INIPASTI.COM – Setelah berkali-kali bertemu dengan Nunding, perasaan ketenangan yang bersemayam dalam dirinya setelah bertobat, mulai terusik. Mukidi sering menunjukkan sikap gelisah dan galau. Struktur pembicaraannya mulai kehilangan ruh keihlasan. Pengaruh hasil diskusinya dengan Nunding seakan-akan sudah mulai menguasai rongga pengetahuan keagamaannya. Tempo-tempo ia membenarkan pendapat Nunding, pada masa lain ia meragukan kebenarannya. Perseteruan antara doktiranasi Nunding dengan pengetahuan keagamaan yang mengantarnya menjadi tersohor, mulai meneror kedamaian jiwanya.
Nunding: Sudahlah Dii, saya ini sahabatmu. Kita sudah lama bersama-sama. Bersama di luar, bersama di dalam (bersama di luar atau di alam bebas dan bersama di dalam atau penjara/rumah tahanan). Sekarang kita membutuhkan uang besar untuk membesarkan organisasi dan membela kepentingan rakyat.
Mukidi: Apa yang kita harus lakukan bos.
Nunding: Pertanyaan ini yang saya tunggu-tunggu. Saya membutuhkan popularitasmu, saya ingin menggunakan kesohoranmu Dii. Dalam dunia bisnis dan politik, popularitas itu investasi besar. Harus kita kapitalisasi untuk memperoleh fulus yang lebih banyak.
Mukidi: Maaf bos, saya cuma bekas preman jalanan yang menjalankan semua perintah pak bos. Setelah bertobat, sekarang saya memilih menjadi Da’i. Apa hubungannya dengan modal dan keuntungan?
Nunding: Dii, kamu tidak dengar ada banyak artis, politisi, dan orang kaya yang tergila-gila dengan popularitas? Mereka membutuhkan kamu, agar mereka bisa lebih beken. Kamu bisa jadi penasehat spritual mereka.
Mukidi: Tapi saya tidak tahu menahu tentang hal-hal spritual bos.
Nunding: Dii, kamu cukup bilang sama media, bahwa kamu penasehat spritual para artis, orang kaya dan politisi.
Mukidi: Oooo baik bos.
Nunding: Begitu partner. Dengan menjadi penasehat spritual mereka, kita bisa cari uang Dii.
Mukidi: Bagaimana caranya bos?
Nunding: Kamu tahu ngga, banyak diantara mereka yang kecanduan menggunakan narkoba, terutama shabu-shabu. Kita manfaatkan itu Dii. Kita bisa hubungkan penyalurnya dengan mereka. Kita dapat bagian yang cukup besar.
Mukidi: Itu haram bos. Itu melanggar hukum. Kita bisa ditangkap.
Nunding: Itu urusan saya, saya yang selesaikan.
Mukidi: Untuk apa persenan seperti ini lagi bos. Bos khan sudah kaya, punya rumah besar, ada jabatan tinggi di Parpol.
Nunding: Untuk mengurus kepentingan organisasi, kesejahteraan masyarakat dan kepentingan umum, kita harus lebih kaya lagi. Saat ini parpol masih paceklik Dii. InsyaAllah, tahun depan kita mulai panen di parpol.
Mukidi: Tapi pak bos, saya ingin mengutip Mahatma Gandhi; kekayaan tanpa kerja, kenikmatan tanpa nurani, ilmu tanpa kemanusiaan, pengetahuan tanpa karakter, politik tanpa prinsip, bisnis tanpa moralitas, dan ibadah tanpa pengorbanan dapat mengantar ke neraka jahannam.
Mukidi nampaknya menolak secara halus tawaran Nunding. Tapi kepala Mukidi semakin pusing, karena Nunding adalah teman karibnya di luar dan di dalam. Sahabat buat Mukidi bukan sekedar tentang seseorang yang telah lama dikenal, tetapi tentang seseorang yang menghampiri dan singgah di hidupnya, kemudian tidak pernah meninggalkannya. Dan itulah Nunding. (Mammu)
Baca Juga: Mukidi Bertemu Nunding Soal ‘Berak’ & ‘Kencing’