INIPASTI.COM – Pertumbuhan ekonomi Cina mengalami perlambatan yang masuk dalam kategori ‘parah’. Catatan dari Bloomberg mengungkapkan perlambatan itu disebabkan karena berkurangnya investasi swasta yang sebagai dampak penurunan industri tua termasuk tambang batubara.
“Pertumbuhan investasi swasta terus jatuh. Tapi secara keseluruhan, itu sedang diimbangi dengan investasi publik,” jelas Hao Hong, kepala strategi China BoCom International Holdings Co.
Dampaknya, negara tirai bambu itu mengalami perlambatan ekonomi yang memberi pengaruh kepada beberapa negara yang terkait bisnis dengannya. Salah satunya Indonesia.
Cina merupakan salah satu kekuatan utama ekonomi dunia, dan bersama dengan dua negara Asia Timur lainnya yaitu Jepang dan Korea Selatan telah menjadi mitra dagang terpenting Indonesia dan juga ASEAN dari tahun ke tahun. Karena itu, perlambatan ekonomi negara itu menjadi mimpi buruk bagi kinerja perdagangan Indonesia. Pada tahun 2015 lalu, Ekonomi China hanya bertumbuh 6,9 persen, yang merupakan level terendah dalam 25 tahun terakhir.
David Sumual, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) dalam wawancaranya dengan CNN Indonesia mengatakan, kondisi China itu sudah diprediksi sejak lama, yakni sebelum krisis ekonomi global terjadi atau sekitar tujuh tahun terakhir. Dampaknya dapat terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melandai bersamaan dengan perlambatan ekonomi Negeri Tirai Bambu itu.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi, melemahnya daya beli dan menurunnya aktivitas di sektor manufaktur dan jasa di Cina terjadi seiring dengan penurunan impor dari Indonesia. Data dari Kementerian Perdagangan Indonesia yang dikutip Indonesia-investment menyebutkan bahwa ekspor non-migas Indonesia ke Cina menurun dari nilai total 21,6 miliar dollar Amerika Serikat (AS) pada tahun 2011 menjadi 16,5 miliar dollar AS pada 2014.
Tren ini berlanjut pada tahun 2015. Dalam sepuluh bulan pertama tahun 2015 ekspor Indonesia bernilai total 11,0 miliar dollar AS (non-migas) ke Cina, turun 20,3% dari nilai ekspor ke RRT pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Di sisi lain, impor dari Cina ke Indonesia terus bertumbuh sehingga menimbulkan defisit neraca perdagangan di negara tirai bambu itu. Data dari Kementerian Perdagangan Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2010, nilai impor Indonesia sebesar total Rp 19,7 miliar dan mengalami pertumbuhan menjadi menjadi Rp 30,5 miliar pada tahun 2014.
Keadaan nilai eksport yang menurun import yang terus meningkat, menyebabkan tekanan perekonomian Indonesia semakin berat. Kurs mata uang Rupiah diperkirakan akan terus melemah sebagai akibat nilai ekpor yang terus turun. Sementara mulai banyak hutang-hutang perusahaan dalam mata uang USD yang jatuh tempo. Kondisi tersebut menjadi tanda-tanda kiamat bagi perekonomian Indonesia.
Baca: Indonesia Menuju Kebangkrutan?
Bukan hanya impor barang asal Cina yang bertumbuh positif. Pada sisi investasi ke Indonesia, di era pemerintahan Jokowi, Cina menjadi negara yang mengalami pertumbuhan sangat cepat.
Pada tahun 2016 ini saja, ada sembilan proyek infratruktur yang dibangun di seluruh wilayah Indonesia, dengan menggunakan investasi dari Cina. Diketahui, total bantuan dari Cina untuk ASEAN sebesar US$ 10 miliar, di mana Indonesia mendapatkan sekitar US$ 4 miliar.
Penguatan kerjasama itu ditandai dengan penandatanganan delapan nota kesepahaman yang telah disepakati antara Indonesia dengan Cina. Delapan proyek tersebut adalah kerjasama Proyek Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung, kerjasama maritim dan SAR, Protokol Persetujuan antara Pemerintah RRC dan RI dalam pencegahan pengenaan pajak ganda kedua negara, Kerja Sama Antariksa 2015-2020 antara LAPAN dan Lembaga Antariksa Cina, kerjasama saling dukung antara Kementerian BUMN dan Bank Pembangunan China Pembangunan, kerjasama antara pemerintah Cina dan RI dalam pencegahan pengenaan pajak ganda kedua negara, serta kerja sama bidang industri dan infrastruktur.
Investasi Cina senilai 520 triliun rupiah tersebut membuat posisi perekonomian Indonesia seolah berada tepi jurang kebangkrutan. Saat ini, kondisi perekonomian Indonesia belum menunjukan perubahan positif secara signifikan. Jika terjadi krisis dan negara tak mampu bayar utang, maka perusahaan-perusahaan BUMN berpeluang untuk dikuasai sepenuhnya oleh pihak asing. Dalam arti, jika krisis 1998 terulang di Indonesia, maka BUMN-milik pemerintah, bukan tidak mungkin akan jatuh ke tangan Cina.
Tumbal itu sudah ada. Tiga bank milik pemerintah yaitu Bank BNI, Bank Mandiri dan Bank BRI menjadi jaminan utang Indonesia ke Cina. Ketiga bank pelat merah ini mendapatkan pinjaman senilai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 43,4 triliun dari China Development Bank (CDB) yang akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur.
Meski sekretaris Perusahaan Bank Mandiri, Rohan Hafas membantah bahwa isu yang menyebutkan pemerintah menjaminkan ketiga bank badan usaha milik negara (BUMN) untuk mendapatkan dana tersebut. Dia menegaskan, pinjaman yang ditandatangani pada 16 September 2015 lalu itu bersifat business to business (B to B).
Implikasi dari nota kesepahaman itu adalah masuknya tenaga kerja asal Cina di wilayah Indonesia. Migrasi besar-besaran 10 juta warga Cina ke Indonesia, oleh pengamat ekonomi, dikaitkan dengan investasi besar Cina di Indonesia.
Masuknya warga Cina ke Indonesia itu hanya satu bagian kecil yang dampak investasi Cina terhadap Indonesia. Proyek-proyek investasi yang masuk ke Indonesia menjadi landasan untuk menumpuk utang baru, utang yang dijamin oleh pemerintah namun dibayar oleh rakyat Indonesia.