INIPASTI.COM – Rangkaian penting pelaksanaan ibadah haji telah usai dilaksanakan, doa-doa yang disertai derai air mata telah ditumpahkan. Doa di Padang Arafah adalah doa yang dianggap paling mustajab,gampang diijabah. Tangisan mengadu kepada sang Khalik di padang luas itu, menyeruak di mana-mana.
Baca juga: Mukidi Bertemu Nunding Soal ‘Berak’ & ‘Kencing
Kyai Sudrun salah satu jamaah yang ngotot meminta kepada Allah agar ibadah hajinya mabrur. Jutaan jamaah lainnya juga berharap sama. Usai wukuf di Padang Arafah, jutaan jamaah itu bergegas menuju ke Mina untuk melakukan ibadah jumrah aqabah, ibadah melempar batu sebanyak tujuh kali ke tugu yang pertama. Esok harinya, jamaah kembali melakukan lempar jumrah ke tugu pertama, kedua dan ketiga.
Kyai Sudrun adalah seorang kyai yang dikenal sangat sakti. Aplikasi ketauhidannya sangat tinggi. Ketergantungannya kepada sang khalik sult dicari bandingannya. Banyak ummat yang datang ke pondoknya hanya untuk meminta didoakan. Doa-doanya, dikenal makbul.
Kyai Sudrun sedang sesunggukan sendirian, tidak jauh dari Maqam Ibrahim, merenungkan apakah ibadah hajinya mabrur. Harapannya terus ia gandakan, sembari terus menerus menengadahkan tangan hingga sejajar dengan bahunya. Malam semakin larut, Kyai Sudrun masih mematung, tidak terpengaruh dengan langkah ribuan kaki yang tidak berhenti melakukan tawaf. Doa-doa terus ia panjatkan.
Baca juga: Mukidi Ditawari Dalang Shabu-shabu
Di antara azan pertama dan azan subuh di hadapan Baitullah, suara dialog itu samar-sama mulai memasuki gendang telinga sang kyai. Makin lama, makin jelas. Kyai Sudrun terbenam dalam rangkaian dialog itu. Ia bermimpi melihat dua malaikat yang sedang berdialog tentang pahala haji mabrur.
Malaikat 1: Berapa banyak jamaah haji tahun ini?
Malaikat 2: Sekitar dua juta orang
Malaikat 1: Berapa jamaah haji yang memperoleh pahala mambrur?
Malaikat 2: Dengan berbagai alasan, dan hanya Allah yang maha tahu alasannya, tidak ada satupun yang mendapatkan pahala haji mabrur
Malaikat 1: Masa iya, tidak ada satupun?
Malaikat 2: Ada satu orang yang mendapatkan pahala haji mabrur. Tapi dia tidak melaksanakan ibadah haji di Mekah.
Malaikat 1: Dimana dia bermukim?
Malaikat 2: Aslinya dia dari Lamongan Jawa Timur, tapi sekarang dia sedang mengembara di sepanjang pantai Losari kota Makassar.
Malaikat 1: Siapa namanya?
Malaikat 2: Mukidi
Malakat 1: Mukidi yang berteman baik dengan Nunding?
Malaikat 2: Betual
Malaikat 1: Bukankah Mukidi seorang mantan preman?
Dialog malaikat itu terhenti sampai disini. Kyai Sudrun disadarkan oleh semakin gempitanya jamaah yang tidak pernah berhenti tawaf. Mimpi Kyai Sudrun mirip dengan mimpi ulama besar Hasan Al-Basyri, beberapa ratus tahun yang lalu. Dalam mimpinya beliau melihat dua Malaikat sedang membicarakan sesuatu.
Rasannya orang yang menunaikan haji tahun ini, banyak sekali Komentar salah satu Malaikat. Betul Jawab yang lainya.
Berapa kira kira jumlah keseluruhan?
Tujuh ratus ribu.
Pantas Eh, kamu tahu nggak, dari jumlah tersebut berapa kira kira yang mabrur, Selidik Malaikat yang mengetahui jumlah orang orang haji tahun itu Wah, itu sih urusan Allah.
Baca juga: Mukidi Nonton “Uang Panai”
Dari jumlah itu, tak satupun yang mendapatkan haji Mabrur Kenapa? Macam macam, ada yang karena riyak, ada yang tetangganya lebih memerlukan uang tapi tidak dibantu dan dia malah haji, ada yang hajinya sudah berkali kali, sementara masih banyak orang yang tidak mampu, dan berbagai sebab lainnya. Terus? Tapi masih ada, orang yang mendapatkan pahala haji mabrur tahun ini. Lho katannya tidak ada.
Ya, karena orangnya tidak naik haji.
Kok bisa. Begitulah Siapa orang tersebut? Said bin Muhafah, tukang sol sepatu di kota Damsyiq.
Mendengar ucapan itu, Hasan Al-Basyri langsung terbangun. Sepulang dari Makkah, ia tidak langsung ke Mesir, Tapi langsung menuju kota Damsyiq (Siria). Sesampai di sana ia langsung mencari tukang sol sepatu yang disebut Malaikat dalam mimpinya. Hampir semua tukang sol sepatu ditanya, apa memang ada tukang sol sepatu yang namanya Said bin Muhafah.
Ada, di tepi kota. Jawab salah seorang sol sepatu sambil menunjukkan arahnya. Sesampai disana Hasan Al-Basyri menemukan tukang sepatu yang berpakaian lusuh. Benarkah anda bernama Said bin Muhafah? tanya Hasan Al-Basyri. Betul, kenapa? Sejenak Hasan Al-Basyri kebingungan, dari mana ia memulai pertanyaanya, akhirnya iapun menceritakan perihal mimpinya. Sekarang saya tanya, adakah sesuatu yang telah anda perbuat, sehingga anda berhak mendapatkan pahala haji mabrur, barang kali mimpi itu benar selidik Hasan Al-Basyri sambil mengakhiri ceritanya.
Saya sendiri tidak tahu, yang pasti sejak puluhan tahun yang lalu saya memang sangat rindu Makkah, untuk menunaikan ibadah haji. Mulai saat itu setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya, sebagai tukang sol sepatu. Sedikit demi sedikit saya kumpulkan. Dan pada tahun ini biaya itu sebenarnya telah terkumpul.
Tapi anda tidak berangkat haji
Benar Kenapa? Waktu saya hendak berangkat ternyata istri saya hamil, dan saat itu dia ngidam berat Terus? Ngidamnya aneh, saya disuruh membelikan daging yang dia cium, saya cari sumber daging itu, ternyata berasal dari gubug yang hampir runtuh, disitu ada seorang janda dan enam anaknya. Saya bilang padanya bahwa istri saya ingin daging yang ia masak, meskipun secuil. Ia bilang tidak boleh, hingga saya bilang bahwa dijual berapapun akan saya beli, dia tetap mengelak.
Akhirnya saya tanya kenapa?.. daging ini halal untuk kami dan haram untuk tuan katanya Kenapa? tanyaku lagi, karena daging ini adalah bangkai keledai, bagi kami daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakanya tentulah kami akan mati kelaparan, Jawabnya sambil menahan air mata.
Mendengar ucapan tersebut spontan saya menangis, lalu saya pulang, saya ceritakan kejadian itu pada istriku, diapun menangis, akhirnya uang bekal hajiku kuberikan semuanya untuk dia
Mendengar cerita tersebut Hasan Al-Basyripun tak bisa menahan air mata.Kalau begitu engkau memang patut mendapatkanya Ucapnya.
Kisah ini diceritakan oleh Imam dan Khotib Masjid Rohmah, Cairo Egypt Shahih tidaknya tidak disebutkan. Meski demikian kisah ini perlu menjadi renungan.
Kyai Sudrun yang sudah membaca kisah ini terburu-buru segera kembali ke Indonesia, tapi tidak langsung pulang ke Kabupaten Pati di Jawa Tengah, tempat Kyai Sudrun mengasuh sebuah pesantren. Ia malah langsung bergegas ke Makassar.
Menjelang tengah malam, Kyai Sudrun sampai juga di Pantai Losari kota Makassar. Dan menemukan seseorang yang sedang dikelilingi oleh beberapa remaja yang berusia belasan tahun.
Assalamualaikum, saya Sudrun dari Pati.
Waalaikumussalaam, saya Mukidi. Wajah Mukidi tiba-tiba berubah, matanya melolot, pikirannya sedang menganalisa wajah yang tiba-tiba muncul dihadapannya. Wajah itu tidak asing bagi Mukidi, tapi apakah betul itu Kyai Sudrun?
Saya Sudrun, pengasuh pondok di Pati, Kyai Sudrun berusaha meyakinkan Mukidi yang sedang melacak keraguannya, dan penjelasan Kyai Sudrun membuat Mukidi bergerak cepat mencium tangan Kyai Sudrun. Tindakan khas kaum nahdiyin.
Mukidi, saya baru saja kembali dari Tanah Suci, di sana saya bermimpi melihat dua malaikat yang berdialog tentang siapa dari jamaah haji, yang menrima pahala mabrur. Hasil dialog itu menyimpulkan, dari dua juta jamaah haji itu, tidak ada satupun yang memperoleh pahala haji mabrur. Dan, ada satu yang bisa memperoleh pahala haji mabrur, meskipun orang itu tidak menunaikan ibadah haji di tanah suci. Orang itu adalah saudara Mukidi.
Bagaimana mungkin pak Kyai,” imbuh Mukidi.
Allah maha mengetahui, segala sesuatu yang kita tidak tau. Jelas Kyai Sudrun.
Ibadah apa yang Mukidi lakukan sehingga malaikat menyebutmu berhak atas pahala haji mabrur?
Maaf pak Kyai, saya hampir tiap malam sejak saya batal naik haji, berkumpul dengan anak-anak remaja ini di sini. Anak-anak ini pekerjaannya, membegal, mencopet, memasuki rumah-rumah kosong dan mengambil apa saja yang ada di dalamnya. Mereka meresahkan warga Makassar. Mereka kehilangan perhatian dari orangtuanya. Ada banyak alasan kenapa mereka membegal, mencuri, dan mencopet.
Apa alasan mereka? tanya Kyai Sudrun.
Ada yang ibunya sedang hamil dan ditinggalkan suaminya. Ada yang ibunya dan saudarinya pelacur, anak-anak ini ingin menolong ibunya, keluar dari kesulitan, keluar dari profesinya sebagai pelacur. Wajah Kyai Sudrun pucat pasi, khusuk mendengarkan penjelasan Mukidi.
Sayang, mereka bermaksud berbuat baik, tapi caranya keliru. Mereka inilah yang saya bina. Saya bangun kepercayaan diri mereka, saya siapkan modal untuk mereka. Uang yang saya niatkan untuk naik haji dengan ONH Plus, saya gunakan semuanya untuk membina mereka.
Baca juga: Mukidi Gagal Berangkat Haji
Kyai Sudrun terus mengangguk, sembari bergumam; ini rupanya cara Allah mencintai hambanya yang berkorban untuk kebaikan orang lain.
Kisah ini viral kemana-mana, menjadi bahan perbincangan dunia maya dan di warkop-warkop. Akhirnya sampai juga di tenganya Nunding. Nuunding pun mengumpat, dasar bodoh, kenapa Mukidi tidak menghubungii saya? Ini kesempatan bagus untuk menigkatkan popularitas politik. Seharusnya Mukidi menunjuk saya ketika Kyai Sudrun mencarinya. Semestinya nama Mukidi adalah nama samaran dari Nunding. Nunding terus berimajinasi, menyesali kejujuran Mukidi. (Mammu)