INIPASTI.COM, CERPEN/FIKSI — Langit senja berwarna jingga keemasan, menyapa kota Makassar yang ramai. Di sebuah kafe kecil dengan nuansa vintage, Riana dan Andi duduk berhadapan, raut wajah mereka memancarkan ketegangan. Hari ini, tepat dua minggu sebelum pemilihan presiden 2024, perbedaan pilihan politik mereka mulai memicu keretakan dalam hubungan mereka.
Riana, seorang aktivis muda yang kritis terhadap pemerintah, mendukung kandidat oposisi. Sementara Andi, seorang pengusaha yang lebih konservatif, memilih calon petahana. Debat panas mewarnai pertemuan mereka, diiringi kopi yang mendingin di atas meja.
“Aku tidak percaya kamu mendukung dia!” seru Riana dengan nada tinggi. “Dia hanya boneka para koruptor!”
Andi membalas dengan tatapan tajam. “Dia pemimpin yang stabil dan berpengalaman. Negara ini membutuhkannya!”
Perdebatan mereka berputar-putar, tak ada yang mau mengalah. Rasa frustrasi dan kekecewaan mulai menyelimuti hati mereka. Riana merasa Andi tidak memahami idealismenya, sedangkan Andi merasa Riana terlalu naif dan idealis.
Suasana kafe yang tadinya romantis berubah menjadi arena pertempuran politik. Suara mereka meninggi, menarik perhatian pengunjung lain. Di tengah kekacauan itu, Riana teringat momen indah mereka berdua, saat politik belum menjadi jurang pemisah.
Tiba-tiba, Andi meraih tangan Riana. “Maaf,” bisiknya. “Aku tidak bermaksud membentakmu.”
Riana menatap Andi dengan mata berkaca-kaca. “Aku juga,” jawabnya lirih.
Keheningan menyelimuti mereka selama beberapa saat. Di luar kafe, langit semakin gelap, menandakan malam telah tiba.
“Bagaimana kalau kita sepakat untuk tidak membahas politik lagi?” usul Andi. “Aku tidak ingin perbedaan ini merusak hubungan kita.”
Riana terdiam sejenak, menimbang usulan Andi. Akhirnya, dia mengangguk pelan. “Baiklah,” jawabnya. “Aku setuju.”
Malam itu, mereka berdua meninggalkan kafe dengan perasaan campur aduk. Cinta mereka diuji oleh perbedaan politik, dan mereka harus menemukan cara untuk menjembatani jurang tersebut.
Keesokan harinya, Riana dan Andi bangun dengan tekad baru. Mereka sepakat untuk menghormati perbedaan pilihan politik mereka, dan fokus pada hal-hal yang menyatukan mereka. Cinta, kasih sayang, dan rasa saling pengertian menjadi kekuatan mereka untuk melewati masa-masa sulit ini.
Meskipun berbeda pilihan, Riana dan Andi tetap berkomitmen untuk menjaga hubungan mereka. Mereka belajar untuk berdialog dengan terbuka dan saling mendengarkan. Perbedaan politik tidak lagi menjadi penghalang, melainkan sebuah kesempatan untuk belajar dan tumbuh bersama.
Di tengah hiruk pikuk pemilu, kisah cinta Riana dan Andi menjadi pengingat bahwa cinta mampu melampaui batas-batas perbedaan. Politik memang penting, tapi cinta dan persatuan jauh lebih berharga. (Bard-UL)