan, ada tiga pertimbangan menjalankan kebijakan pre-funding. Pertama, melihat perkiraan kondisi pasar keuangan pada Januari tahun depan dan likuiditas pada Desember 2016.
“Seandainya kondisi likuiditas bagus di Desember 2016 (pre-funding) jadi opsi,” katanya di Jakarta, Jumat (19/8/2016) pekan lalu, yang dilansir katadata.com.
Pertimbangan kedua, mengkaji kebutuhan kas negara untuk dana pengelolaan pada Januari 2017. Sedangkan pertimbangan lainnya, pemerintah akan memperhatikan besaran aliran modal yang masuk dari repatriasi pengampunan pajak (tax amnesty). Jika instrumen yang ada dinilai masih kurang menampung dana yang masuk, maka pemerintah akan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) baru untuk menyerap kelebihan dana tersebut.
Sebagai informasi, pemerintah menetapkan target defisit anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 sebesar Rp 332,8 triliun atau 2,41 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai itu membengkak sebesar Rp 36 triliun dibandingkan target defisit anggaran dalam APBN Perubahan 2016.
Untuk menutup defisit tersebut, pemerintah mengambil langkah ijon utang baru. Nilai utang yang akan diijon diperkirakan mencapai Rp 50 triliun. Sebagai perbandingan, nilai ijon utang pada akhir tahun 2015 lalu sebesar Rp 65 triliun.
Penambahan hutang yang tak habis-habisnya ini berpotensi membuat perekonomian Indonesia semakin babak belur. Bahkan diprediksi, Indonesia menuju kebangkrutan.
Data yang dikeluarkan World Economic Outlook IMF tahun 2014, ada 11 negara yang terancam bangkrut karena gagal membayar hutang. Berikut ini perhitungan hutang 11 negara sesuai perbandingan PDB negara terkait:
1. Euador 24,8 persen > 2014 PDB
2. Mesir 91,3 persen > 2014 PDB
3. Pakistan 63,7 persen
4. Venzuela 51, 6 persen
5. Argentina 52,9 persen
6. Belize 80,4 persen
7. Kuba N/A PDB
8. Siprus 121 persen
9. Yunani 174, 7 persen
10.Jamaika 133,7 persen
11.Ukraina N/A PDB
Di luar negara itu, menyusul Rusia dan China. Kedua negara komunis itu mengalami pertumbuhan ekonomi yang carut marut. Pada 2014, Indonesia belum masuk dalam 11 daftar negara tersebut. Namun dengan hutang luar negeri yang terus membengkak, bukan tidak mungkin, Indonesia akan menjadi salah satu negara yang terancam bangkrut.
Baca juga: Kontribusi Cina dalam Proses Kebangkrutan Nasional