INIPASTI.COM – Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, mengukuhkan gelar pahlawan nasional tahun 2023 kepada enam tokoh berpengaruh dalam upacara yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta, pada Jumat, 10 November 2023.
Penganugerahan ini sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 115/TK/Tahun 2023 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang telah ditetapkan pada 6 November 2023.
Keppres tersebut menegaskan bahwa gelar pahlawan nasional diberikan sebagai penghargaan dan penghormatan tinggi atas jasa-jasa luar biasa para tokoh yang telah memimpin dan berjuang dengan senjata, politik, atau di bidang lainnya untuk mencapai, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Keenam tokoh yang dianugerahi gelar pahlawan nasional dalam rangka Hari Pahlawan Tahun 2023 adalah:
Almarhum Ida Dewa Agung Jambe, tokoh dari Provinsi Bali.
Almarhum Bataha Santiago, tokoh dari Provinsi Sulawesi Utara.
Almarhum Mohammad Tabrani, tokoh dari Provinsi Jawa Timur.
Almarhumah Ratu Kalinyamat, tokoh dari Provinsi Jawa Tengah.
Almarhum K.H. Abdul Chalim, tokoh dari Provinsi Jawa Barat.
Almarhum K.H. Ahmad Hanafiah, tokoh dari Provinsi Lampung.
Presiden Joko Widodo juga memberikan Tanda Kehormatan Bintang Jasa Pratama kepada Presiden Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA), Giovanni Vincenzo Infantino, berdasarkan Keppres Nomor 70/TK/Tahun 2023 yang ditetapkan pada 7 Agustus 2023.
Penganugerahan ini diberikan sebagai apresiasi atas kontribusi besar Infantino dalam bidang olahraga yang bermanfaat bagi keselamatan, kesejahteraan, dan kebesaran bangsa dan negara.
Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh negara, antara lain Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Seiring dengan penyerahan gelar pahlawan nasional kepada Ratu Kalinyamat, tampaknya proses ini telah dimulai pada masa Bupati Jepara, Hisom Prasetyo, SH, yang menjabat pada periode 1981-1990.
Bupati Hisom Prasetyo menciptakan perubahan signifikan dengan menetapkan Ratu Kalinyamat sebagai simbol kekuatan kultural dan struktural masyarakat.
Pada masa pemerintahannya, penobatan Ratu Kalinyamat ditetapkan sebagai Hari Jadi Jepara, yang kemudian diresmikan melalui Peraturan Daerah No. 9 tahun 1988.
Ratu Kalinyamat diakui sebagai figur patriotik dengan nilai-nilai historis yang patut dijadikan teladan oleh Bupati Hisom Prasetyo. Peringatan Hari Jadi Jepara ke-440 pada tahun 1989 menjadi momentum penting dalam menyuarakan pemahaman yang benar mengenai keberadaan Ratu Kalinyamat.
Usaha ini didukung oleh budayawan Amien Budiman dari Kota Semarang, yang memiliki peran signifikan dalam penelusuran sejarah tersebut.
Proses pengusulan gelar pahlawan nasional untuk Ratu Kalinyamat melalui perjalanan panjang tercatat pada tahun 2007 dan 2008 di bawah kepemimpinan Drs. Hendro Martojo, MM, sebagai Bupati Jepara. Upaya ini melibatkan Pusat Penelitian Sosial Budaya Universitas Diponegoro Semarang, namun kurang didukung oleh sumber primer yang memadai.
Pada tahun 2018, Yayasan Dharma Bakti Lestari, diinisiasi oleh Dr. Lestari Moerdijat, S.S, MM, kembali mengajukan usulan gelar Pahlawan Nasional untuk Ratu Kalinyamat.
Tim perumus naskah akademik melibatkan sejumlah ahli dan mendapatkan dukungan dari Pj Bupati Jepara Edy Supriyanta serta elemen masyarakat lainnya.
Terkait dengan pengabdian Drs Subroto, MM, Wakil Bupati Jepara periode 2012-2017, dalam mengikhtiarkan gelar Pahlawan Nasional bagi Ratu Kalinyamat, hal ini mencakup buku laporan penelitian dan penelusuran sumber-sumber terkait sejarah Ratu Kalinyamat yang diterbitkan pada tahun 2016.
Meskipun langkah ini belum mencapai Pemerintah Pusat, langkah ini memberikan kontribusi penting dalam membuka wawasan masyarakat terhadap sejarah Ratu Kalinyamat.
Selain itu, pendirian patung tiga tokoh pejuang wanita Jepara di Bundaran Ngabul pada tahun 2016-2017, yang menjadi salah satu ikon kota Jepara dengan Ratu Shima, Ratu Kalinyamat, dan RA Kartini, merupakan inisiatif Drs Subroto, MM. Patung ini menjadi bukti konkret eksistensi Ratu Kalinyamat sebagai penguasa Jepara pada abad XVI, bukan sekadar mitos.
Usulan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional untuk Ratu Kalinyamat mendapat dukungan luar biasa dari masyarakat, terutama dari tokoh dan organisasi yang aktif dalam kegiatan pementasan dan diskusi tentang sejarah dan kebudayaan Jepara. Inisiatif ini bertujuan untuk merawat memori kolektif masyarakat Jepara mengenai sejarah Ratu Kalinyamat (SDN)