Penulis: Zakaria Ahmad
KESADARAN normatif kita tentang kenaikan harga bahan pokok pangan, khususnya gula selalu didasari oleh hukum pasar yaitu hukum demand and supply. Fiqhi ini benar-benar menjadi kitab bagi para rente untuk mencari untung yang sebanyak-banyaknya tanpa mempertimbangkan lagi kepentingan orang banyak, kepentingan negara dan bangsa.
Darmin Nasution boleh berharap harga akan mencapai Rp 12.500 per kilogram pada akhir tahun ini tapi fakta di lapangan menunjukan harga sampai Rp 20.000 per kilo di tingkat konsumen (end user). Pola dan perilaku kenaikan harga gula pasir tahun ini agak spesifik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya di mana setelah Ramadan harga gula pasir akan turun.
Harga gula pasir yang semakin meningkat ini merangsang banyak pihak untuk memanfaatkan kesempatan ini. Hasil survei penulis di berbagai tempat di Indonesia menunjukan bahwa mereka yang memanfaatkan kesempatan ini tidak hanya kartel yang berbaju pedagang tetapi juga kartel yang berbaju korpri dengan mobil yang berpelat merah. Pola kerja kartel berbaju korpri ini dengan menggunakan kalimat sakti “Operasi Pasar”, satu hari operasi pasar esok hari mereka menjual gula pasir seperti rente.
Pada berbagai pasar rakyat di seluruh indonesia, kita melihat berbagai merek yang bereda seperti Gulaku, MSI, ITC, PSM, Gula Pasir Bulog, INKPOPOL Gula RAFINASI PATENE, INDO SUGAR, PTPN, PPI dan merek-merek yang mengatasnamakan koperasi, dan lainnya. Sebagian kecil merek ini merupakan produsen gula yang sebenarnya, sedangkan sebagian besar lainnya menggunakan baju lembaga maupun atas nama koperasi.
Menurut salah satu distributor pasar induk Makassar, Apeng, bahwa salah satu penyebab kenaikan harga gula adalah akibat ulah para pedagang yang berbaju korpri, di mana satu hari operasi pasar, esok harinya menjadi pedagang insidentil yang tidak memikirkan lagi kelanjutan usahanya. Mereka ini lebih berbahaya dari kartel dan rente, prilaku mereka akan merusak harga pasar. Penyebab lainnya PG di Indonesia belum berproduksi.
Siapa yang bertanggung jawab?
Bapak Syarkawi (ketua KPPU) mungkin hanya bisa berkoar pada berbagai media di Jakarta dengan mengatakan akibat ulah rantai tengah atau distributor munculah permintaan semu di pasar yang membuat harga di tingkat end user menjadi tinggi. Syarkawi memberikan contoh harga ayam potong di beberapa pasar di Jambi yang naik dari Rp 30.000 per kg menjadi Rp 35.000 per kg. Dia mencermati penaikan itu bukan karena permintaan melonjak, tetapi lantaran patokan harga dari distributor yang terlampau tinggi.Bagi Syarkawi, penaikan harga pangan karena tingginya permintaan merupakan hal yang wajar. Namun, apabila ada campur tangan distributor yang turut menaikkan harga, maka akan muncul permintaan semu tersebut (Kompas, 6/2016).
Sejauh ini Darmin Nasution hanya bisa memberi harapan palsu kepada masyarakat, bahwa harga gula akan turun tetapi tidak ada upaya hukum untuk membuat jera para kartel baik yang berbaju pedagang maupun berbaju kopri. Kartel Pertral saja bisa, masa Kartel Gula pasir tidak bisa.