INIPASTI.COM – Layanan internet Starlink diklaim memiliki kecepatan tinggi karena satelitnya berada di orbit rendah Bumi. Berikut penjelasan mengenai keunggulan jaringan komunikasi milik Elon Musk ini.
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan bahwa peluncuran Starlink akan dilakukan oleh Elon Musk di salah satu Puskesmas di Denpasar, Bali, pada Minggu (19/5).
“Besok (hari ini, red) pagi jam 8, (Elon Musk) mendarat di Bali. Sudah diatur semua acaranya, dan siangnya akan meluncurkan Starlink bersama beberapa menteri kita,” ujar Luhut setelah menghadiri upacara Segara Kerthi di Bali, Sabtu (19/5) seperti dikutip dari Antara.
Menteri lainnya yang akan hadir dalam peluncuran Starlink adalah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi, serta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Menurut Luhut, peluncuran Starlink merupakan langkah penting untuk mengurangi titik buta internet di daerah-daerah terpencil. “Daerah-daerah terpencil kita akan bisa di-cover dengan internet yang bagus,” katanya.
Layanan internet Starlink tidak langsung melayani pengguna umum di Indonesia. Perusahaan masuk secara bertahap seiring lobi-lobi para pejabat RI ke Elon Musk sejak lama.
Pada 2022, Starlink mulai menjajaki layanan untuk perusahaan (B2B) setelah mendapat hak labuh dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.
“Hak labuh memungkinkan Starlink menjual kapasitas satelit Starlink kepada Telkomsat untuk memenuhi kebutuhan pita backhaul Telkomsat,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Jumat (10/6/2022).
Menurut Peraturan Menteri Kominfo Nomor 21 tahun 2014, Hak Labuh (Landing Right) Satelit adalah hak untuk menggunakan satelit asing yang diberikan oleh Menteri kepada Penyelenggara Telekomunikasi atau Lembaga Penyiaran.
Satelit Starlink ini bisa disewa oleh Telkomsat untuk memberikan layanan jaringan internet tertutup kepada pelanggan perusahaan.
Klaim Keunggulan
Starlink adalah konstelasi satelit dengan misi memberikan akses internet kepada seluruh dunia.
Mengutip situs resminya, Starlink memiliki beberapa keunggulan. “Starlink didesain untuk mengantarkan internet dengan super cepat, bahkan ke tempat dengan akses yang kurang, terlalu mahal, atau bahkan tidak tersedia,” demikian pernyataan perusahaan.
Pertama kali diumumkan ke publik pada Januari 2015, sejalan dengan pembukaan fasilitas pengembangan SpaceX di Redmond, Washington, Amerika Serikat, satelit Starlink diluncurkan ke angkasa pada 2019.
Satelit ini mengorbit di tiga level ketinggian yang rendah atau Low Earth Orbit (LEO) demi menjangkau daerah yang tidak memiliki fiber optik atau Base Transceiver Station (BTS), yaitu orbit setinggi 340 km, 550 km, dan 1.200 km di atas permukaan Bumi.
Sementara satelit kebanyakan, termasuk milik Pemerintah dan BUMN RI, ditempatkan di orbit yang lebih tinggi, yakni Geostationary Orbit (GEO).
Karena rendahnya orbit, satu satelit Starlink hanya bisa menjangkau area yang lebih kecil, sehingga sistemnya membutuhkan jumlah satelit yang lebih besar untuk menyediakan layanan ke seluruh penjuru Bumi berbentuk konstelasi.
Dalam satu peluncuran, SpaceX bisa mengangkut puluhan hingga ratusan satelit Starlink ke luar angkasa. Satu satelit Starlink memiliki bobot 227 kg hingga 295 kg.
Karena Starlink ditempatkan di orbit Bumi yang rendah, yaitu sekitar 350 mil (563,7 km), SpaceX mengklaim latensi atau kecepatan internet antara 25 ms dan 35 ms.
Hal itu dinilai cukup cepat hingga memungkinkan kecepatan internet sampai 1 Gbps. “Dengan kecepatan tinggi dan latensi serendah 20 ms di sebagian besar lokasi, Starlink memungkinkan melakukan panggilan video, game online, streaming, dan aktivitas berkecepatan data tinggi lainnya yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan dengan satelit internet lainnya,” klaim Starlink.
Pemerintah berharap Starlink bisa menjangkau daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Namun, proyek-proyek internet di pedalaman dari pemerintah, seperti Satelit Satria-1, BTS 4G BAKTI, hingga Palapa Ring, belum sepenuhnya mencakup seluruh wilayah.
Direktur Jenderal Informasi Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, menuturkan layanan internet satelit Starlink masih diperlukan lantaran layanan internet pemerintah belum menjangkau sebagian penduduk.
Ia mengutip hasil Survei Penetrasi Internet 2024 dari Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) yang menyatakan tingkat penetrasi internet Indonesia baru mencapai 79,5 persen, naik dari tahun sebelumnya 78,19 persen.
Artinya, masih ada sekitar 20 persen penduduk Indonesia yang belum bisa menikmati layanan internet.
“Satria belum bisa meng-cover seluruhnya. Dia kan ada 11 Stasiun Bumi, layanannya cuma di tempat-tempat Stasiun Bumi itu.
Di tempat lain dia tidak bisa meng-cover,” ujar Usman di kantornya, Jakarta, Jumat 3 Mei 2024. “Karena itu diperlukan teknologi lain, dalam arti sama-sama satelit cuma yang satu low.”