INIPASTI.COM, Memasuki Pilgub Sulsel 2018 mendatang, calon Gubernur Nurdin Halid (NH) mengharapkan bisa membangun koalisi gemuk, yang juga disebutnya sebagai “koalisi istana” plus-minus. Koalisi istana yang dimaksud adalah koalisi partai politik yang berbaris di belakang Jokowi. Partai-partai politik yang mendukung pemerintah, dan bakal mencalonkan lagi Jokowi sebagai presiden untuk kedua kalinya.
Sebagai Ketua Harian Partai Golkar yang memberikan dukungan penuh kepada pemerintahan Jokowi-JK, NH merasa memiliki kemungkinan untuk membangun koalisi dengan partai-partai politik yang berada di belakang Jokowi-JK pada Pilgub Sulsel. Jika dirunut, parpol-parpol yang bersama Partai Golkar adalah: PDIP, PPP, PKB, NASDEM, PAN dan Hanura. NH merasa sangat yakin koalisi pmerintahan nasional bisa berlanjut pada Pilgub Sulsel. Dengan asumsi itu, NH bisa memimpin koalisi besar di Sulsel untuk mengusungnya sebagai calon gubernur.
Tapi apa hendak dikata, partai-partai pendukung Jokowi itu masing-masing punya cerita yang berbeda. PPP yang paling awal memberikan dukungan kepada Ichsan Yasin Limpo (IYL), kemudian PAN. Selanjutnya HANURA dikabarkan akan menyusul PPP dan PAN untuk mendukung IYL. Kalau benar Hanura akan mendukung IYL, maka jumlah kursi yang dibutuhkan di DPRD untuk maju sebagai calon Gubernur Sulsel akan terpenuhi bagi IYL. IYL akan menjadi orang nomor dua yang memenuhi syarat untuk menjadi Calon Gubernur Sulsel.
Bagaimana dengan NASDEM dan PDIP? Apakah dua partai ini akan bersama NH? Atau juga akan meninggalkan NH? Kabar yang beredar dua partai ini akan mendorong Nurdin Abdullah dengan berbagai syarat tertentu. Jika ini yang bakal terjadi, maka koalisi besar yang direncanakan NH semakin terkoyak dan kehilangan arah.
Masih ada beberapa parpol yang belum secara terbuka memberikan dukungan kepada calon Gubernur Sulsel 2018 mendatang. Patai Demokrat mengisyaratkan akan mencalonkan kader untuk bersaing pada Pilgub Sulsel, apakah itu calon gubernur atau wakil gubernur. Kader yang paling mungkin didorong Partai Demokrat adalah Alyah Mustika Iham, dan Nurpati. Kedua politisi wanita dari Demokrat ini hampir dipastikan akan menjadi calon wakil Agus Arifin Nu’mang. Besar kemungkinan Partai Demokrat akan bersama PKB mengusung Agus. Sedangkan Partai Gerindra dan PKS juga sedang mengalami hubungan yang panas dengan partai pemerintah. Sebaliknya Gerindra dan PKS sedang mencoba merayu Partai Demokrat untuk bersatu menjadi partai oposisi. Jika Gerindra bisa meyakinkan Partai Demokrat, maka besar kemungkinannya Gerindra dan PKS akan satu kubu dengan Demokrat untuk mengusung Agus Arifin Nu’mang pada Pilgub Sulsel mendatang.
Secara politis, Pilgub Sulsel dapat dijadikan sebagai miniatur politik bagi politik nasional, jadi dapat dipastikan, kemenangan atau kekalahan bagi politisi di Sulsel merupakan gambaran bagi dinamika politik nasonal. Itu sebabnya, kecakapan politik pada Pilgub Sulsel jauh lebih penting dari pencitraan dan dukungan keuangan.
(red/ipc)