Oleh: Meidy Ferdiansyah
(Sekretaris Yayasan BSMU)
INIPASTI.COM, [OPINI] — Hidup seringkali memberi pelajaran berarti dalam momen-momen yang pahit. Sekilas terlihat atau terasa tidak menyenangkan, namun di balik itu sesungguhnya tersimpan sebuah hikmah yang baik. Seringkali hikmah itu baru terasa jauh hari sejak momen yang pahit itu hadir. Salah satu pelajaran hidup itu bernama Kematian.
Kematian orang yang kita sayangi tentu bukan pengalaman hidup yang menyenangkan. Kesedihan dan kepiluan biasanya mengiringi kematian buah hati, orang tua, hingga pasangan hidup atau kekasih hati. Walaupun begitu, kematian adalah kepastian. Dia pasti akan datang sebagaimana datangnya malam menggantikan siang. Pasti, tidak bisa tidak. Tinggal kita yang perlu berusaha mempersiapkan dengan sebaik-baiknya.
Tiga momen dalam hidup saya datang susul menyusul, dalam periode kurang dari dua bulan ini. Ketiganya bertema kematian. Tentunya diiringi dengan kesedihan dan kepiluan tadi.
23 Mei, momen meninggalnya putra seorang sahabat. 8 Juni, momen wafatnya Bapak Mertua saya sendiri atau Bapak dari istri saya. Dan hari ini, 11 Juli, momen berpulangnya salah satu saudari terbaik kami, rekan kerja yang kesehariannya kita kenal sangat bersemangat.
Momen pertama membawa kesedihan yang sangat mendalam bagi sahabat saya. Putra kecilnya belum genap berusia 4 tahun. Bilangan hari memisahkannya dari hari ulang tahunnya yang ke-4. Leukimia menjadi asbab meninggalnya, yang membawa luka batin bagi sahabat saya.
Momen kedua membawa kepiluan bagi saya, istri, ibu mertua, dan segenap keluarga kami. Bapak yang seharusnya tanggal 22 Juni kemarin berulang tahun yang ke-90, tidak kuasa melewati usia sembilan dasawarsa. Hingga hari ini, kepergiannya masih meninggalkan rongga di dada bagi kami.
Momen ketiga, baru saja berlalu. Tadi pagi. Sahabat dan rekan sekerja kami, baru saja berpulang menemui Rabbnya. Perjuangan melawan penyakitnya berujung di hari ini. Tepat pada hari dilahirkan, di hari itu pula Allah SWT memanggilnya. Kepergiannya meninggalkan seorang suami dan dua putri cantik. Yang besar 2 SMP, yg kecil masih balita. Sungguh sedih hati, ketika si kecil bertanya pada ayahnya, “Bunda kemana? Dan kenapa Ayah tidak bersama Bunda?”
Ketiga momen yang datang susul menyusul merupakan pelajaran yang sangat berharga. Bagi saya, dan bagi kita semua. Kematian memang memisahkan yang hidup dan yang mati. Kita tidak bisa kembali bercengkrama, bercanda, atau bertegur sapa. Muncul penyesalan dan rasa bersalah, kenapa semasa hidup kita kurang berbakti, kurang berbuat baik, kurang ini kurang itu, bagi orang-orang yang kita sayangi. Barulah ketika dia tiada, keberadaannya jadi makin bermakna.
Benarlah apa yang disebutkan oleh Ali bin Abi Thalib RA, “Sebaik-baiknya warisan adalah ilmu dan sebaik-baiknya pelajaran adalah maut (kematian)”.
Dari kematian kita belajar tentang kehidupan. Kita lebih menghargai kehidupan yang Allah SWT anugerahkan, ketika kita merenungi maut yang pasti datang. Dan kita akan lebih mempersiapkan datangnya kematian, dengan memperbanyak amal kebaikan.
Rasulullah SAW bersabda:
“Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas (HR. Ibnu Majah)”
Semoga kita semua dapat menjemput kematian dengan indah…dengan husnul khotimah…
Amiiin Yaa Robbal Alamiiin