INIPASTI.COM, Presiden Jokowi kini tak lagi melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjaring menteri untuk kabinet periode keduanya bersama Ma’ruf Amin.
Selain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga tidak dilibatkan oleh Presiden terpilih 2019-2024, dalam penyusunan kabinet.
Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae mengatakan, sampai saat ini PPATK belum dilibatkan oleh Jokowi dalam pemilihan menteri kabinet jilid II.
“Saya kira itu wajar saja. Bapak Presiden akan mempertimbangkannya dari segala aspek, apakah perlu atau tidak meminta pendapat PPATK,” ujar Dian, Kamis malam (15/10/2019).
Sikap ini berbeda dengan 2014 silam, ketika ia bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla melibatkan KPK untuk mengecek rekam jejak calon menteri.
Menanggapi hal itu, Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI Aditya Perdana mengungkapkan, tidak ada undang-undang yang menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus terlibat dalam penyusunan kabinet.
Terkait penyusunan kabinet, imbuhnya merupakan kewenangan sepenuhnya dari Presiden Joko Widodo. “Pelibatan KPK dalam penyusunan kabinet, itu kan sepenuhnya ada di kewenangannya Pak Jokowi, tidak ada di undang-undang yang menyatakan bahwa KPK harus dilibatkan,” ujar Aditya Selasa (15/10/2019).
Aditya menuturkan, konteks tersebut harus dipahami dan dimaklumi oleh semua pihak. “Nah, oleh karena ini memang sepenuhnya kewenangan dari Pak Jokowi, dan tidak dilibatkannya KPK dalam menyusun kabinet hanyalah presiden yang tahu, itu yang harus kita tanya lebih jauh kepada beliau,” kata dia.
“Jadi jangan kemudian diinterpretasikan bahwa KPK harus terlibat dalam penyusunan kabinet, enggak juga,” sambungnya.
Menurut Aditya, mengapa Presiden Jokowi tidak mengajak KPK dalam konteks ini, pasti juga ada alasannya.
Kebijakan populis Ia menduga, tidak dilibatkannya KPK dalam peyusunan kabinet adalah karena saat ini KPK masih digawangi oleh pimpinan yang lama.
Pimpinan KPK lama tersebut, menurutnya berbeda pandangan ketika pembahasan Undang-Undang KPK waktu lalu. “Hal itu berdampak terhadap relasinya KPK sebagai kelembagaan dengan presiden,” terang dia.
Patut diduga, alasan tersebut yang paling menonjol daripada alasan-alasan yang lain, di samping penyusunan kabinet ini merupakan otoritas Presiden Jokowi.
Pelibatan KPK imbuhnya, hanyalah sebagai inisiatif, sebagai sebuah kebijakan yang populis, dan sebenarnya baik untuk diterapkan. “Tapi ketika dipertimbangkan untuk dilakukan sekarang juga, orang mungkin punya ekspektasi yang sam
Menurut saya itu juga tergantung dari presidennya sendiri, presiden mungkin punya cara lain yang ia tempuh bukan hanya lewat KPK,” jelas dia. ”
Dari sisi transparansinya, Presiden Jokowi juga akan bisa mengecek kalau dia sudah punya nama-namanya, dia bisa minta ke Sekretaris Negara untuk mengecek latar belakangnya, tracking sepak terjangnya secara langsung,” lanjut dia (bs/syakhruddin)