INIPASTI.COM – Permohonan praperadilan yang diajukan oleh Tom Lembong akhirnya ditolak oleh hakim pada Selasa, 25 November 2024. Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tumpanuli Marbun, menjelaskan alasan penolakan tersebut, dengan menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap Tom Lembong telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
“Surat perintah penahanan telah diberitahukan kepada tersangka dan keluarganya, sehingga secara administrasi telah dipenuhi oleh termohon,” kata Tumpanuli dalam sidang putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Tumpanuli menambahkan bahwa klaim pihak Tom Lembong yang menyatakan bahwa penahanan terhadapnya tidak sah adalah tidak berdasar. Kejaksaan Agung (Kejagung) juga telah berhasil membuktikan adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Tom Lembong, dengan dukungan alat bukti yang cukup.
“Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dipermasalahkan oleh pemohon yang mengklaim bahwa SPDP tersebut diberikan lebih dari tujuh hari. Berdasarkan bukti yang ada dalam persidangan, pemberitahuan SPDP tersebut masih berada dalam tenggat waktu yang sah,” ujarnya.
Selanjutnya, dalam pertimbangan lainnya, Tumpanuli menjelaskan bahwa dalam pembuktian tindak pidana korupsi, penyidik tidak hanya dapat berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tetapi juga dapat bekerja sama dengan instansi lainnya. Bahkan, penyidik dapat membuktikan sendiri tanpa bergantung pada temuan BPKP atau BPK, misalnya dengan melibatkan ahli atau meminta bantuan dari Inspektorat Jenderal atau lembaga sejenis.
“Kerugian negara juga dapat dibuktikan melalui ahli di bidang keuangan negara, perekonomian, serta ahli yang dapat menganalisis hubungan antara perbuatan dan kerugian yang ditimbulkan,” ujarnya. Tumpanuli menambahkan bahwa penghitungan kerugian negara oleh lembaga keuangan atau pihak yang berkompeten hanya menjadi dasar pembuktian di persidangan pokoknya. Oleh karena itu, dalam proses persidangan yang akan datang, jumlah kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi ini akan diuji secara mendalam.
Tom Lembong mengajukan gugatan praperadilan setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada periode 2015-2016. Kejagung menilai bahwa seharusnya, dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung, dan impor hanya boleh dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dalam hal ini PT PPI.
Menurut keterangan Kejagung, kasus ini bermula ketika Tom Lembong, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perdagangan, memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk diolah menjadi gula kristal putih. Padahal, dalam rapat koordinasi antar kementerian pada 12 Mei 2015, telah disimpulkan bahwa Indonesia sedang mengalami surplus gula dan tidak memerlukan impor gula. Kejagung juga menyebut bahwa persetujuan impor tersebut diberikan tanpa melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian untuk mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.
Menanggapi putusan praperadilan tersebut, Kejagung menyatakan bahwa penyidikan terhadap Tom Lembong akan dilanjutkan. “Karena gugatan praperadilan ditolak, berarti penetapan tersangka sah dan penyidikan dilanjutkan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, saat dihubungi oleh awak media di Jakarta (sdn)