INIPASTI.COM, NEW YORK – Keamanan PBB memperpanjang misi penjaga perdamaian di bukota Juba, Sudan Selatan, Jumat sampai 12 Agustus. Perpanjangan masa penjagaan itu dilakukan setelah Amerika Serikat memperingatkan bahwa pihaknya telah menerima adanya kekerasan di negara yang baru terbentuk itu.
Mandat untuk misi PBB sebanarnya akan berakhir pada hari Minggu besok (31/7/2016). Namun adanya ‘peringatan’ dari AS tersebut, sehingga 15 anggota dewan keamanan dengan suara bulat memperpanjang misi untuk jangka waktu singkat. Selain itu, mereka mempertimbangkan memberlakukan embargo senjata terhadap negara tersebut dan mengirim lebih banyak pasukan.
Duta Besar AS untuk PBB, Samantha Power mengatakan, dewan keamanan sebelum pemungutan suara menyebutkan bahwa kekerasan yang terjadi di Juba adalah ‘mengerikan dan tidak terduga’. Terutama karena para pemimpin negara tersebut tidak dapat bekerja bersama-sama untuk masyarakat mereka sendiri.
“Kami baru saja menerima laporan bahwa kekerasan yang sangat mengganggu di Equatorias (negara bagian selatan) di Sudan Selatan dan kita semua harus waspada pada akhir pekan ini, karena peristiwa bisa menyebar cepat di luar kendali lagi,” kata Power, usai pemungutan suara terkait kasus di Sudan, di markas PBB di New York, Sabtu (20/7/2016) kepada Reuters.
“Janganlah kita tertipu bahwa waktu ada di pihak kita. Tidak!” tegasnya.
Sudan Selatan suduh mengalami perang saudara setelah Presiden Salva Kiir dipecat oleh Riek Machar -wakil presiden, pada tahun 2013. Pasangan ini menyetujui kesepakatan perdamaian pada bulan Agustus, tetapi pelaksanaannya lambat.
Pertempuran sengit yang melibatkan tank dan helikopter meletus di Juba, ibukota Sudan Selatan selama beberapa hari pada bulan Juli ini, antara pasukan yang setia kepada Kiir dan mereka yang mendukung Machar. Setidaknya 272 orang tewas sebelum para pemimpin memerintahkan gencatan senjata.
Sebagai reaksi terhadap kekerasan di Juba, Sekjen PBB Ban Ki-moon menyerukan kepada Dewan Keamanan untuk membentengi misi penjaga perdamaian. Dia juga mendesak embargo senjata dan sanksi bagi para pemimpin dan komandan yang menghalangi pelaksanaan kesepakatan damai Agustus mendatang.
Pasukan perdamaian PBB telah dikerahkan di negara itu sejak merdeka dari Sudan pada tahun 2011. Saat ini sebanyak 13.500 tentara dan polisi dikerahkan untuk menjaga keamanan di sana.
Pemimpin Afrika telah menyerukan kepada Dewan Keamanan PBB agar meng-otorisasi penyebaran kekuatan perlindungan daerah untuk memisahkan pihak yang bertikai di Sudan Selatan.
Machar yang diangkat kembali menjadi wakil presiden Sudan Selatan pada tahun ini, meninggalkan Juba setelah pertempuran itu dan mengatakan ia hanya akan kembali setelah pasukan internasional dikerahkan sebagai kekuatan penyangga untuk memisahkan pasukannya dari Kiir.
Kiir kini telah mengganti Machar dengan Jenderal Taban Deng Gai, mantan negosiator oposisi kepala yang memecah barisan dengan Machar.