Nasib sebanyak 5109 guru besar di seluruh Indonesia terancam dicabut tunjangan guru besarnya, jika sampai akhir 2017 tidak produktif.
Pemerintah tidak segan-segan mencabut tunjangan kehormatan guru besar bagi profesor yang tidak produktif. Demikian penegasan Direktur Jenderal Sumber Daya IPTEK dan Dikti, Ali Ghufron Mukti, saat acara halal bihalal dengan Forum Wartawan Pendidikan (Fortadik) di Jakarta, Jumat (15/7)
Kriteria tidak produktif, karena para profesor tidak menghasilkan jurnal bertaraf bertaraf interasional. Padahal, seharusnya satu profesor diharap mampu menghasilkan satu jurnal bertaraf internasional setiap tahun, ungkapnya.
Ghufron membandingkan kinerja profesor luar negeri dengan Indonesia dalam menjalankan penelitian. Para guru besar di luar negeri bisa membawa banyak penelitian dari berbagai lembaga dan institusi.
Pengerjaan ini pun dibantu oleh mahasiswa asuhannya sebagai bagian pembelajaran dan mendapatkan gaji. “Indonesia gak begitu, mahasiswa cari penelitian sendiri-sendiri. Profesornya gak nyari. Meski begitu, masih ada juga profesor yang sudah berkelas,” tambahnya.
Dari data Kemenristek Dikti menyebutkan, Indonesia pada 2014 hanya menghasilkan 5.499 jurnal internasional, berada di bawah Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Adapun Malaysia menghasilkan jurnal ilmiah internasional sebanyak 25.330 jurnal, Singapura 17.198 jurnal, dan Thailand 12.061 jurnal.
Laporan : Yahya