INIPASTI.COM, MAKASSAR – Perjuangan jemaah haji di Tanah Suci tidaklah terbilang mudah. Mereka harus melalui beberapa rangkaian ibadah haji yang begitu menguras tenaga dan energi. Seperti Wukuf di Padang Arafah, Tawaf, Sa’i, dan sebagainya. Mereka harus melalui ibadah di bawah terik matahari yang kabarnya mencapai 45 derajat celsius.
Seperti yang disampaikan Mawardy Siradj kepada inipasti.com, Selasa (11/10). Humas Kanwil Kemenag Sulsel ini menggambarkan banyak di antara jemaah yang jauh sebelum berangkat sudah berjuang lebih dulu. Mereka rela menahan diri untuk tidak membeli barang-barang yang ia inginkan hanya demi menabung mengumpulkan biaya naik haji. “Ada pula yang menjual sawah, ternak, sampai perhiasan dan barang-barang lainnya untuk mendaftar naik haji,” jelas Mawardy.
Semua itu, lanjut Mawardy, dilakukan untuk menyempurnakan keislaman seseorang sebagai seorang muslim. Dengan itu, seorang muslim yang telah melaluinya, terkhusus untuk muslim Indonesia, akan mendapat gelar Haji atau Hajah.
Hal senada juga disampaikan Kepala Bagian Tata Usaha Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulsel H Muh Rappe. Di depan jemaah Haji Kloter 21, Muh Rappe menyampaikan hal itu tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan perjuangan setelah meraih gelar haji.
“Perlu dicamkan baik-baik bahwa menuju tanah suci untuk beribadah dan meraih gelar Haji itu membutuhkan perjuangan yang berat. Akan tetapi lebih berat lagi menjaga gelar Haji dan Hajah sepulang dari Tanah Suci, dan itu yang akan anda lalui mulai saat ini,” ujar Muh Rappe.
Koordinator bidang dokumen Panitia Pelaksana Ibadah Haji (PPIH) Debarkasi Makassar ini menambahkan, menjaga gelar haji dilakukan dengan mengubah sikap dan sifat ke arah yang lebih positif. Sebagai orang yang sudah bergelar haji, menurutnya, haruslah berperilaku layaknya Hamba Allah.
Di hadapan jemaah haji asal Sulawesi Tenggara dan Kota Makassar ini, ia berpesan agar menghindari cerita-cerita buruk dari para tetangga. “Itulah yang berat, karena jangan sampai sepulang dari haji, tetangga-tetangga kita menggosipkan kita. Bilangnya ‘masa haji begitu’, itu yang harus kita hindari,” serunya di Aula 2 Asrama Haji Sudiang.
Menurut Muh Rappe, beratnya menjaga gelar haji karena segala perilaku sebagai seorang haji haruslah sesuai dengan tuntunan agama Islam. Karena di mata masyarakat, seorang haji layaknya seorang yang sudah ahli agama. “Jadi salat, puasa, sedekah, dan lain sebagainya harus dilaksanakan. Terutama yang wajib, supaya tidak ada yang bilang, masa’ haji tidak salat atau tidak puasa,” tambahnya.(*)
Baca juga :Perbaikan Sikap Jadi Ukuran Haji Mabrur
//