INIPASTI.COM – Teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) telah menjadi bagian integral dari berbagai aspek pekerjaan saat ini, termasuk jurnalisme.
Perdebatan seputar dampak dan peran AI dalam ruang redaksi telah menjadi topik yang hangat, terutama setelah Festival Jurnalisme Internasional di Kota Perugia, Italia, di mana kehadiran AI dalam jurnalisme menjadi perhatian utama.
Dilansir dilaman CNN Indonesia, Penggunaan AI dalam ruang redaksi telah meluas di seluruh dunia, mulai dari menyalin dokumen suara, meringkas teks, hingga membantu menerjemahkan hasil wawancara.
Namun, kekhawatiran muncul ketika beberapa perusahaan, seperti kelompok Axel Springer di Jerman, mengumumkan rencana untuk mengurangi jumlah pekerja di surat kabar mereka karena penggunaan AI dianggap dapat “menggantikan” beberapa jurnalis.
AI Generatif, yang mampu menghasilkan teks dan gambar berdasarkan permintaan sederhana dalam bahasa sehari-hari, telah memicu kekhawatiran serius dalam beberapa tahun terakhir.
Salah satu masalah utamanya adalah kemampuannya dalam mengkloning suara dan wajah untuk membuat podcast atau menyajikan berita di televisi. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang keaslian konten, terutama dengan kemunculan teknologi deepfake.
Meskipun demikian, AI juga membawa potensi besar dalam meningkatkan efisiensi dan kualitas dalam industri jurnalisme.
Dengan biaya penggunaan AI yang semakin terjangkau, redaksi yang lebih kecil pun dapat mengakses teknologi ini. Media investigasi seperti Cuestion Publica bahkan telah menggunakan AI untuk mengembangkan alat yang membantu dalam menjelajahi arsip dan menemukan informasi latar belakang yang relevan.
Namun, di tengah potensi yang ditawarkan oleh AI, regulasi yang tepat masih dalam tahap awal. Beberapa inisiatif seperti Piagam Paris tentang AI dan jurnalisme dari Reporters Without Borders menekankan pentingnya transparansi dalam penggunaan AI.
Namun, masih ada debat seputar apakah konten yang dihasilkan oleh AI harus diberi tanda atau tidak, serta seberapa besar tingkat kepercayaan masyarakat terhadap merek media.
Di sisi lain, beberapa organisasi media, seperti Axel Springer, AP, Le Monde, dan Prisa Media, telah memilih untuk berkolaborasi dengan perusahaan teknologi seperti OpenAI.
Meskipun terdapat kekhawatiran terkait keterbatasan sumber daya di industri media, banyak yang melihat kolaborasi dengan teknologi baru sebagai langkah yang menarik dan potensial.
Dengan godaan dan tekanan eksternal yang semakin meningkat, keputusan untuk menggunakan AI dalam jurnalisme menjadi semakin penting.
Meskipun demikian, upaya untuk mengatasi tantangan dan menemukan keseimbangan antara manfaat teknologi dan prinsip jurnalisme yang fundamental tetap menjadi fokus utama dalam evolusi industri ini (sdn)