Oleh: Dr. Ade Mujhiyat
(ASN di Kementerian Pertanian RI)
INIPASTI.COM, Kepemimpinan dipandang sebagai kajian yang sangat menarik untuk terus digali dan diteliti. Kepemimpinan telah berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan berpolitik dan bernegara. Dalam dunia birokrasi, kepemimpinan berpengaruh sangat kuat terhadap jalannya organisasi dan kelangsungan hidupnya.
Suatu organisasi apapun jenisnya termasuk birokrasi, meniscayakan adanya seorang pemimpin yang mempunyai kewenangan dan kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaraan kegiatan organisasi. Karena dalam kegiatan organisasi perlu ada pengaturan mengenai pembagian tugas, cara kerja dan hubungan antara pegawai satu dengan pegawai lainnya, maka untuk itu diperlukan adanya seorang pemimpin. Kegagalan dan keberhasilan suatu organisasi banyak ditentukan oleh pemimpin, karena pemimpin merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuan yang akan dicapai.
Dalam manajemen birokrasi, kehadiran seorang pemimpin sangat dibutuhkan. Untuk menjalankan tugasnya, seorang pemimpin perlu memiliki suatu prinsip-prinsip yang benar seperti kompas, yaitu selalu menunjukkan arah, berlaku setiap saat dan semua tempat. Menurut Covey (1997) prinsip-prinsip timbul berupa “nilai, ide, norma, dan ajaran yang meninggikan, memuliakan, menggenapi, memberdayakan dan memberikan inspirasi kepada anggotanya”. Di sinilah peran kepemimpinan berpengaruh besar terhadap pembentukan perilaku kerja bawahan.
Banyak pengertian kepemimpinan yang telah diungkapkan para ahli. Pengertian-pengertian yang diberikan pada intinya memiliki muara yang sama, yaitu pada usaha mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Robbins dan Coulter (2012) menegaskan, bahwa kepemimpinan adalah apa yang dilakukan pemimpin. Yaitu proses memajukan dan mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian tujuan. Sementara Colquitt et al. (2015), menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan penggunaan kekuasaan dan pengaruh untuk mengarahkan aktivitas pengikut ke arah pencapaian tujuan. Sedangkan Gibson, Ivancevich, Donnelly, dan Konopaske (2012) menjelaskan, kepepemimpinan merupakan upaya menggunakan pengaruh untuk memotivasi seseorang dalam mencapai tujuan.
Pendapat-pendapat tersebut menegaskan bahwa kepemimpinan identik dengan penggunaan kekuasaan dan pengaruh dalam mengarahkan, memfasilitasi, dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Pengertian kepemimpinan yang sedikit berbeda diungkapkan oleh Krietner dan Kinicki (2010). Menurutnya, kepemimpinan adalah proses mempengaruhi sekelompok orang dengan tujuan untuk menciptakan keikutsertaan mereka secara suka rela dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Lussier dan Achua (2013), menjelaskan kepemimpinan adalah proses saling mempengaruhi antara pemimpin dan pengikut dalam mencapai tujuan organisasi melalui perubahan. Pendapat terakhir ini menegaskan bahwa pemimpin harus mampu membawa organisasi mencapai tujuan dengan berbagai terobosan perubahan.
Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo dalam sebuah acara pembekalan pejabat birokrasi Eselon Satu dan Dua lingkup Kementerian Pertanian RI tanggal 19 Januari 2021 menegaskan, “di era ini jadi pejabat publik tidak cukup hanya adaptif dan baik-baik saja. Tapi harus inovatif, kreatif dan transformatif. Kalau tidak, maka kau kategori pejabat jadul,” ungkapnya. Statemen ini mengarahkan harapan akan hadirnya para pejabat birokrasi di lingkungan Kementerian Pertanian yang memiliki terobosan, terutama jiwa kepemimpinan transformatif
Kepemimpinan Transformatif
Kepemimpinan transformatif merupakan istilah umum dalam ilmu kepemimpinan. Danim (2006) mengemukakan kepemimpinan transformatif adalah kepemimpinan yang menggiring SDM untuk disiplin ke arah tumbuhnya sensitivitas pembinaan dan pengembangan organisasi, pengembangan visi secara bersama, pendistribusian kewenangan kepemimpinan, dan pengembangan kultur organisasi yang menjadi keharusan dalam skema restrukturisasi. Sementara Creighton, Dembowski, Bush, 2007, menjelaskan kepemimpinan transformasional adalah kemampuan untuk mengartikulasikan visi dan memiliki pandangan futuristik serta pemikiran kognitif yang tinggi untuk kepentingan budaya organisasi yang kuat secara keseluruhan. Sehingga semua unsur yang ada organisasi bersedia, tanpa paksaan, berpartisipasi secara optimal dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Ada beberapa ciri seseorang dikatakan telah berhasil menerapkan kepemimpinan transformatif. Menurut Luthans, orang yang memiliki jiwa kepemimpinan transformatif adalah: (1) mengidentifikasi dirinya sebagai agen pembaharuan, (2) memiliki sifat pemberani, (3) mempercayai orang lain, (4) bertindak atas dasar sistem nilai, (5) meningkatkan kemampuannya secara terus menerus, (6) memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi yang rumit, tidak jelas dan tidak menentu serta (7) memiliki visi ke depan (Luthans, 2011).
Maka dengan demikian kepemimpinan transformatif merupakan upaya mengarahkan SDM yang dipimpin agar memiliki sensistivitas dalam pembinaan serta pengembangan organisasi, pengembangan visi organisasi secara bersama-sama, pembagian kewenangan dalam kepemimpinan, dan membangun budaya organisasi yang menjadi sebuah keniscayaan dalam kerangka restrukturisasi. Hal ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi perbaikan capaian tujuan organisasi. Namun harus disadari bahwa kontribusi ini juga diperoleh dengan dukungan orang lain, peristiwa-peristiwa, dan faktor-faktor organisasi, seperti komitment pegawai, kepuasan kerja pegawai, praktik-praktik kerja atau kultur organisasi. Hal itu disebabkan karena kepemimpinan transformatif memiliki fokus transformasi pada pegawai sebagai ujung tombak proses pelayanan birokrasi.
Dalam setiap tahapan proses kepemimpinan transformatif, ukuran keberhasilannya sebagian besar tergantung pada sikap, tata nilai, dan keterampilan sang pemimpin. Leithwood (2008) menawarkan konsep kepemimpinan transformatif dalam konteks institusi birokrasi yang mencakup delapan dimensi sebagai berikut: 1) Membangun visi birokrasi, 2)Â Menetapkan tujuan birokrasi, 3) Menyediakan rangsangan intelektual, 4) Memberikan dukungan secara individual, 5) membuat model terbaik nilai-nilai organisasi yang penting, 6)Â menunjukan ekspektasi dengan kinerja yang tinggi, 7) Menciptakan budaya organisasi yang produktif, 8)Â Mengembangkan struktur untuk mendorong partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan.
Dengan diterapkannya model kepemimpinan transformatif di dunia birokrasi, kita berharap akan hadir para pejabat birokrasi yang inovatif dan kreatif serta adaptif dengan perubahan zaman. Sehingga bisa memberikan pelayanan prima dan mampu mencapai tujuan organisasi sebagai mana yang diharapkan.
Wallahu a’lam…