INIPASTI.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengusut kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Dalam sepekan terakhir, tim penyidik KPK melakukan serangkaian penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk Samarinda, Kalimantan Timur, untuk menelusuri dan menyita aset-aset yang diduga hasil dari tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Tim penyidik KPK berhasil menyita 91 unit kendaraan berbagai merek seperti Lamborghini, McLaren, BMW, Mercedes Benz, Hummer, dan lainnya.
Banyak kendaraan tersebut diatasnamakan pihak lain termasuk perusahaan dan kakak ipar Rita, Endri Erawan, yang juga merupakan manajer Timnas Indonesia. Selain itu, tim penyidik KPK turut menyita 30 barang mewah berupa jam tangan seperti Rolex, Hublot Big Bang, Chopard Mille, hingga Richard Mille.
Profil Rita Widyasari
Rita Widyasari lahir di Tenggarong pada 11 November 1973. Dia adalah putri dari Bupati pertama Kutai Kartanegara (Kukar), Syaukani, yang juga terjerat kasus korupsi pada tahun 2006. Mengikuti jejak ayahnya, Rita masuk ke dunia politik dan berhasil menjadi bupati perempuan pertama di Provinsi Kalimantan Timur setelah memenangkan Pilkada Kukar pada 2010.
Rita menjabat selama dua periode sebagai Bupati Kukar. Namun, pada periode kedua (2016-2021), Rita juga terjerat kasus korupsi dan dijerat KPK pada 2018.
Pendidikan dan Penghargaan dari Jokowi
Rita menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Padjadjaran (Unpad), S2 di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), dan S3 di Universitas Utara Malaysia. Dalam karier politiknya, Rita pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kukar dari Partai Golkar dan Ketua Golkar Kalimantan Timur. Dia juga pernah menjabat sebagai Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di Kalimantan Timur.
Selama menjabat sebagai Bupati Kukar, Rita menerima beberapa penghargaan, termasuk Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha dari Presiden Joko Widodo pada 28 April 2015.
Rita juga dianugerahi sebagai Inspirator Pembangunan Daerah 2017 oleh Pusat Kajian Keuangan Negara dan menerima Global Leadership Award 2016 dari The Leader International dan American Leadership Development Association. Selain itu, dia sempat ditunjuk sebagai Bendahara Umum SEA Games XXIX tahun 2017 oleh Presiden Joko Widodo.
Jejak Kasus Rita Widyasari di KPK
Kasus dugaan TPPU yang melibatkan Rita Widyasari mulai diproses pada era kepemimpinan KPK jilid IV di bawah Agus Rahardjo Cs. Rita bersama dengan Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencucian uang pada 16 Januari 2018.
Mereka diduga menerima fee proyek, fee perizinan, dan fee pengadaan lelang barang dan jasa APBD selama masa jabatan Rita sebagai bupati. Total gratifikasi yang diterima mencapai Rp436 miliar.
Rita dan Khairudin diduga menggunakan hasil gratifikasi tersebut untuk membeli kendaraan dan tanah atas nama orang lain.
Mereka juga menyimpan uang atas nama orang lain. Atas perbuatannya, keduanya disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, Rita dan Khairudin telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus suap izin operasi perkebunan kelapa sawit dan gratifikasi terkait sejumlah proyek di Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Rita divonis 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp600 juta subsider enam bulan kurungan. Hak politik Rita juga dicabut selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok. Putusan ini dikuatkan oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat Peninjauan Kembali (PK).
Rita terbukti menerima gratifikasi sejumlah Rp110.720.440.000 terkait perizinan proyek di Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Dia melakukan perbuatan tersebut bersama dengan Khairudin yang juga merupakan anggota Tim 11 pemenangan Rita.
Khairudin divonis 9 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan. Selain itu, Rita menerima uang suap Rp6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima, Hery Susanto Gun alias Abun, terkait pemberian izin lokasi perkebunan sawit (sdn)