Gula merupakan salah satu bahan pokok strategis kedua setelah beras. Bila dikalkulasi berdasarkan tingkat konsumsi, gula berada jauh di atas beras. Hampir setiap menit masyarakat mengkonsumsi gula dalam bentuk makanan dan minuman. Rumah tangga tanpa gula sama dengan rumah tangga tanpa beras. Pantas Pak Jusuf Kalla pada suatu kesempatan mengatakan, impor gula saat ini masih tetap dilakukan dan belum bisa dihentikan.
“Hal itu karena produksi gula nasional hanya 2,5 juta ton per tahun dan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan gula nasional yang mencapai 4,5 juta ton per tahun.” (Kompas, Sabtu 6 Desember 2014.)
Hasil survey pada beberapa pasar di kota Makassar seperti pasar Terong, pasar Panampu, Pasar Daya dan Pasar Pabaengbaeng menunjukkan harga gula ternyata tidak semanis rasanya. Pada minggu terakhir sebelum masuk Ramadhan, harga gula pasir pada beberapa pasar di atas masih berkisar pada harga Rp 13.000/kg, pada dua hari sebelum masuk ramadhan harga langsung bergerak naik menjadi Rp 14.000/kg, kemudian pada minggu kedua ramadhan harga menjadi Rp 15.000/kg, dan pada minggu terakhir ramadhan harga menjadi Rp 16.000/kg.
Hingga hari ini tgl 23 Juli 2016, harga ini tidak ada tanda-tanda untuk turun
Sedikitnya dua masalah yang muncul akibat kenaikan harga gula tersebut. Pertama pemilik modal yang ingin meraup untung sebesar-besarnya akan melihat kenaikan harga gula pasir ini sebagai peluang untuk ikut bermain dalam tata niaga gula tanpa mempertimbangkan lingkungan dan kemaslahatan, kedua kelompok masyarakat yang tidak mampu membeli gula akibat harga yang terlalu tinggi. Kelompok pertama akan berusaha dengan berbagai cara untuk memperoleh gula pasir baik dalam bentuk gula pasir rafinasi maupun gula pasir murni untuk di suplai kepasar, kelompok kedua atau masyarakat yang tidak mampu akan membeli gula dengan harga yang murah tanpa memikirkankan lagi aspek kesehatan, yang penting manis.
Pilihan gula pasir yang murah hanya pada gula rafinasi. Padahal gula rafinasi diperuntukkan untuk industri dan tidak diperuntukkan untuk konsumsi langsung karena harus melalui proses terlebih dahulu. Dalam gula rafinasi mengandung banyak bahan fermentasi sehingga menyebabkan masalah kesehatan diantaranya adalah penyakit gula. Gula rafinasi yang dikonsumsi langsung mengakibatkan penuaan pada kulit melalui proses alami glikasi. Semakin banyak proses glikasi dialami, maka kulit makin gelap dan kusam (SK Menperindag NO 527/MPT/KET/9/2004).
Akhirnya masyarakat kecil yang selalu mendapat dampak buruk akibat kenaikan harga gula pasir. Nasib masyarakat yang mengkonsumsi gula pasir rafinasi akan sama dengan dengan vaksin palsu yang di berikan kepada anak, bahkan mungkin lebih parah lagi. Olehnya itu, manisnya gula pasir rafinasi tidak lagi semanis rasa yang dikira oleh masyarakat. Mudah-mudahan manisnya bukan racun.